IBU BILANG aku pernah menangis saat tertidur pulas. Kubilang bukankah itu sudah biasa? Aku pernah bermimpi Ibu dan Ayah asik main lompat tali sedangkan aku tidak diajak, bangun-bangun air sudah mengerak di pipi.
Aku juga pernah bermimpi dikejar setan. Aku menangis jeri, kenapa lariku dalam mode slow motion? Anehnya setan tidak benar-benar menangkapku meski tangan mereka terulur. Saat bangun tahu-tahu sudah jam enam pagi, aku hampir telat sekolah karena itu.
"Bukan yang itu, lain lagi. Kamu nangis bersenggukan pas tidur. Ibu enggak bisa bikin kamu bangun, padahal sudah jam delapan pagi." Ibu diam sebentar. Ia memakaikanku kebaya yang sudah dipesan jauh-jauh hari. Saat kucoba untuk mengancingkan sendiri, Ibu menipis halus tanganku. Lalu ia melanjutkan. "Badanmu kaku, matamu keluar banyak air sampai bantal basah parah."
"Aku pernah gitu?" Kusentuh bulu mata badai yang menggandoli kelopak mata. Selepas dirias, aku masih tidak terbiasa dengan lelehan gincu di bibir dan bulu mata Syahrini.
"Jangan diubek-ubek wajahmu!" Ibu menarik tanganku jauh-jauh dari riasan. "Lupa kamu, ya? Pas kamu masih SMA, loh. Jadi pas itu Ibu panik. Bapak sampai enggak jadi berangkat kerja. Bapakmu minta tolong tetangga yang kebetulan sedikit 'pintar'."
Walau dijelaskan begitu, alisku tidak berhenti menekuk juga. "Yang mana, sih? Lupa aku, serius."
Ibu memakaikanku sepatu hak rendah berwarna merah muda yang baru dibeli sebulan lalu, warnanya senada dengan kebaya yang kukenakan. Lalu Ibu menatapku. Ia menangkup wajahku. "Cah Ayu, Ibu enggak nyangka kamu sekarang mau nikah saja." Ibu menahan air matanya keluar. Saat aku hendak memeluknya, ia menahanku. "Nanti pas resepsi saja."
Ibu menggandeng tanganku. Kami keluar dari kamar, orang-orang sudah menanti di lorong. Saat menuju ke aula, Ibu kembali melanjutkan. "Bangun-bangun nangismu makin kencang. Pas ditanyai, kamu bilang, 'Enggak tahu. Pokoknya sedih'. Kata tetangga yang dipanggil Bapak, kamu kena usil setan. Ibu sampai pindah tidur ke kamarmu kurang lebih dua minggu buat jaga-jaga. Tapi syukurnya kamu enggak kenapa-kenapa setelah itu."
Aula masih sepi, hanya ada keluarga dan sanak saudara saja. Aku dituntun ke kursi tamu, di antara para saudara yang sudah menunggu. Mereka menyelamatiku dan mendoakan kebahagiaanku.
Entah kenapa rasanya ini adalah kebahagiaan yang kutunggu-tunggu sudah sangat lama. Di sisi lain muncul kesedihan yang sama besar, rasanya aku telah meninggalkan sesuatu di belakang. Ibu buru-buru mengusap air mata dengan tisu yang dipegangnya. "Untung makeup-nya waterproof."
Aku terkekeh kecil.
"Nanti jangan lupa prosesi ngidak tigan-nya. Cuci bersih kaki suamimu," kata sepupuku.
Aku berbisik, "Aku bahkan sudah gladi bersih bolak-balik."
Kutangkup kedua tanganku dan memainkan kesepuluh jemarinya. Aku merasa seperti ada yang ketinggalan. Saat kutanya di mana gawaiku, Ibu bilang sudah aman di nakas. Aku mengangguk, seharusnya hatiku lega. Namun jemariku bergerak sedikit lebih liar lagi.
Demi menghilangkan sesuatu yang tidak enak ini kujabat tanganku sendiri. Jempol kiriku mengusap halus pasangannya, si jempol kanan. Ibu menudungi tanganku dengan tangannya. "Kau bahagia, Dahayu?"
Aku tersenyum lebar.
Aku bahagia lebih dari apa pun.[]
The Crying Whales
483 kata
Pertama-tama ini bukan chicklit. Walau prolognya chicklit sekali, tapi bukan, kok 😂
Kedua, cerita ini pernah kupublikasikan di sini sebelumnya dengan sampul yang terpampang nyata di awal, tapi dirombak karena alurnya terlalu berisiko. Jadi tuh awalnya aku pakai formula alur maju-mundur. Setelah outline-nya didiamkan beberapa bulan, kok ribet sekali pas kubaca ulang. Jadi kusederhanakan.
Ketiga, prolog ini paling pas menurutku :"v
Keempat, jangan nunggu AyamLincah update, ya? Nanti jamuran kalian. Diniqmati saja sesi bolak-balik-di-PHP-in-Ayam.
AyamLincah
Jumat, 14 Januari 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crying Whales
Fantasy[Pemenang Wattys 2023 Kategori Twist Terbesar] Setelah bertemu dengan Nenek Bontot, aku melihat penampakan paus terbang di langit. Kupikir itu hanya halusinasi atau sisa-sisa fantasi masa kecil yang baru terwujud saat stres mendera. Kupikir begitu...