17. Tante Linda

66 36 50
                                    

"kenapa lagi motornya, Ga?" Tanya Ratna yang sudah rapih dengan pakaian formalnya.

Hari ini seharusnya jadwal Ratna libur dan berleha-leha dirumah. Namun, adanya beberapa urusan kantor yang harus segera dituntaskan membuat Ratna mau tak mau harus merelakan jadwal liburnya yang diganti menjadi hari lain.

"Ngga, Ma, cuma ngecek aja sekalian mau dibersihin." Jawab Lingga masih terus mengecek beberapa bagian motor tuanya.

"Jangan capek-capek, Ga." Ucap Ratna mengelus puncak kepala Lingga seraya melewatinya hendak membuka pagar.

"Lingga aja." Tahan Lingga bergerak menyusul Ratna yang kemudian mengusap lengan Lingga lalu menuju mobilnya disusul oleh Dion.

"Ayo naik, sayang," titah Ratna pada anak bungsunya.

Dion memang selalu memilih ikut dengan Ratna meskipun Ratna masuk pada waktu weekend. Berbagai alasan beresiko yang membuat Ratna memutuskan untuk selalu membawa Dion ke kantornya. Toh, anak bungsunya itu juga tak akan beraktivitas yang membuatnya lelah selama berada di kantor.

"Hati-hati, Ma." Tutur Lingga mencium punggung tangan Ratna setelah wanita itu berhasil mengeluarkan mobilnya.

"Kamu juga, ya. Inget--"

"--Jangan kecapekan. inget kok, Ma," sambung Lingga.

"Dadah, jelek!" Dion melambaikan tangannya pada Lingga.

"Bocil!" Balas Lingga.

"Hati-hati," Lanjutnya sebelum mobil Ratna bergerak menjauh.

Setelah mengecek motor kesayanganannya, Lingga beralih membersihkan motornya.

Sebetulnya, Lingga tak perlu repot-repot berurusan dengan sabun dan air pagi-pagi begini karena bisa saja ia pergi ke doorsmeer terdekat. Namun, lelaki itu tak memiliki kegiatan lain untuk mengisi waktu senggangnya.

"Tante!"

Suara yang berhasil mengalihkan atensi Lingga berasal dari Renjana di seberang sana. Lengkap dengan pakaian tidur serta tongkat yang selalu ia gunakan, gadis itu tampak kelimpungan.

"Tante!"

Merasa Renjana membutuhkan bantuannya, Lingga kemudian beranjak menghampiri, tak peduli dengan celana training dan t-shirtnya yang basah terkena air sabun.

"Renjana." Lingga menerobos masuk karena pagarnya hanya dikunci slot.

"Lingga!" Mendengar suara Lingga lantas gadis itu mencari Lingga dengan sedikit panik.

"Iya, gue disini." Lingga memegang kedua bahu Renjana dan membalikan posisi gadis itu mengahadap kearahnya.

"Tenang, ya, gue disini," tutur Lingga menatap sepasang netra legam milik Renjana.

Gadis itu kini tampak lebih tenang dibanding tadi. Lantas Lingga menuntun Renjana agar duduk di bangku besi berwarna putih yang tak jauh.

"Kenapa?" Tanya Lingga setelah ikut duduk dibangku yang kosong.

Alih-alih menjawab, gadis itu hanya menggeleng.

"Terus, tadi kenapa panik? Orang rumah kemana?" Tanya Lingga lagi dengan kata-kata yang sekiranya akan lebih menjamin untuk memperoleh jawaban.

"Sekarang jam berapa?" Tanya Renjana.

Lelaki itu merogoh saku trainingnya lalu menyalakan ponselnya untuk melihat jam. "Jam delapan kurang, kenapa?"

"Ga biasanya Tante Linda belum pulang sampe aku bangun duluan," ungkap gadis itu.

Salah satu dari sekian pertanyaan Lingga terjawab lagi hari ini. Tentang siapa wanita yang sebenarnya kini tinggal dengan Renjana.

Lingga sebenarnya ingin bertanya soal kemana orang tua gadis itu tapi Lingga sedikit takut kalau ternyata nantinya pertanyaan itu akan menjadi hal sensitif untuk Renjana.

"Tapi lo tau, kan, Tante Linda kemana?" Tanya Lingga lagi memastikan.

Gadis itu mengangguk. "Tau, paling ke pasar shubuh tadi. Biasanya, sebelum aku bangun dia udah pulang. Terus tadi waktu aku bangun, aku manggil dia tapi ga ada sahutan, makanya aku panik," tutur Renjana.

Lingga hanya mengangguk paham. Paham bahwa sebenarnya Renjana takut pada dunianya yang terlalu gelap.

"Yaudah, gue tungguin sampe tante Linda dateng,"

"Makasih, Lingga,"

"Iya,"

Lingga terlalu bingung untuk bertanya, karena selalu berpikir bahwa setiap pertanyaan yang ingin Lingga tanyakan adalah hal sensitif untuk Renjana. Jadi, lelaki itu memutuskan untuk diam sembari mengecek bagian t-shirtnya yang basah.

"Lingga," panggil Renjana mengalihkan atensi lelaki yang mulai dibuat candu oleh panggilan gadis di sampingnya.

"Apa?"

"Lingga baik-baik aja?" Tanya Renjana.

"Baik, kenapa?"

"Soal yang sama Agam wak--"

"--udah baik-baik aja, kok," ungkap Lingga memotong ucapan Renjana.

Lingga mengerti, pasti Renjana hendak mengungkit kejadian dimana dirinya menjadi samsak Agam.

"Loh, El. Sama siapa?"

Lingga menoleh pada Linda yang baru saja datang dengan dua kantung belanja yang berada dikedua tangan wanita itu.

"Tante," panggil Renjana.

Lingga menghampiri Linda yang menurunkan satu kantung belanja pada tangan kanannya saat Lingga hendak mencium punggung tangannya.

"Saya kira Agam. Kamu yang tinggalnya di situ, kan?" Linda menunjuk rumah Lingga yang masih dalam keadaan pagar terbuka dan motornya yang belum selesai ia mandikan.

Lingga mengangguk setelah mencium punggung tangan wanita di hadapannya ini yang diperkirakan sebaya dengan Ratna.

Mendengar nama Agam disebut membuat Lingga mengetahui, bahwa itu artinya Linda juga mengenal sosok Agam.

Lingga mulai diserang oleh berbagai pertanyaan lagi salah satunya, sebenarnya selama apa hubungan pertemanan Agam dengan Renjana?

"Nama kamu siapa?" Tanya Linda.

Mendengar itu Renjana lantas bangkit dari duduknya. "Dia--"

"Saya Lingga, Tante," jawab Lingga.

Raut Linda berubah sepersekian detik kala mendengar jawaban Lingga dan menjatuhkan satu lagi kantung belanja yang berada pada genggaman tangan kirinya.

"Lingga? Kamu Lingga teman kecilnya Renjana?" Selidik Linda.

Hayoo, Linda lagi cosplay jadi detektif nih kayanya. Kalian gamau cosplay jadi detektif juga buat nyari tau sebenernya Lingga kenapa?

Sebenernya ... Jawabannya ada di chapter besok HAHAHA

Nunggu besok sambil kasih vote komen yang bikin Pal semangat boleh?

Btw, thanks for 1k readers!

Stay healthy && happy, darl

PETRICHOR  [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang