16. Lima Sekawan

70 44 64
                                    

Setelah perbincangan semalam yang ditutup dengan rasa penasaran yang tinggi mengenai apa penyebab Renjana menjadi seperti itu membuat Lingga bertekad akan mencari tahu.

Hari ini Lingga datang lebih awal, menghindari padatnya jalanan sekaligus agar tidak terlalu terburu-buru.

Dari jarak yang tak jauh, ia melihat Melisa bersama dayang-dayangnya menyembulkan kepala dari balik dinding tangga. Namun, dengan cepat gadis itu menghilang.

Ia pikir, gadis itu tengah bersembunyi dari seseorang. Lingga menoleh ke belakang dan ternyata ada Agam yang berjalan tak jauh juga darinya.

Saat hendak menaiki tangga seraya melepas jaket yang ia kenakan, langkahnya terhenti karena satu uluran tangan yang memegang tas kecil sedikit mengejutkannya. Namun, tak mampu membuat Lingga bergeming lama.

Hanya sepersekian detik lalu Lingga kembali melanjutkan langkahnya karena ia pikir bisa saja Melisa salah sasaran.

"Ih, Linggaaa, tunggu."

Langkah lingga lagi-lagi terhenti dan mengharuskan ia berbalik melihat Melisa yang menghampirinya seorang diri tanpa dayang-dayang seperti yang pertama kali Lingga lihat.

"Kok, malah lewatin gue, sih. Gue se-ngga keliatan itu emang?" Keluh Melisa.

"Loh, tadi emang tujuannya ke gue?" Tanya Linggga memastikan.

"Iyalah, siapa lagi coba,"

"Nih." Melisa menyodorkan tas bekal berbentuk kotak yang ukurannya tak terlalu besar.

Bersamaan dengan itu Agam melewati Lingga dan Melisa seraya berdehem lalu menjawab sapaan Melisa dengan kedua alis yang terangkat.

"Lingga, ih,"

"Hah?" Sahut Lingga kembali melihat melisa.

"Lo kenapa, sih? Ini, loh." Untuk kedua kalinya Melisa kembali menyodorkan tas kecil itu pada Lingga.

Saat Lingga hendak mengambil, ada tangan yang bertengger dibahunya secara tiba-tiba membuat ia mengurungkan pergerakannya.

"Anjaaay, dapet bekel. Gue dapet ga, Mel?" Ucap Berryl.

Melihat itu Melisa sepertinya kembali kehilangan mood. Mengapa setiap perempuan bisa secepat itu mengalami perubahan mood?

"Lo tuh bisa ga, sih, ga muncul tiba-tiba gitu?" Protes Melisa.

"Santai kali, Mel. Sewot mulu lo, mah," sahut Berryl.

"Kayak jelankung tau ga." Lanjut Melisa sambil menyipitkan matanya menatap Berryl tak bersahabat.

"Lah, terus gue tiap mau muncul depan lo harus calling-calling lo dulu maksudnya?" Tanggap Berryl yang tak merasa bersalah.

Mendengar ucapan Berryl yang semakin membuatnya jengah membuat Melisa berdecak kesal seraya merotasikan bola matanya lalu berbalik.

"Dih, ngambek. Mel!" Panggil Berryl pada Melisa yang menyerah dan memilih pergi sambil menghentakkan kakinya.

"Mel! Itu bekelnya--"

"--BUAT GUE!" Teriak Melisa menyergah ucapan Berryl tanpa berhenti berjalan bahkan berbalik menoleh.

"Buset, galak bener pagi-pagi." Gumam Berryl mengelus dadanya.

"Anggep aja latihan," ucap Lingga yang kembali mengeluarkan suara.

"Latihan apaan begitu?" Tanya Berryl menyeimbangkan langkahnya dengan Lingga.

"Latihan punya cewek yang moodyan," jawab Lingga tanpa beban.

"Yang ada gue spot jantung mulu," koreksi Berryl.

PETRICHOR  [ END ]Onde histórias criam vida. Descubra agora