5. Circle?

117 79 103
                                    

Lelaki dengan mata tertutup itu begitu syahdu mendengarkan lagu-lagu acak yang ia putar dari ponselnya.

Membiarkan punggung dan kasurnya menghangat, Lingga terus menikmati suara berirama dari benda kecil yang tersumpal ditelinga sambil mengetuk-ngetuk jemarinya diatas perut.

Terlalu larut dalam alunan lagu dan pikirannya yang kesana-kemari cukup menimbulkan rasa kantuk yang sengaja tak Lingga cegah.

"ABAANGG!"

Panggilan yang terdengar samar membuat Lingga melepaskan headset dari kedua telinganya yang ternyata telah membelit lehernya semalaman.

Lingga beranjak dari ranjang kala Dion menggedor-gedor pintu kamar dengan seruannya yang ternyata memekakan telinga.

"Apaan, sih?" Tanya Lingga dengan suara parau serta muka bantalnya.

"Abang budek, ya? Daritadi Dion udah teriak-teriak. Kering nih tenggorokan Dion!" Keluh bocah 8 tahun itu.

"Suruh siapa teriak," Sangat menjengkelkan bukan?

Dion yang mendengar itu langsung saja hendak membuat aksi protes. Namun, tertahan oleh Ratna.

"Kamu nih, susah banget dibangunin. Sekolah ga?" Ucap Ratna menuju dapur.

"Sekolah." Jawab Lingga berlalu ke kamar mandi.

"Masa sekolah jam segini baru bangun? Paling juga kabur dari sekolah." Oceh Dion sambil berjalan menuju Ratna.

"Tengil lo bocil!"

***

"Pagi, Ga!" Sapa Melisa yang tengah berdiri di ambang pintu kelas.

"Eh, Mel," Jawab Lingga tanpa menghentikan langkahnya yang justru membuat Melisa membuntutinya.

"Tumben, dateng jam segini." Ucap Melisa mengambil posisi duduk dibangku yang berada di depan meja Lingga.

"Biasanya?" Tanya Lingga heran.

Bukankah Lingga dinobatkan sebagai murid baru belum genap seminggu? Bisa-bisanya gadis itu bicara seolah telah terbiasa dengan adanya Lingga.

"Emm, maksud gue, lo hampir aja dateng telat. Siapa tau di sekolah lama lo, lo tipe murid yang anti telat."

Perkiraan yang salah besar. Apakah wajah Lingga semeyakinkan itu untuk disebut murid telatphobic?

Pindahnya Lingga dari sekolah lama justru banyak pesan kesan yang dititipkan padanya terutama dari para guru.

Pesan-pesan yang masih dan akan selalu Lingga ingat seperti,

"Jangan jadi langganan telat lagi."

"Jangan ngerokok di kamar mandi lagi."

Jangan, jangan dan jangan lainnya yang sudah diingat diluar kepala oleh Lingga.

Kriiiinggg! Kriiingg!

"Lingga. Denger ga?" Tanya Melisa.

"Iya, denger. Bel, kan? Duduk di bangku lo, gih." Ucap Lingga memalingkan wajah dari ponselnya dan langsung mendapati muka masam Melisa.

"Tuh, kan. Gue daritadi ngomong loh,"

Bagaimana ia bisa fokus jika sedang memainkan ponselnya dan kenapa gadis itu memilih bicara saat lawan bicaranya jelas-jelas tidak terfokuskan pada dirinya?

Saat Lingga dalam perjalanan menuju sekolah, ia ditambahkan sebagai anggota dalam grup yang berisi Adam, Berryl dan dirinya. Awalnya lelaki itu mengabaikan. Namun, saat tak mendapati Berryl dan Adam di kelas, lelaki itu lantas mulai bergabung melalui obrolan chat grup. Sampai tak menggubris Melisa.

"Sorry, Mel. Adek gue tadi chat nanyain cara top up." Jawab Lingga bohong, karena sebenarnya Dion belum memiliki ponsel.

"Ohh, adek lo main game apa emang?"

Yang benar saja. Mau sampai kapan ia terus mengajak bicara?

"Melisa, awas dong, gue mau duduk." Ucap salah satu siswi yang membuat Lingga bersyukur dalam hati.

"Dih, ngusir gue lo?!" Mood Melisa sepertinya sedikit hancur pagi ini.

"Ini kan bangku gue," Siswi itu memperjelas dan membuat Melisa seperti ingin menerkam gadis dihadapannya saat itu juga.

Upaya Melisa untuk menimpali ucapan Siswi itu tertahan karena guru Sejarah yang mengisi jam pelajaran pertama telah datang.

Melisa langsung bersingsut menuju bangkunya sambil berdecak dengan wajah yang amat ditekuk.

Dan dua curut belum juga ada di kelas.

Rasanya Lingga ingin segera meluncur ke kantin dan bergabung berasa Adam dan Berryl

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rasanya Lingga ingin segera meluncur ke kantin dan bergabung berasa Adam dan Berryl. Namun, namanya yang sebagai murid baru masih hangat. Lingga sedang tidak ingin dilibatkan dengan masalah sekecil apapun kali ini.

Empat jam pelajaran yang cukup membuat perut terasa perih. Lingga memutuskan untuk ke kantin sekaligus menemui Adam dan Berryl yang ternyata tak kunjung kembali ke kelas hingga jam istirahat. Sebenarnya apa motivasi mereka datang ke sekolah ini?

Pandangan Adam dan Berryl teralihkan pada tangan yang baru saja meletakkan botol minuman dingin di atas meja, duduk bergabung dengan mereka lalu meneguk minuman itu hingga tandas setengahnya.

"Haus, Bro?" Ucap Adam.

"Kalem-kalem, abis ngapain, sih lo?" Tanya Berryl.

"Abis menuntut ilmu." Jawab Lingga sambil menutup kembali botol minuman dinginnya dan mengundang tawa renyah dari kedua temannya itu.

"Lagian, disuruh kesini sama Adam malah ga nyaut." Ucap Berryl yang tak mengerti.

"Itu udah ada guru. Lagian, gue kan masih murid baru, gamaulah gue nyari masalah dulu," Tutur Lingga.

"Ekhem,"

Tiga lelaki yang tengah berbincang ringan itu menoleh pada suara yang tak asing.

"Boleh gabung ga?" Benar saja, itu Melisa.

Baru saja Berryl membuka mulutnya untuk bicara, Melisa terlanjur duduk disamping Lingga dan menyesap minumannya.

"Dayang-dayang lo udah pada nyerah?" Tanya Adam.

"Dayang-dayang?" Tanya Melisa tak mengerti.

"Bestfriend forever lo." Ucap Berryl memperjelas.

"Oohh, tuh." Tiga lelaki yang tengah bersama Melisa lantas mengikuti arah tunjuk gadis itu.

"Dayang-dayang!!" Teriak Melisa.

Tuh, Melisa punya dayang-dayang. Kalian punya ga? Kira-kira siapa aja ya dayang-dayang yang dimaksud? Jangan-jangan ...

Vote komen buat next + biar Pal semangat jugaa

Stay healthy && happy, darl

PETRICHOR  [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang