27. Permintaan Aneh

70 26 91
                                    

Tak butuh waktu lama hingga gadis itu kembali mengutarakan pertanyaannya, "Lo sama Renjana gimana?"

Layaknya kejadian seorang murid yang diminta mengisi soal di papan tulis, Lingga tak mampu menjawab pertanyaan kurang spesifik yang dilontarkan gadis itu.

"Lo kenal Renjana darimana?" Tanya Lingga, mengulur sedikit demi sedikit gumpalan pertanyaan layaknya pita magnetik yang menggulung kusut.

Menghela napas berat, gadis itu menyandarkan punggungnya pada kepala kursi besi yang tengah ia duduki. "Gue sama Agam sepupuan kalo lo belum tau." Ucapnya pada Lingga yang kini menatap pantulan samar dirinya sendiri pada keramik.

"Waktu kecil, gue sama Agam deket banget. Sering main bareng, hampir tiap hari dia minta anter ke Papa atau Mamanya buat main ke rumah gue. Tapi, semuanya berenti sampe umur dia sepuluh tahun. Dia pindah rumah ke tempat yang sekarang dan nemuin temen baru yang bikin dia nyaman, malah sampe kena friendzone kayak sekarang." Tutur Melisa dengan sedikit tawa diakhir kalimat.

"Gue kira, cukup Agam aja yang punya keterlibatan sama Renjana. Tapi gue lupa, kalo dunia emang sesempit itu." Lanjutnya.

"Kenapa harus lo, sih, Ling?"

"Maksudnya?" Tanya Lingga menatap Melisa yang tengah menggerakkan jari telunjuknya, mengikuti bingkai jam tangan bulat yang ia kenakan.

"Sumpah. ga Berryl, ga Reno. Sama-sama ngeselin." Gerutu Melisa seraya beriringan dengan Tita serta Dera.

"Udahlah, Sa. Nanti, kan masih bisa juga," tanggap Dera.

"Tapi, Ra. Tadi tuh gue lagi nyanyi depan cowok yang gue suka. Malulah tiba-tiba berenti gara-gara Reno," ucap Melisa dengan wajah yang terus ditekuk.

"Lebih malu lagi kalo muka lo terus-terusan ditekuk gitu. Kayak kertas tagihan SPP tau, bikin males diliat,"

"Tita, kok lo ngomongnya gitu, sih? Bikin gue ga pede tau ga?!" Protes Melisa buru-buru merogoh tas, mencari cermin lipat kebanggaannya.

"Kaca gue kayaknya ketinggalan di bawah meja deh, gue ambil dulu." Ucap gadis dengan sweater rajut hijau yang melekat pada tubuhnya.

"Kita nyusulin tiga Srikandi yang di kamar mandi, ya! Nanti ditungguin di parkiran!" Teriak Tita.

Koridor lantai dua yang terasa sepi membuat pendengaran Melisa menjadi lebih tajam. Dari ujung tangga, terdengar samar-samar perbincangan antar lelaki.

Benar saja, dari tempat Melisa berdiri ia bisa melihat Lingga dengan Agam yang sepertinya tengah membicarakan hal serius di balik balkon itu.

"Gue cuma dianggap sahabat." Ucap Agam yang bersidekap dada.

"Maksudnya, lo ngajak gue bersaing?" Tanya Lingga.

"Lo kebanyakan nanya. Kalo lo mau, tunjukin. Kalo ngga, ga usah. Perlu lo tau, harusnya gue ga ngelakuin ini kalo lo ngiranya gue cowok dia dan kalo bukan karena dia."

"Satu lagi, dia yang gue maksud tuh Renjana. Semoga lo daritadi paham." Lanjut Agam.

Melihat Agam yang berjalan meninggalkan Lingga, sontak membuat Melisa buru-buru menuruni tangga. Mengurungkan niat awalnya dan berusaha melangkah lebih cepat dengan suasana hati yang semakin buruk, sebab nama Renjana lagi-lagi terdengar di telinganya, bahkan menjadi hal yang mungkin begitu istimewa untuk orang yang ia istimewakan.

"Iya, maksud gue ... Kenapa lo ga milih orang yang lebih pantes," jawab Melisa setelah cukup tercekat akibat ingatannya sendiri.

Lingga menegakkan punggungnya. "Sekarang gue paham maksud lo daritadi."

PETRICHOR  [ END ]Where stories live. Discover now