3. Tidak Ada Sosok Ibu

187 22 13
                                    

Halo, gaisss!!!!

Minal aidzin wal faidzin yaa, mohon maaf lahir dan batin 🙏🏻

Gimana lebarannya? Dapat THR berapa nihh??? 😌

Maaf karena baru sempat next lagi, aku lagi berusaha nabung bab biar kalian gak bosan nunggu lanjutannya 🥲

Jangan lupa vote dan komen ya!!! Karena itu sangat berarti sebagai penyemangat nuliskuu✨✨✨

Selamat membaca, btw.

***

Mata Darva tertuju pada sebuah foto dipojok ruangan kamarnya. Foto yang menunjukkan seorang gadis kecil di dalam mimpinya sendiri. Selama ini Darva selalu merasa bahwa gadis itu nyata, dan setelah bertemu dengan Ivara ia jadi yakin bahwa gadis itu benar adanya.

“Va, kamu ditunggu sama Papa di teras.” Suara seorang wanita menyadarkan Darva. Sesegera mungkin pria ini menuju tempat yang dimaksud.

Begitu sampai di teras rumahnya, Darva melihat seorang pria yang tengah duduk sembari mengisap sebatang rokok di tangannya.

“Nah ini dia, anak yang Papa tunggu. Sini, Papa mau minta tolong,” pinta laki-laki dewasa itu.

Darva menarik salah satu kursi kosong yang ada di dekat sang papa dan mendudukinya. “Ada apaan sih, Pa? Tadi Bunda suruh Abang ke sini.”

Pria itu menyimpan rokok yang dipegangnya dan mulai membuka sebuah album yang terletak di sisi meja lainnya. Lembar demi lembar dari dalam album itu ia buka hingga sampai ke halaman 10. Di halaman itu, terdapat sebuah foto seorang gadis yang baru saja Darva kenali hari ini.

“I-ivara?”

“Ah, ternyata kamu udah kenal sama dia?” lempar pria itu dengan senyuman yang terlihat senang.

Darva mengangguk kecil. “Iya, dia salah satu korban penculikan itu kan? Dan dia sekarang satu sekolah sama Abang, lagian Papa ngapain kasih tunjuk foto dia sih?”

“Papa harus balik lagi ke Amsterdam dan setelah itu Papa akan kembali ke Amerika. Sebelum Papa pergi, Papa mau kamu jaga Bunda dan jaga gadis ini, jangan sampai dia kenapa-kenapa. Intinya, dalam tugas ini kamu harus ikuti semua kata-kata Papa. Paham?”

Perkataan sang papa tersebut semakin membuat Darva kebingungan. Jaga? Apa urusannya dengan dia? Kenapa ia harus menjaga seorang gadis yang baru saja ia ketahui?

“Memang dia siapa Pa? Kenapa aku harus jaga dia?”

This not the time for you to know about her,” tegas pria di hadapan Darva itu.

“Tapi, Pa! Gimana Abang mau jaga kal—“

“Darva!” Sorot mata pria itu berubah menjadi tajam dan mengintimidasi. Sorot mata yang Darva benci sejak kecil, karena sorot mata itu ia selalu menuruti semua kemauan kedua orang tuanya.

Meskipun dipanggil dengan sebutan ‘abang’, Darva merupakan anak tunggal. Ia berpikir sebutan itu mungkin diberikan karena ia terlahir sebagai cucu pertama dari dua keluarga besar.

Gue bakal cari tau sendiri jati diri Ivara yang sebenarnya.

***

Pikiran Ivara terus tertuju pada ucapan seorang detektif di kantor polisi tadi. “Mohon maaf, pencarian kedua orang tua kamu terpaksa kami hentikan, karena selama 1 bulan ini kami tidak menghasilkan apa pun.”

Ini semua benar-benar terasa aneh bagi Ivara. Keluarganya dulu sangatlah harmonis. Tidak mungkin jika kedua orang tuanya pergi begitu saja tanpa meninggalkan jejak sedikit pun.

AFVARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang