28

781 165 23
                                    

Si Tukang Gebuk itu menghalangi pendanganku. Ia sepenuhnya melarangku mengobrol dengan Nebo lebih lanjut. Dengan sangat terang-terangan ia berkata aku bisa mencelakakan Nebo. Padahal aku tidak membawa benda tajam apa pun. Ia tanpa ragu mengacungkan tongkat andalannya itu.

"Semakin lama kau berbincang dengan Nenek, semakin gila tingkahmu." Ekor matanya meruncing, seakan-akan ekor matanya bisa menusukku dengan sekali tatap. Ia menatapku hina. Lengannya yang menonjolkan urat-urat itu siap membogem.

Nebo dibawa ke dalam toko. Aku tidak dibiarkan bertanya lebih lanjut. Dengan percaya diri ia bertanggung jawab mengganti tugas Nebo. Ia akan menjelaskan semua hal padaku. Bukankah malah semakin buruk?

Ia mantap menarik kursi, duduknya pun berhadapan. Ia pasang badan menantang seperti mengajak adu panco. Tatapannya sama sekali berbeda dengan keluwesan Nebo. "Bagaimana bisa nenek tua itu merekrutmu sebagai pelayan?"

"Pertama-tama aku bukan pelayan, begitu pula dengan semua orang di sini." Ia menyingkirkan teh Nebo seolah-olah di meja ini dikhususkan untuk dia dan aku. "Kami sama sepertimu, jiwa kami tersesat. Tapi kau lebih cocok disebut tersesat dari yang tersesat."

Dengan mengabaikan sindirannya tadi, aku lanjut bertanya, "Kalau kita semua jiwa tersesat, berarti Nebo juga sama?"

"Tidak sama," sanggahnya. "Nebo adalah sekeping bagian dari dirimu, ia juga sekeping dari jiwaku, pun sekeping dari jiwa-jiwa tersesat lainnya. Singkatnya Nebo adalah sekumpulan kepingan kecil dari jiwa-jiwa yang tersesat. Nebo mewujud menyerupai manusia."

Katanya Nebo disebut sebagai penjaga jiwa. Tidak hanya ada Nebo di sini, setiap ruko yang kulewati dihuni oleh seorang penjaga jiwa dengan para jiwa tersesat asuhannya. Tugas utama Nebo menampung dan menjaga kewarasan jiwa-jiwa tersesat sebelum mereka dibawa ke Atas. Kata perempuan itu Yang Di Atas tidak mau mengangkat manusia yang bahkan masih belum mengenal siapa dirinya.

Aku tidak bisa menahan seringaian. "Bahkan setelah melalui banyak fenomena gila, entah kenapa ini masih terasa dongeng."

Sejenak ia menatapku memelas, tatapan persis seperti yang Cici perlihatkan. Itu membuat seringaianku cepat memudar. Aku benci tatapan itu. "Kenapa ... kenapa kau tidak pernah mengerti?" katanya memelas.

"Oke kulanjutkan saja." Sesungguhnya mendengarnya ceramah membuat tangan gatal ingin terbang menyentuh wajahnya. Ia seolah-olah sedang mengajar siswa tolol. Namun aku masih mampu menahan. "Jadi sekarang aku ada di mana?"

"Dunia nol. Dunia antara orang hidup dan dunia mati."

"Jadi bisa dikatakan aku sekarat?"

"Mati," ketusnya. Ia mulai menjelaskan dengan mata membelalak lebar. "Bukankah Nebo sudah bilang berkali-kali kalau kau sudah mati? Itu mutlak. Semua ruko yang kau anggap gaib, juga matamu yang melihat reruntuhan kota, hujan, dan paus yang katamu bisa terbang itu baru terlihat saat kau sudah mati. Camkan baik-baik di kepala, sekalian dicatat agar kau tidak bertanya hal serupa."

Ekspresinya yang berlebihan itu semakin menambah kegatalan di tangan, tetapi masih mampu kutahan. "Kalau aku memang sudah mati, untuk apa Nebo menyuruhku berkomunikasi dengan paus-paus terbang itu?"

"Pertama dan yang utama, Nona Barbar, aku tidak pernah melihat paus terbang. Tidak semua orang punya penglihatan yang sama denganmu. Jika kau melihat reruntuhan kota dan hujan, itu berarti penglihatanmu. Jika kau berinteraksi dengan paus terbang, itu berarti hewan spirit-mu. Visimu berbeda dengan visi jiwa-jiwa lainnya. Semisal contoh penglihatanku diisi tebing curam dan cuaca pagi cerah. Dunia nol hanya wadah, Nona Barbar. Ruang dan waktu fleksibel tergantung setiap individu. Kau paham, bukan?"

Tatapannya seperti seakan mengancam akan membacok bila aku berkata tidak paham. "Paham. Lanjutkan." Sebenarnya aku tidak mengerti anak ini bicara apa.

"Kedua, selain Penjaga Jiwa, ada entitas penghubung yang berwujud hewan spirit." Ia memperbaiki dudukannya sejenak. "Hewan spirit-mu itu entitas penghubung antara dunia nol dengan dimensi orang hidup. Kau tidak akan bisa menyeberang ke dunia orang hidup kalau tidak ada 'bus', hanya hewan spirit-mu yang bisa mengantar."

The Crying WhalesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang