35

693 135 9
                                    

Tak jarang aku mencari lebih dalam tentang aborsi. Di remang-remangnya kamar, aku menggulir artikel demi artikel cara menggugurkan kandungan. Diko bilang semakin cepat digugurkan, aku tidak akan merasakan sakit luar biasa. Padahal dilihat dari semua cara aborsi, tidak ada yang semelegakan berak.

Dipikir-pikir aku sudah telat menstuasi. Aku tak pernah berpikir itu ulah kehamilanku. Sejauh ini aku telat datang bulan karena sedang stres saja. Tugas-tugas kuliah tidak ada habisnya, situasi itu seringkali mempengaruhi siklus menstruasi. Tetapi aku tidak curiga sedikitpun kenapa telatnya bisa lebih dari dua minggu.

Diko mendesakku agar segera cek ke dokter demi bisa menentukan metode terbaik dalam menggugurkan kandungan. Saking seringnya mendesak, isi pesan kami tidak jauh-jauh dari kata 'hamil' dan 'aborsi'.

Kata Diko ia tidak mau citra keluarganya rusak. Tentu saja aku tidak mau kalah! Siapa juga yang sudi mengaku sedang mengandung. Kami berakhir saling menyalahkan satu sama lain. Aku berani bersumpah tak pernah membuka bajuku untuk Diko, tetapi ia yakin telah melakukan itu dua kali.

Rasanya aku ingin berteriak histeris, namun tak bisa. Bagaimanapun Mama orang yang peka. Lebih-lebih Mama pernah berada dalam situasi yang sama denganku. Jika ia tahu aku tampak lelah dan mual-mual, tamatlah riwayatku.

Aku mengawali hari dengan ketakutan. Pagi yang seharusnya membawa semangat malah diawali dengan mual dan pusing luar biasa. Papa dan Mama tak mendengarku mual-mual, sebab aku menahannya sekuat tenaga. Saat mualnya tak terelakkan, aku akan pergi ke taman belakang dan memojok. Lambungku mengeluarkan isi perut. Namun aku tidak melihat makanan yang keluar, justru sekadar cairan seperti kumpulan air liur biasa.

Biasanya Diko akan mengirimku pesan tepat setelah mual-mual, seolah-olah ia paham reaksi tubuhku; seolah-olah ia mengamatiku. Saat aku bertanya bagaimana ia bisa tahu, Diko juga ikut membaca artikel serba-serbi kehamilan. Ia mengimbuhkan, awal-awal kehamilan ada baiknya aborsi pakai obat-obatan—antara ditelan atau memasukkan obatnya langsung ke vagina.

Nanti dinding rahimmu bakal dibikin tipis sama tuh obat.

Nanti janin yang belum jadi enggak bisa nempel

Stres!

Aku bakal pendarahan abis itu

Terus gimana lagi, Esti?

Aku gak sudi aborsi.

Datang ke rumahku

Duh

Kusentuh perut rataku. Di sini ada jabang bayi yang masih berupa gumpalan darah. Ia belum punya daging, tulang, apalagi jiwa. Diko bilang aborsi di minggu-minggu awal tidak akan menyiksa bayi, sebab bagaimanapun bibit di perutku berupa gumpalan. Belum terbentuk organ otak yang menciptakan rasa sakit. Jadi mau dibuang pun kemanusiaan tetap terjaga. Ia berpandangan kemanusiaan akan rusak jika fisik manusia lain tersakiti.

Pacarku yang lolot. Seandainya aku bisa memukulnya hari itu, pikirannya mungkin bisa lebih waras. Akhirnya kukirim pesan agar ia mencari artikel cara menjadi ayah yang baik dan bertanggung jawab, sebab aku akan mempertahankan perutku.

Aku sebenarnya tidak siap. Saat melihat Papa dan Mama, aku merasakan kasih sayang dan harapan di sepasang mata lelah mereka. Sementara aku sudah menghancurkan itu, menggantinya dengan senyuman paksa dan bibit di rahim.

Di malam menjelang libur panjang, Papa tidak biasanya lebih ceria. "Mama udah bungkus oleh-olehnya ke kardus. Papa juga sudah taruh baju ke koper. Nanti bajumu dijadikan satu, ya? Enggak usah bawa banyak-banyak. Di rumah Nenek ada stok baju."

The Crying WhalesWhere stories live. Discover now