25. Sudut Pandang Linda

43 24 41
                                    

Rasa pening yang sejak tadi menyerang seperti hilang ikut terbawa oleh roda-roda kecil brankar tersebut. Bahkan, ia sampai lupa cara bernapas dan berkedip.

"Ya Allah ... "

Suara wanita di sebelah Linda seperti menyadarkan sepenuhnya. Wanita berhijab yang terlihat sedikit berumur itu menatap nanar tiga korban yang kian menjauh dibawa menuju koridor instalasi gawat darurat.

Dengan lututnya yang hampir tak sanggup berdiri, Linda mengejar para dokter serta perawat tadi. Kehadirannya cukup mengalihkan pandangan delapan orang berseragam tersebut dalam waktu sepersekian detik.

Semua kosa kata yang kian menggulung isi kepala Linda tak mampu keluar. Tenggorokannya seperti menahan sesuatu hingga menyayat hati, sampai tak sadar bahwa langkahnya bersama delapan orang tadi dihentikan.

"Maaf, apa Mba adalah pihak keluarga pasien?" Suara seorang perawat perempuan menyadarkan Linda.

Linda menatap ruangan bertuliskan IGD yang telah tertutup. "Iya, saya keluarganya." Jawab Linda lemah.

"Baik, Mba bisa ikut saya untuk mengurus data-data pasien, mari." Tutur perawat itu berjalan diikuti oleh Linda.

Usai melakukan serangkaian pengurusan data Nadira, Amran serta Renjana, Linda kembali menuju instalasi gawat darurat.

Derap langkahnya kini terdengar lebih nyaring dari sebelumnya, suhu ruangan rasanya lebih sejuk serta aroma antibiotik seperti menusuk indra penciumannya.

Disini Linda sekarang, menunggu dengan gusar sesekali menggulirkan netranya pada pintu kaca buram yang tak kunjung terbuka, berharap semua yang tengah bekerja di dalam sana segera keluar membawa tiga brankar secara beriringan untuk di pindahkan menuju ruang rawat inap.

Krieett ...

Decitan pintu yang menjadi alasan utama Linda duduk akhirnya terbuka, membuat Linda beringsut bangkit dan mendapati dua orang dokter serta seorang perawat perempuan.

"Dok, gimana? Udah selesai pemeriksaannya?" Tanya Linda dari sekian kata yang masih menyangkut.

"Sudah." Dokter wanita itu menoleh pada rekannya. "Dok, tolong segera koordinir petugas pemulasaran untuk pemandian serta kelengkapan jenazah." Lanjut dokter tersebut pada rekannya yang langsung melenggang.

Linda dibuat bingung sekaligus panik mendengar ucapan dokter perempuan di hadapannya ini. Pasalnya, pemulasaran merupakan salah satu kegiatan pengurusan jenazah dengan serangkaian proses hingga jenazah dapat dibawa pada keluarga dengan keadaan layak.

"Dok, saya tanya keadaan pasien yang di dalem sana. Gimana?" Desak Linda.

Dokter tersebut menatap Linda lalu menggelengkan kepalanya samar. "Maaf, dua korban gagal terselamatkan."

"Dalam catatan medis, pasien bernama Amran Ardianto mengalami serangan jantung hingga terjadi kecelakaan beruntun yang menyebabkan beliau serta Istrinya meninggal di tempat kejadian ... " Tutur dokter tersebut.

Bahu Linda turun bersamaan dengan air matanya yang sejak tadi terbendung. Batinnya berteriak, meminta agar kehidupan nyata membangunkannya dari mimpi buruk ini. Namun, kakinya kini tengah menapak pada pahitnya kehidupan.

Kenyataan pelik yang tak dapat ia tangkis membuat lututnya benar-benar tak dapat menopang tubuh tegaknya lebih lama lagi. Linda mendudukkan dirinya pada bangku besi yang sebelumnya menjadi tempat penantiannya.

Jika sebelumnya ia berkali-kali kehilangan barang lantaran lupa menyimpan, hari ini rasanya lebih buruk. Ia tak dapat menemukannya lagi dimanapun.

***

Usai menangis semalaman suntuk hingga kedua orangtua Amran datang dan mengurus semuanya. Linda memutuskan untuk kembali ke rumah sakit lebih dulu mengingat satu keajaiban telah datang pada Renjana, gadis kecil itu selamat dalam kecelakaan tragis yang terjadi.

Jika kalian bertanya mengenai orangtua Linda dan Nadira, mereka telah menjadi piatu sejak Linda duduk di bangku kelas 1 SMA. Kemudian, mereka kehilangan sosok ayah sekitar satu tahun setelah Nadira menikah.

"Tante, Lingga bakal jenguk Renjana ga, ya? Lingga masih mau temenan ga sama Renjana?" Ucap Renjana yang tengah duduk di atas brankar setelah tiga hari lalu siuman.

"Makannya abisin dulu, ya." Sahut Linda seraya menyendok makanan yang tersisa setengahnya.

"Nanti, kalo Lingga jenguk aku, aku mau ajak Lingga main tutup mata. Renjana janji kok ga akan curang lagi mainnya,"

"Renjana juga janji, bakal nurut kalo disuruh tunggu." Tutur gadis itu menatap kosong pada dunianya yang gelap setelah dua hari lalu perban pada matanya dibuka.

Bulir bening yang menetes dari pelupuk gadis kecil itu mampu menancapkan ribuan jarum pada hati Linda. Dengan rasa keibuannya yang ia bangun sedikit demi sedikit, wanita dua puluh sembilan tahun itu mendekap Renjana.

Bagai jatuh pada bagian aspal yang tak mulus, disini Lingga sekarang. Merasakan perih yang kian menjalar, rasanya luka dalam telah menghantamnya kuat-kuat.

Ia tak dapat mengeluarkan sepatah kata, bahkan untuk bernapas saja rasanya sedikit sulit. Lehernya seperti dicekik masa lalu hingga menimbulkan efek samping pada matanya yang perih.

"Awalnya, dia cuma didiagnosa buta sementara. Tapi karena kejadian kecelakaan itu, cidera kepala belakang yang terjadi berturut-turut bikin dia jadi buta permanen," Ujar Linda dengan tangis yang reda serta hidung semerah tomat.

Terdengar helaan napas berat darinya, "Akhir-akhir ini Renjana selalu bilang sama saya, buat ga nyimpen dendam ke kamu. Karena saat itu kamu cuma anak kecil yang ga tau apa-apa,"

"Saya sadar, semuanya emang karena catatan takdir. Tapi saat itu, saya yang ga tau apa-apa juga harus nerima kenyataan pahit kalau saya ga punya siapa-siapa lagi." Suara Linda tercekat diakhir kalimat.

"Seandainya sore itu kamu ga main sama Renjana, mungkin sekarang beda cerita. Mungkin, hari ini Renjana jadi gadis SMA yang punya banyak mimpi--"

"--Renjana bahkan punya banyak mimpi tanpa harus jadi kayak anak remaja yang lainnya,"

Suara Renjana yang tiba-tiba melesak di indra pendengaran Lingga serta Linda membuat atensi keduanya teralihkan. Pandangan mereka tertuju pada sosok gadis tujuh belas tahun yang entah sejak kapan berdiri dengan tongkat bantunya di samping dinding penghubung ruangan lain.

Mana nih yang kemaren emosi sama Linda
Udah kasian belum? Nasib Renjana yang gaada orangtua sama kaya Linda ternyata

Oiya, bentar lagi cast Berryl bakal muncul nih, vote komen biar pal semangat ya

Stay healthy && happy, darl

PETRICHOR  [ END ]Where stories live. Discover now