26. Bantuan Untuk Melisa

48 24 37
                                    

"Kak Adam!" Panggilan seorang siswi mengalihkan atensi tiga lelaki yang tengah beriringan di koridor.

"Kenapa?" Sahut Adam kala siswi tersebut mendekat.

"Aku boleh minta tolong ga sama Kak Adam?" Tanya siswi itu hati-hati.

"Selama gue bisa bantu, kenapa ngga?" Jawab Adam mengundang senyum yang mengembang diantara pipi tembam gadis di hadapannya.

"Jadi, Kak Adam mau bantu aku bikin proposal OSIS?"

"Soalnya daritadi aku salah terus," lanjut gadis itu buru-buru menjelaskan.

"Apa, sih, yang ngga buat Febi Amanda," tanggap Berryl dengan air muka menjengkelkannya.

"Kakak tau nama Febi?" Tanya gadis itu menatap Berryl.

"Biasalah, baru tau fungsi name tag," ucap Lingga membuat Febi menundukkan kepalanya, melihat bagian seragamnya yang ditempel bordir nama lalu tersenyum bodoh menatap tiga lelaki di hadapannya.

"Emang anggota lain ga ada yang bisa bantu?" Tanya Adam.

Febi menaikkan bahunya samar sembari mengulum bibir mungilnya sendiri. "Makanya aku disuruh cari Kak Adam."

"Harusnya gue udah ga ikut campur tangan lagi soal OSIS, tapi ayo deh,"

"Serius, Kak?" Febi memastikan jawaban Adam dengan tatapan berbinar.

"Iya, ayo," jawab Adam kemudian berpamitan dengan dua manusia yang sejak tadi mengapitnya.

"Anjaay, bikin proposal sekalian bikin kapal ya, Dam?" Ucap Berryl.

"Lo lama-lama gue jadiin pempek kapal selam." Tanggap Adam memukul pelan dada bidang Berryl lalu berjalan beriringan dengan Febi.

"Sadis." Gumam Berryl seraya mengusap jejak pukulan Adam, kemudian menyusul Lingga.

"Tungguin kali." Protes Adam kala langkahnya telah seimbang dengan Lingga.

"Lo langsung balik?" Tanya Berryl.

"Ngga, gue mau mampir ke tempat penggilingan daging dulu," jawab Lingga menimbulkan pertanyaan baru dari lekaki di sampingnya.

"Lah, ngapain?"

"Mau giling lo, buat dijadiin pempek kapal selam." Jawab Lingga menoleh pada Berryl yang menatapnya ngeri.

"Lingga!"

Lagi-lagi, dua lelaki itu dihentikan oleh suara perempuan yang mengejar Lingga serta Berryl.

"Lingga, bantuin gue, ya?" Pinta Melisa tergesa.

"Gue duluan, Ling." Pamit Berryl yang langsung melenggang tanpa persetujuan Lingga.

"Lingga. Mau, ya?" Desak Melisa kembali mengambil alih atensi lelaki itu.

"Lo tenang dulu, terus bilang butuh bantuan apa," ucap Lingga.

Mendengar ucapan lelaki di hadapannya, membuat gadis itu dengan segera meraup oksigen, berusaha menetralkan detak jantungnya yang berpacu lebih kencang. Namun, bagaimanapun wajah itu tak dapat menutupi gusar yang tengah menyelimutinya.

"Tadi, Mama gue dapet kabar dari kantornya Papa kalo hipertensi dia kambuh. Lo bisa anterin gue ke rumah sakit?" Tutur Melisa menatap Lingga penuh harap.

***

Derap langkah dua pasang kaki terus menyusuri koridor lantai tiga, mencari ruangan yang telah didapat melalui resepsionis rumah sakit.

Tepat saat Melisa dan Lingga sampai pada pintu kamar rawat yang dituju, seorang dokter pria yang terlihat telah berumur baru saja keluar dari ruangan tersebut.

PETRICHOR  [ END ]Where stories live. Discover now