39. Hadiah Untuk Renjana

45 8 14
                                    

Menjelang dua pekan kepergian Lingga yang masih seperti mimpi.

Hampir setiap hari sepulang sekolah, Adam, Berryl serta Melisa menyempatkan diri untuk berkunjung ke tempat dikebumikannya Lingga.

Jika bicara tentang ketidakpercayaan, memang rasanya sulit untuk menerima kepergian segala hal yang pernah hadir.

Melengkapi tiap bagian rasa yang rumpang, turut menjadi objek utama dari sekian banyak orang yang mengenal, membuat banyaknya cerita lewat berbagai coretan warna kehidupannya kemudian pergi membawa sejuta rindu, tentu bukanlah hal yang mudah untuk dilewati.

Namun, bukankah hukum alam telah mencatat mengenai kepergian sesuatu yang datang? Mengenai tiap rasa sakit yang akan menemukan titik sembuhnya lewat cara-cara tak terduga?

Seperti hari ini. Tiga hari usai terlewatnya tanggal hari jadi gadis bernama lengkap Renjana Elakshi, Puti Tidur yang telah menginjak usia delapan belas tahun itu akhirnya masih diberi kesempatan.

"Nanti, bukanya pelan-pelan, ya," tutur wanita berbalut snelli lengan panjang, seraya fokus untuk membuka perban yang menutupi sepasang mata gadis di hadapannya.

Berhasil, gadis itu perlahan membuka sepasang matanya. Membiarkan tiap pasokan cahaya yang menembus retinanya secara perlahan, hingga samar-sama warna serta bayangan yang timbul kian jelas. Ini seperti terlahir kembali.

"Rileks," tuntun dokter tersebut.

"Ikutin gerakan jari saya."

Sepasang netra itu terus bergerak teratur, mengikuti jari telunjuk yang bergerak perlahan ke kanan dan ke kiri di hadapannya, hingga terlihat kian jelas.

"Kamu hebat." Ucap dokter tersebut, seraya mengusap bahu Renjana.

"Jangan terlalu cape, ya." Tegasnya, kemudian melenggang usai mencatat beberapa hal.

Gadis yang masih merasa asing pada dunianya, mencoba melihat ke segala arah. Kemudian menemukan titik henti pada sosok wanita cantik.

"Tante Linda?" Panggil Renjana.

Benar saja, wanita itu mengangguk, kemudian mendekat untuk mendekap gadis yang selalu ada dalam doa serta harapan-harapan terbaiknya.

Berbagai ucapan rasa syukur terus terlontar dari ucapan maupun bisikan hatinya.

Melepas pelukan rindu, Renjana mencari sesuatu. "Tante, Renjana mau ngaca." Pintanya.

"Sebentar." Linda beranjak pada sofa, kemudian merogoh tasnya untuk meraih cermin yang ia miliki.

Setelah sekian tahun, akhirnya Renjana seperti lebih mengenal dirinya sendiri. Memperhatikan tiap inci wajah cantiknya, kemudian terpusat pada sepasang mata yang kini selalu memiliki titik arah pandang.

Pikirnya, apa Lingga telah mengetahui kabar bahagia ini? Apa Lingga telah sembuh lebih dulu? Atau, apa lelaki itu selalu menunggunya untuk bangun? Kemudian semakin banyak pertanyaan yang melayang tanpa jawaban.

"Tante,"

"Iya, Sayang?" Sahut Linda.

"Lingga mana?" Tanya Renjana, seraya beralih menatap Linda.

Tak kunjung mendapat jawaban, ada perasaan gusar yang mulai menjalar, hingga menimbulkan detak jantung yang berpacu lebih cepat.

"Tante, Lingga mana?"

Krieett ...

Terbukanya pintu ruangan, yang memunculkan sosok wanita dengan setelan formal mampu mengalihkan atensi Renjana serta Linda.

PETRICHOR  [ END ]Where stories live. Discover now