21. Epistaksis

55 35 44
                                    

Kejadian beberapa menit lalu membuat Lingga merasa tak enak hati pada Berryl meski ia tak mengetahui pasti tentang perasaan seperti apa yang sebenarnya Berryl rasakan.

Melihat Adam, lelaki itu menjadi lebih diam. Entah dirinya sedang ingin fokus pada pengambilan nilai terakhir atau suasana hatinya yang tengah tak bersahabat.

Pengambilan nilai terakhir, Pak Feri hanya mengambil satu teknik yaitu, chest pass yang berarti operan bola basket dari depan dada. Namun, bukan hanya itu, Pak Feri juga mengambil penilaian melalui pertandingan empat tim yang berisi dua tim putra dan dua tim putri.

"Lia, Dita, Reno," panggil Pak Feri.

Tiga orang yang disebutkan namanya tersebut lantas maju dan mengambil bola basket yang telah disediakan.

Priitt!!

Tiupan peluit dari Pak Feri bagai alarm penggerak fungsi otak dan tubuh ketiga manusia itu yang langsung melakukan teknik chest pass sesuai dengan yang telah mereka pelajari.

Begitu seterusnya, hingga seluruh murid mendapat giliran dan kolom-kolom nilai terisi dengan angka beragam yang memakan waktu kurang dari satu jam.

Seperti saat ini, pertandingan antar tim putra yang telah terbagi sedang berlangsung. Seruan mulai dari menyemangati hingga panggilan-panggilan nama dari para siswi yang menjadi penonton di tribun membuat suasana semakin ramai.

Dua tim tersebut tentu pilihan Pak Feri guna mempersingkat waktu. Pilihannya membuat Lingga tak satu tim dengan Adam serta Berryl. Justru, Lingga dibuat satu tim dengan Agam serta beberapa siswa lainnya.

Bola basket yang berada dalam kuasa Agam saat ini mengharuskan tim lawan mengambil alih bola tersebut.

Dengan keadaan yang telah minim konsentrasi serta detak jantung yang berpacu lebih cepat rasanya Lingga ingin menjatuhkan diri saja. Sepasang kaki serta napasnya lagi-lagi terasa berat. Namun, pertandingan belum selesai.

Lingga yang tentu memiliki pengalaman dalam bidang olahraga basket mengisyaratkan Agam agar mengalihkan bola tersebut padanya dan segera dikabulkan oleh Agam.

Saat melihat bola yang mengarah padanya, Lingga dengan cekatan melompat dengan posisi siap menangkap bola. Namun, nasib sial menimpanya hari ini.

Dugh!

Lingga jatuh akibat tubuhnya yang tak lagi mampu, terlebih bola basket yang lebih dulu sampai hingga berhasil menabrak wajah Lingga.

Suasana hening hanya terjadi sepersekian detik sebelum mereka melihat darah segar mengalir dari hidung Lingga.

Melihat itu, Berryl dan Adam lantas menghampiri Lingga yang telah pucat pasi.

Seluruh atensi murid yang berada di lokasi teralihkan pada Lingga, begitu juga dengan Pak Feri yang dengan cekatan meminta Berryl dan Adam agar segera membantu Lingga.

"Lo bisa mainnya ga, sih?" Tanya Adam pada lelaki yang baru saja mendekat.

"Apaan, sih. Ga usah nyolot. Harusnya, gue yang nanya ke temen lo, dia bisa mainnya apa ngga?" Jawab Agam yang emosinya ikut tersulut.

"Sudah-sudah, jangan malah ribut!" Pak Feri melerai pertikaian yang hampir terjadi antara mereka.

"Lebih baik kamu bantu Berryl," tambahnya.

Beruntung Adam mematuhi perintah Pak Feri dan segera menuju loker untuk mengambil baju seragam milik Lingga terlebih dahulu.

"Ling." Berryl menaruh segelas air pada nakas dan membantu Lingga duduk.

"Butuh obat ga?" Tanya Berryl duduk di brankar lain yang berhadapan dengan Lingga.

Lingga menggeleng. "Ngga. Thanks, Ril." Jawab Lingga menaruh kembali gelas yang telah kosong di atas nakas.

"Lo kenapa, sih?" Tanya berryl membuat Lingga beralih menatapnya.

"Kenapa apanya?"

"Lingga!" Suara Melisa yang tak terlihat wujudnya mengalihkan atensi Lingga dan Berryl.

Tepat saat Melisa hendak memasuki UKS, langkahnya tertahan oleh Adam yang mencekal tangannya.

"Lepas, Dam. Apaan, sih." Melisa berusaha melepas cekalan Adam.

"Mau ngapain?" Tanya Adam.

"Ya gue mau liat Lingga lah," jawab Melisa dengan alis yang berkerut.

"Ga usah," ucap Adam yang setia mencekal pergelangan Melisa.

"Punya hak apa lo larang-larang gue?" Tanya Melisa dengan rasa kesal.

"Punya kepentingan apa lo maksa mau liat Lingga?"

"Lo disuruh sama Pak Feri? Kan ngga," lanjut Adam membuat Melisa hanya mampu berdecak.

"Ga usah ngikutin terus kalo mulut lo baru bisa mihak ke satu orang dan nyakitin orang lain tanpa lo sadar." Tegas Adam melepasnya cekalannya.

"Mending lo balik ke kelas, ganti baju terus dandan sama temen-temen lo." Lanjutnya memasuki ruang UKS.

Melisa yang masih mematung dibuat sedikit berpikir oleh ucapan Adam. Ditatapnya pintu UKS yang telah tertutup rapat, gadis itu mendengus lalu meninggalkan koridor UKS.

"Thanks, ya." Ucap Lingga seraya mengancingkan seragamnya yang tadi dibawakan oleh Adam dan menyimpan baju olehraga yang terkena bercak darahnya di atas brankar.

"Santai,"

"Lo istirahat aja, ga usah ikut jam terakhir," tambah Adam diangguki Lingga.

"Ril," panggil Lingga.

"Soal Melisa yang tadi ngasih minum--"

"--ga usah dibahas. Udah biasa juga, santai," tutur Berryl dengan sedikit kekehan.

"Oke, sorry,"

"Apa, sih. Sorry-sorry, ga jelas lo, Ling Ling." Tanggap Berryl melempar selimut tipis bermotif garis-garis tipis putih abu yang segera Lingga tepis.

"Yaudah, lo berdua ke kelas aja gapapa, gue juga udah aman," ucap Lingga.

"Ngusir, nih?" Tanya Adam.

"Ngga gitu, anjir." Sergah Lingga.

"Becanda gue juga. Lo ga ikut jam terakhir, kan?" Adam memastikan.

"Selagi ada kesempatan, perlu dimanfaatkan." Jawab Lingga merebahkan tubuhnya yang sedaritadi meronta ingin segera diistirahatkan.

"Dan sebagai bentuk kesolidaritasan, kita juga mau nemenin lo. Iya, kan, Dam?" Ucap Berryl seraya mengeluarkan ponselnya.

"Nah, sekalian mabar." Tambah Adam yang juga mengeluarkan ponselnya dari saku celana olahraga.

Lingga tak menggubris, lelaki yang telah memejamkan matanya itu hanya ingin beristirahat, setidaknya biarkan ia memulihkan tenaganya selama satu jam. Hari ini selain tenaganya terkuras, rasanya semua orang begitu sensitif.

#poormelisa semoga dia ga kena mental ++ sadar

Vote komen biar Lingga cepet sehat ga si? Pal tunggu notifnya dari kalian ya

Stay healthy && happy, darl

PETRICHOR  [ END ]Where stories live. Discover now