28. Cinderella

24 8 12
                                    

Bunyi lonceng yang dihasilkan dari pintu Teruna Kafe tiap kali terbuka, hari ini kembali terdengar untuk yang kesekian.

Dua pasang kaki dengan tangan yang terus bertaut layaknya gembok itu menyusuri ruangan yang tak terlalu ramai pengunjung, hingga pilihannya tertuju pada sudut kesukaannya.

"Tunggu, ya. Gue mau pesen, sebentar doang." Ucap Lingga, menuntun gadis yang dibawanya hari ini agar duduk tenang dan menunggu.

"Lingga." Gadis itu menahan tangan Lingga yang berada pada bahunya.

"Jangan lama-lama," lanjutnya.

Lingga menyunggingkan senyum. "Ngga." Ucapnya mengacak pelan surai halus milik Renjana.

Mendapatkan izin dari Linda membuatnya merasa mendapat kepercayaan baru. Seperti hari ini, untuk pertama kalinya Lingga membawa Renjana keluar dari area perumahan.

Mengajaknya menghirup polusi jalanan, kemudian membawa Renjana pada atmosfer damai Teruna Kafe di antara sesaknya Kota Kembang akan masuk dalam catatan memori barunya.

Usai mendapatkan apa yang ia pesan, sepasang netranya terus tertuju pada gadis dengan setelan dress putih tulang serta cardigan rajut biru muda yang mengiringi langkahnya.

"Taro latte sama muffin. Suka, kan?" Tanya Lingga seraya meletakkan nampan berisi pesanannya ke atas meja.

"Makasih, ya," ucap Renjana.

"Makasih juga." Sahut Lingga seraya menuntun tangan halus Renjana untuk memegang gelas dingin berisi taro latte, kemudian mengarahkan sedotannya pada bibir merah muda milik Renjana.

Ditatapnya Renjana begitu lekat. Lelaki yang sebentar lagi genap delapan belas tahun itu rasanya masih sedikit tidak percaya, pada realita yang membawanya kembali bertemu dengan Renjana, bahkan sedekat sekarang.

Ucapan sepupu Agam yang bernama lengkap Melisa Wirawan tempo hari membuat Lingga sadar betul, bahwa gadis itu menaruh rasa lebih serius daripada seorang teman kelas. Namun, permintaannya yang meminta agar Lingga mencoba menoleh ke arah lain semakin membuat Lingga paham, bahwa disini Renjana lebih membutuhkan sosok Lingga.

"Lingga ga malu bawa Renjana?"

"Kenapa harus malu?" Timpal Lingga.

Melihat tak ada respon lain dari gadis pemilik manik hitam di hadapannya membuat Lingga bangkit, beralih duduk di samping Renjana.

"Gue kesini bawa Renjana Elakshi, bukan bawa ondel-ondel. Jadi, ga ada yang perlu dimaluin." Ujar Lingga dengan jemari yang lihai menggulir layar pipihnya.

"Aku mirip ondel-ondel? Tante dandanin aku terlalu menor, ya?" Tanya Renjana bertubi-tubi dengan air muka khawatir.

"Mirip Cinderella." Ungkap Lingga seraya memasangkan sebelah earphone miliknya pada telinga Renjana, hingga gadis itu sedikit tersentak.

Semburat merah muda yang nampak samar pada kedua pipi mulus Renjana layaknya satu hiburan, memiliki daya tarik tersendiri yang mampu menerbitkan garis lengkung dari bibir Lingga.

***

Langit Bandung sore ini nampaknya ikut berbahagia. Lalu lintas yang tak begitu menyesakkan ruas jalan memudahkan Lingga serta Renjana membelah jalanan.

Semilir angin yang menerpa wajah kian terasa merayap pada Lingga. Lelaki tanpa balutan jaket itu menatap gadis di belakangnya melalui kaca spion.

"Lingga," panggil Renjana.

"Apa?" Sahut Lingga dari balik helmnya.

"Langitnya bagus ga?" Tanya Renjana.

Kembali ia lirik kaca spion, menampilkan wajah Renjana dengan sepasang netra yang menatap entah kemana.

Lingga menatap sekilas pada langit. "Bagus. Karena langit tau, kalo Renjananya lagi seneng!" Jawab Lingga sedikit berteriak, agar Renjana dapat mendengarnya secara jelas.

Dengan gerakan pasti, lelaki itu menarik bergantian kedua tangan Renjana yang sedaritadi hanya mencekal t-shirt hitam polos Lingga agar memeluknya. "Biar ga kebawa angin." Ucapnya.

Gadis itu tak melakukan perlawanan, "Kayak naik roller coaster," sambung Renjana.

Jika bahagia memang sesederhana mengelilingi Bandung dan seisinya bersama Renjana, maka akan ia lakukan berulang kali.

"Misi, pak!"

"Yo!" Sahut seorang satpam, kala motor yang Lingga tunggangi memasuki blok kediaman Renjana sekaligus Si Pengendara.

Jarak pos satpam dengan rumah Lingga yang tak memakan waktu terlalu banyak membuat lelaki itu lebih cepat sampai.

"Hati-hati." Lingga menuntun Renjana hingga memasuki pekarangan yang cukup segar.

"Ternyata, bener kata Lingga." Ucapan Renjana menghentikan langkah keduanya.

"Sekarang aku mirip Cinderella," lanjutnya.

"Iya, cantik," ungkap Lingga.

"Bukan." Tangan kanan Renjana terulur, mencari bahu Lingga yang segera ia dapatkan atas bantuan Lelaki itu.

Netra legamnya bergerak, seolah mencari lawan tatapnya yang tak kunjung ia temukan. "Kalo Cinderella kehilangan sepatu kacanya, aku kehilangan--"

"-- Gue yang bakal jadi pangerannya sekaligus jadi sepatu kaca itu, buat lo. Supaya langkah lo ga sakit lagi." Sela Lingga seraya memegang kedua bahu Renjana.

"Telat lima belas menit,"

Suara Linda yang telah berdiri di ambang pintu berhasil mengalihkan atensi dua manusia yang hampir dilanda suasana melankolis.

Dengan rangkulan yang setia ia berikan pada Renjana, lelaki itu melangkahkan kakinya. "Maaf, Tante, tadi macet dikit." Ucap Lingga seraya mencium punggung tangan Linda.

"Matcha latte, buat Tante. Ga salah, kan?" Lingga mengambil alih kantong plastik yang sedaritadi ada pada tangan kiri Renjana.

"Kamu nyogok saya?" Tanya Linda yang mendapat kekehan dari Lingga.

"Ngga. kan, Lingga izinnya mau gantiin minuman yang salah beli. Kata Renjana, Tante suka rasa matcha," tutur Lingga.

"Tante sensi terus, sih, sama Lingga." Sambung Renjana dengan bibir yang sedikit mengerucut gemas.

"Lingga pamit, Tante." Pamit Lingga menyerahkan kantong tadi pada Linda, kemudian beralih pada Renjana. "Istirahat, ya." Ucap Lingga.

Mendapat anggukan dari Renjana yang selalu terlihat manis, membuat Lingga tak kuasa menahan diri untuk sekedar mengacak puncak kepala gadis itu.

"Dadah!" Seru Renjana melambaikan tangan pada arah yang kurang tepat.

Dengan senyum samar yang terbit, Lingga ikut mengangkat tangan kanannya untuk turut melambai.

Halo, apa kabar? Maaf ya, Pal bener bener melenceng banget dari rencana awal yang cuma 5 hari malah berminggu minggu gini, tapi Pal bayar hari ini pake beberapa chapter

Stay healthy && happy darl

PETRICHOR  [ END ]Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα