7. Dia Renjana

102 73 79
                                    

Akhirnya akibat kecerobohan dua lelaki itu, mereka harus mendengar lanjutan dari runtutan ucapan Ratna.

"Nanti-nanti jangan diulangi lagi, ya. Kalian harus saling jaga." Ucap Ratna.

"Masa Dion jagain Abang?" Ucap Dion polos.

"Dengan Dion bisa jaga diri sendiripun, itu udah termasuk jagain Abang juga, Nak."

"Tuh, denger."

"Iya-iya." Lelaki berumur delapan tahun itu mendelik pada Lingga.

"Ma, liat tuh."

"Ngaduan." Ejek Dion sambil membuka toples camilan yang akan Lingga bawa pada teman-temannya.

Dirasa sudah cukup memberitahu kedua anaknya, Ratna beranjak melanjutkan kegiatannya yang tadi sempat tertunda.

"Tengil, lo. Main sama siapa, sih, tadi?" Tanya Lingga yang ikut memakan camilannya.

"Sama kakak-kakak yang tinggalnya di depan situ,"

Mendengar jawaban Dion membuat Lingga merasa ada harapan lain.

"Namanya?" Tanya Lingga semakin penasaran.

"Siapa, ya?" Dion bermonolog.

"Oh, Kak Renjana!"

Deg.

"Kasian tau, Bang. dia ga bisa liat," tutur Dion dengan raut seperti tengah mengingat bagaimana wajah gadis cantik yang tengah ia ceritakan saat ini.

Kini Lingga seperti kehilangan fungsi otak untuk berpikir. Lidahnya terasa kelu untuk bertanya lebih soal perempuan yang selama beberapa hari belakangan ini menjadi topik diotaknya.

Segera ia merogoh ponsel dari saku celana seragamnya dan mulai mengaktifkan fungsi jarinya diatas layar sambil mengambil camilan lalu melenggang dari dapur.

"Ih, lagi dimakan juga!" Protes Dion yang tak digubris.

"Lama bener." Ujar Berryl yang terus fokus pada game sepak bola yang sedang ia mainkan bersama Adam.

"Abis disidang gue,"

Jawaban Lingga membuat Berryl mengalihkan pandangannya dan Adam yang menghentikan permainannya.

"Berulah sama nyokap lo, ya?" Tebak Adam lalu memakan camilan yang telah ia buka.

Lelaki yang ditanya itu hanya menaikkan kedua alisnya sambil menghela napas.

Sikapnya bukan sepenuhnya karena diceramahi oleh Ratna beberapa menit lalu, toh ia sadar bahwa itu memang kelalaiannya sebagai kakak.

Ada yang lebih serius dari ini. Soal teman baru Dion. Apa benar nama Renjana yang Dion sebut tadi adalah Renjana yang sama dengan Renjana kecilnya? Atau hanya kebetulan?

Jika memang itu adalah Renjana, lalu apa maksud Dion yang berkata bahwa gadis itu tak bisa melihat? Ia buta? Jika memang benar, musibah seperti apa yang telah menimpanya?

Lalu, siapa perempuan yang kini tinggal bersamanya? Wajahnya terlalu asing bagi Lingga dan hal itu akan dijadikan bahan pertimbangan Lingga.

Dering ponsel membuat ketiganya saling melempar pandang mencari ponsel siapakah yang berdering.

"Halo," Ucap Adam yang telah menempelkan ponsel pada telinganya.

"Dirumah temen, kenapa?"

"Kapan?"

"Oke-oke."

Selesai. Adam memutuskan sambungan teleponnya dan langsung memakai jaket yang ia bawa.

"Lah, mau kemana lo?" Tanya Berryl melihat Adam yang sedang bersiap-siap.

"Gue jemput kakak gue dulu, ya." Pamit Adam.

"Balik lagi ga?" Tanya Lingga.

"Ngga, kakak gue minta sekalian anter nyari buku soalnya,"

Mendengar jawaban Adam, Berryl beringsut bangkit dan ikut bersiap-siap.

"Lah, lo mau kemana?" Tanya Lingga.

"Balik juga ah gue,"

"Barengin, Dam." Lanjut Berryl.

"Yeh, lo katanya mau makan dulu," Ucap Lingga.

"Ntaran aja, Ling." Jawab Berryl.

"Hati-hati." Ucap Lingga setelah bersalaman dengan kedua temannya.

"Santai nih, ga pamit ke ibu lo?" Adam memastikan lagi.

"Santai, nanti gue yang bilang. Lagi di dapur juga dia," Jawab Lingga.

Setelah bersepakat dan berpamitan untuk kedua kalinya, Adam dan Berryl pergi dengan motornya masing-masing.

***

"Ck!" Lingga menaruh kasar ponselnya ke kasur.

Sudah hampir dua jam ia menghabiskan waktunya dengan game.

Alih-alih fokus pada tim lawan yang harus ia kalahkan dalam game, pikirannya justru semakin berkecamuk pada Renjana.

Ting!
Ting!
Ting!
Ting!

Bukan, bukan tukang bakso yang lewat malam hari. Melainkan bunyi notifikasi beruntun dari ponsel Lingga yang tergeletak.

 Melainkan bunyi notifikasi beruntun dari ponsel Lingga yang tergeletak

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Membahas hal itu dengan Vian memang bukanlah solusi yang tepat. Tapi, berbagi cerita dengannya saat ini memang kebutuhan Lingga.

Ia bingung harus menyikapinya seperti apa. Jika memang gadis yang menjadi teman baru Dion adalah Renjana yang dimaksud, haruskah ia senang karena telah menemukan Renjananya secepat ini?

Tanggapan Malvian telah mewakili Lingga.

Rasanya seperti sulit diungkapkan lewat tanggapan dan ekspresi apapun.

Terkejut? Pasti. Sangat.

Ada perasaan percaya bahwa itu memang Renjana yang dulu. Namun, saat perasaan yakin itu muncul, kini perasaan takut juga ikut serta datang secara bersamaan.

Pikirannya terasa seperti benang kusut sekarang.

Bangkit dari ranjang menuju meja belajarnya, perhatian Lingga dicuri oleh kotak jam tangan dari Renjana yang ia letakkan diatas meja.

Kembali ia buka kotak itu. Rasanya seperti membuka bekas luka. Ia kembali membaca surat tahun 2011 lalu dan merutuki dirinya sendiri saat membaca nama lengkap Renjana.

Renjana Elakshi. Mengapa ia baru sadar sekarang bahwa panggilan El dari wanita yang beberapa hari lalu ia lihat, bisa saja diambil dari nama belakang Renjana.

Keraguan berkepanjangan yang hampir menerkamnya hidup-hidup seolah gugur hanya dengan satu nama pada secarik kertas. Hari ini, ia telah menemukan Renjana, sahabat kecilnya.

Ini bukan akhir dari pencariannya. Ini, adalah awal dari kisahnya.

Finally Lingga nemuin Renjana! Berkat siapa? Berkat semangat dari kalian kata Lingga

Semangatin Lingga sama Pal lagi pake vote komen kalian bisaa? Pal tunggu ya!

Stay healthy && happy, darl

PETRICHOR  [ END ]Where stories live. Discover now