11. Sapaan

87 66 71
                                    

Sudah satu minggu Lingga tak mengikuti pelajaran di sekolah semenjak kejadian sial minggu lalu.

Selama satu minggu itu pula, Berryl dan Adam selalu menyempatkan diri untuk membesuk Lingga sepulang sekolah. Padahal, sudah berulang kali juga Lingga bilang bahwa dirinya baik-baik saja. Meski telah ditegaskan, mereka berdua tetap datang ke rumah Lingga hanya sekedar bersantai dan Lingga sama sekali tak mempermasalahkan itu. Justru, hubungan pertemanan mereka semakin dekat.

Jangan tanyakan tanggapan Melisa. Gadis itu tentu mengetahui perihal kabar sakitnya Lingga. Namun, mengenai penyebabnya ia tak mengetahui sebab Lingga sendiripun tak ingin kabarnya menjadi simpang siur.

Hari ini akhirnya Ratna memperbolehkan Lingga masuk setelah melihat kondisi Lingga yang benar-benar terlihat mampu.

Bahkan sejak tiga hari yang lalupun sebetulnya Lingga telah baik-baik saja. Namun, Ratna belum mengizinkan anaknya itu untuk datang ke sekolah. Ia mengaku takut kalau nantinya Lingga akan menjadi korban salah sasaran untuk kedua kalinya.

"Kamu hati-hati, ya. Pulang sekolah langsung pulang." Ucap Ratna yang telah rapih juga dengan pakaian formal kerjanya.

"Iya, Ma." Lingga mencium punggung tangan Ratna.

Memakai helm cakil kesayangannya, Lingga menyalakan mesin motor tua manjanya. Membelah jalanan Bandung di pagi hari lagi setelah seminggu ia seperti tahanan yang kurang menghirup polusi.

Lima menit sebelum bel Lingga telah memasuki area koridor kelasnya dan menemukan Berryl yang tengah menjadi satpam dadakan di ambang pintu kelas.

"Wihh, akhirnyaaa!" Berryl merangkul Lingga setelah mereka bersalaman ria seperti biasa saat bertemu.

"DAM! DAM! LIATT!" Seru Berryl menunjukkan siapa yang kini ada dalam rangkulannya.

Akibat kehebohan Berryl, kini Lingga menjadi pusat perhatian seantero kelas.

"Anjaayyy. Aman lo?" Adam memberi salaman juga pada Lingga sebelum lelaki itu duduk dibangkunya.

"Aman." Jawab Lingga.

Di bangku yang tak jauh darinya, Agam telah duduk cantik tanpa menoleh pada Lingga, seperti tak pernah terjadi apa-apa diantara mereka. Keadaan Agam? Tentu baik. Terlihat sangat baik bahkan sejak hari itu karena Agam sama sekali tak mendapat perlawanan apapun dari Lingga.

Kedatangan guru mata pelajaran pertama yang diikuti oleh Melisa dibelakangnya membuat suasana kelas menjadi tenang.

Melisa terlihat berbinar kala gadis itu melihat kehadiran Lingga lagi.

Duduk di bangku tepat depan meja Lingga, gadis itu lantas memutar empat puluh lima derajat tubuhnya lalu mengetuk jarinya berulang kali pada meja Lingga.

Biasanya Sarah akan menegur Melisa jika bangkunya ditempati. Namun, ternyata Sarah sudah lebih dulu menempati kursi yang biasa diisi oleh Melisa. Sepertinya, mereka telah bertukar tempat duduk.

"Hai!" Sapa Melisa ceria.

"Lo udah sembuh?" Tanya Melisa yang terdengar sangat basa-basi.

"Udah," Jawab Lingga tenang.

"Lo sakit apa, sih emang?"

"Masuk angin doang,"

"Hah? Serius? Masa masuk angin doang gue sampe ga boleh jenguk, sih?"

"Melisa, Lingga! Jangan dulu berdiskusi sebelum saya suruh!" Tegur Sri -guru matematika yang siap menjadi Albert Enstein selama beberapa jam kedepan.

Lingga memegang lengan Melisa serta dagu yang ikut andil memberi isyarat agar gadis dihadapannya segera memposisikan tubuhnya dengan benar.

***

Berbeda dengan waktu istirahat biasanya yang hanya akan kedatangan Melisa sebagai tamu tak diundang, hari ini justru lima dayang-dayangnya ikut serta.

"Jangan terlalu pedes, Ga." Melisa menahan tangan Lingga yang baru saja akan menuangkan sambal pada mie ayamnya.

"Kenapa?" Tanya Lingga heran.

"Lo, kan baru aja sembuh. Jangan minum es juga kalo bisa," tutur Melisa.

Terdengar perhatian tapi Lingga tetap melakukan aksinya.

"Gue bukan abis kena usus buntu, Mel" Ucap Lingga seraya mengaduk rata sambal pada mienya.

"Iya, sih, Mel. Kan masuk anginnya juga udah sembuh. Udah sembuh, kan, Ga?" Tita —salah satu dayang-dayang Melisa— memastikan dan langsung disetujui oleh Lingga.

Melisa yang kesal pada sifat polos Tita lantas menginjak kaki gadis itu hingga sedikit meringis, Mila pun ikut andil menyikut lengan Tita. Sedangkan ketiga dayang-dayang lainnya tak mau ikut campur yang nantinya akan kena semprot juga oleh Melisa.

Adam dan Berryl kini terlihat seperti penonton bayaran yang hanya bisa tertawa sembari memakan jatah makannya.

Empat puluh lima menit waktu istirahat yang cukup untuk mengisi perut para murid yang butuh tenaga untuk berpikir sampai akhir pelajaran nanti karena jam istirahat kedua kantin akan sepi dan beberapa stand makanan sudah tutup karena habis ditambah waktu istirahat kedua adalah untuk beribadah.

Hari ini cukup berjalan mulus. Lingga tak pulang bersama kedua temannya seperti biasa karena Adam masih harus menjalankan beberapa tugasnya sebagai anggota OSIS dan Berryl dengan ekskul renangnya.

***

Jalanan sore ini sangat teduh bahkan hampir mendung. Sepertinya Bandung akan diguyur hujan.

Lelaki itu membuka pagar dengan kunci cadangan yang selalu ia bawa, membiarkan kunci utama dipegang oleh Ratna. Sedangkan Dion, bocah delapan tahun itu akan dijemput Ratna sepulang sekolah lalu ikut ke kantor bersama Ratna dan pulang mengikuti jam kerja Ratna.

Hal itu dilakukan karena Ratna ingin meminimalisir kejadian yang tak diinginkan jika Dion pulang lebih cepat dari Lingga kemudian sendirian dirumah tanpa adanya pengawasan.

Setelah memarkirkan motor dan melepas helmnya, Lingga berjalan menutup pagar dan kembali menggemboknya. Pandangan lelaki itu tertuju pada rumah di seberangnya. Rumah Renjana.

Pikirannya lagi-lagi tersadar bahwa kini ia telah menemukan Renjana yang dimaksud. Namun, isi kepalanya kembali berperang tentang apakah ia bisa kembali dekat dan bagaimana caranya.

Memikirkannya dalam posisi berdiri dapat membuat Lingga terserang kram.

"Lingga," langkah Lingga tercekat.

Ia berbalik dan mendapati gadis yang tengah berdiri dibalik pagar rumahnya yang berada di seberang sana dengan tatapan lurus tepat dimana Lingga berdiri.

Untuk pertama kali setelah sekian tahun, Akhirnya ia tahu suara gadis kecil yang biasa memanggil namanya sambil berteriak kini telah berubah menjadi suara gadis remaja.

Renjana udah berani nyapa nih, Lingga gimana ya? Kalo mau tau, tunggu besok oke

Sambil nunggu, pal mau vote komen kalian boleh?

Stay healthy && happy, darl

PETRICHOR  [ END ]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora