19. Taro Latte

74 41 73
                                    

Kejadian tiga hari lalu benar-benar memberi jarak yang kentara bagi Lingga dengan Renjana.

Dunia sepertinya tengah berpihak pada Linda yang tak merestui kedekatan keponakannya dengan remaja SMA yang tinggal berseberangan dengannya.

Letak rumah yang berseberangan bukan berarti menjamin pertemuan tak disengaja. Justru, Lingga benar-benar tak melihat sosok Renjana. Entah karena dirinya yang terlalu sibuk semenjak jadwal praktikumnya mulai padat atau Renjana yang asyik berkurung diri.

Jadwal Try Out yang tinggal hitungan hari membuat para guru menghimbau agar tugas-tugas praktikum yang telah diberikan untuk segera dituntaskan.

Seperti hari ini, praktik olahraga renang yang diikuti oleh seluruh murid kelas 12 IPS dilaksanakan selepas bel pulang sekolah di lokasi yang biasanya digunakan oleh murid ekstrakurikuler renang dan usai sekitar pukul lima sore.

"Terimakasih untuk semua murid kelas dua belas IPS yang bisa hadir dan mengikuti praktikum dengan tertib,"

"Lalu untuk temannya yang tidak bisa mengikuti praktik pada hari ini, tolong saling diingatkan oleh kalian agar mereka segera mengikuti susulan. Paham?"

Gelegar paham dari seluruh murid yang jumlahnya tentu tak sedikit menguasai tempat itu.

"Baik. Kegiatan praktik penjas hari ini kita tutup dengan pembacaan doa. Berdoa menurut agama dan kepercayaannya masing-masing, mulai." Diturunkannya pengeras suara yang sejak tadi dipakai. Pak Feri beserta seluruh murid yang duduk di tribun menundukkan kepalanya dalam dan saling merapalkan doa dalam hati.

"Selesai." Ucap Pak Feri mengenakan pengeras suaranya lagi.

"Karena sudah selesai, Bapak minta agar tidak ada yang berdiam diri di area dalam lagi. Terimakasih, selamat sore." Himbau Pak Feri sebelum dirinya ikut bersiap untuk pulang.

"Ngopi dulu ga, sih," ucap Adam yang lebih terdengar seperti ajakan.

"Ayo, sih gue," jawab Berryl menyetujui.

"Ikut, kan, Ga?" Tanya Adam pada Lingga yang mengangguk sembari meneguk minuman botol.

"Ayo. lo traktir, kan?"

"Santai, Ling. Kita mah tinggal minum aja nanti." Timpal Berryl.

"Ngelunjak, gue kasih teh sisri lama-lama." Ucap Adam seraya menyampirkan tasnya dan menenteng totebag yang berisi beberapa keperluan renang tadi.

"Hai, Lingga,"

Sebuah panggilan yang ditujukan pada satu orang berhasil membuat tiga orang sekaligus menoleh secara bersamaan.

Ulah siapa lagi kalau bukan Melisa.

Gadis dengan cardigan rajut itu tampak telah mengeringkan rambutnya, bersiap untuk pulang diikuti kelima dayang-dayang setia.

"Loh, gue kira lo udah pulang,"

"Gimana mau pulang, lo aja belum pul--"

Tanggapan Tita untuk Lingga tersendat kala kakinya diinjak oleh Melisa hingga gadis itu meringis.

"Kenapa?"

"Udah, biarin aja. Dia emang suka gitu, aneh." Timpal Melisa sambil menunjukkan deretan giginya.

"By the way, tadi lo keren banget waktu pengambilan nilai," ungkap Melisa malu-malu.

"Komuk juga, anjir," koreksian Berryl yang tak diminta membuat Melisa mendelik kesal pada lelaki yang berdiri disamping Lingga itu.

"Lebih komuk juga lo." Ralat Melisa tanpa hati.

Berryl menggaruk tengkuknya yang tak gatal seraya menoleh pada Adam yang malah memalingkan wajah dengan tawa tertahan, lalu menggerakkan mulutnya hingga membentuk kata 'mampus' yang mengambang di udara.

"Thanks, Mel. Nilai lo pasti bagus," ucap Lingga diangguki oleh gadis berambut sebahu itu.

"Lo udah mau pulang?" Tanya Melisa.

"Iya, ini mau pulang, sih."

Sengaja Lingga tak memberi tahu bahwa dirinya akan mampir ke suatu tempat, karena pasti gadis bersurai hitam kecoklatan itu akan terus menghujaminya dengan pertanyaan baru.

"Udah nih wawancara dadakannya?" Tanya Berryl setelah melihat anggukan dari Melisa pada Lingga.

"Yuk, ah." Adam lebih dulu berjalan.

"Duluan ya, Mel." Pamit Lingga.

"Hati-hati, ya. Langsung istirahat juga," tanggap Melisa dengan raut yang dibuat semanis mungkin.

"Iya, siap." Tanggap Berryl membuat Melisa langsung merubah raut wajahnya.

"Lo tuh bisa ga, sih--"

"Ooohh ... Manusia berisik! Punya hati, tapi tak hati-hati." Berryl memotong ucapan Melisa dengan menyenandungkan lagu milik Dere yang berjudul Berisik dengan suara lantang seraya menyusul kedua temannya.

***

Letak cafe yang strategis dan tak jauh dari area sekolah sekaligus tempat renang tadi menjadi pilihan yang tepat untuk para anak muda.

Cafe bernuansa retro vintage dengan fasilitas perpustakaan mini pada bagian sudut ruangan menambah kesan damai ditengah hiruk pikuknya Kota Bandung.

"Eh, itu Agam, kan?" Tanya Adam saat tiga sekawan baru saja tiba.

Berryl memicingkan mata guna memperjelas pandangannya. "Lah, iya." Ucapnya menghampiri Agam diikuti oleh Adam dan Lingga.

"Oy! Sendirian aja." Sapa Berryl mendahului untuk bersalaman dengan Agam layaknya baru bertemu. Padahal, sewaktu di stadion renang mereka telah bertemu.

"Nungguin orang?" Tanya Adam yang telah duduk.

"Ngga, belum lama nyampe gue juga. Lagi nungguin itu." Ungkap Agam menunjuk meja counter dimana beberapa pegawai sibuk dengan tugasnya masing-masing.

"Taro Latte atas nama Renjana!" Teriak seorang perempuan yang mengenakan topi dan apron hitam dari balik meja counter.

Sistem waiting list yang mengharuskan pembeli menyebut nama asli maupun samaran untuk mengambil pesanannya kini mengalihkan atensi Lingga.

Kita tak bicara mengenai sistem yang digunakan di cafe ini, melainkan bicara soal pembeli taro latte bernama Renjana.

Lingga mencari pemilik nama tersebut yang akan mengambil pesanannya. Hanya ingin tahu, walau ia sadar tak mungkin itu adalah Renjana yang sama dengan yang selalu ada dalam pikirannya.

Jangan jangan nama renjana pasaran? Atau jangan jangan? ...

Daripada tebak tebakan sama Pal, mending vote komen biar Pal tambah semangat bikin kalian penasaran HAHA

Stay healthy && happy, darl

PETRICHOR  [ END ]Where stories live. Discover now