17. Kerapuhan

75 15 7
                                    

Hai hai gaiss!!!

Selamat membaca part 17 yaa!!! Oh iya, aku bakal up PART 18 BESOK kalau rame!!!

So, jangan lupa vote dan komennya ya, lapyu 🖤

***

“Terus sekarang lo mau gimana, Sal?” tanya Jiya yang baru saja masuk ke dalam kamar dengan segelas air mineral.

Walaupun Jiya menyodorkan gelas itu padanya, Salvina tetap terdiam. Atas semua masalah yang tengah terjadi, ia benar-benar tidak haus sedikit pun.

Yashvi melirik ke arah Jiya dan Ivara, gadis ini yang paling panik begitu mendapatkan kabar mengenai Salvina. “Apa kita harus tes juga? Duh kalau bokap gue tau gimana ya? Gue gak mau disiksa lagi,” risaunya.

“Jangan bahas diri lo dulu dong Yash, yang udah jelas positif HIV di sini kan Salvina bukan lo,” balas Jiya.

Salvina hanya terdiam lesu sambil memeluk lututnya sendiri. Tatapannya pun terlihat sangat kosong. Sementara Ivara, gadis itu masih sibuk membaca buku hitamnya.

“Kita juga ada kemungkinan terinfeksi Ji, gimana kalau itu benar? Dan gimana kalau semua orang tau?”

Kepala Jiya benar-benar terasa sakit mendengar kepanikan Yashvi. Belum lagi kondisi Salvina yang benar-benar terlihat mengkhawatirkan.  “Ingat ya Yash! Selama ini semua orang tau kasus kita lebih dalam karena lo selalu speak up sama media! Lo gak bisa mengeluh mengenai hal yang lo perbuat sendiri!”

Yashvi berdecak dengan kesal. Ia juga tidak ingin seperti itu. Tapi keadaan memaksanya untuk bertindak di luar kendali dan hati. “Gue juga gak mau umbar rahasia gue ke orang lain! Tapi siapa yang bisa lawan bokap gue? Lo bertiga juga sama ciutnya sama gue!”

Bola mata Jiya berputar dengan malas. Di saat seperti ini, berdebat dengan Yashvi bukanlah hal yang tepat. Gadis itu kembali menatap sendu ke arah Salvina. “Sal, lo mau gimana sekarang? Lo mau bilang sama nyokap lo?”

Salvina menggeleng dengan lemah. “Jangan sampai Ibu tau soal ini, gue gak mau nambah beban baru,” risaunya.

Mendengar jawaban itu, mata Jiya beralih menatap Ivara. “Lo ngapain sih, Ra? Sahabat lo lagi dalam masalah, lo malah sibuk baca buku hitam jelek dan gak berguna kayak gitu!” tegurnya.

Begitu Jiya sudah menegurnya, Ivara memilih untuk menutup buku. “Gue lagi cari tau siapa itu Pulpo Maldavo! Semua hal mencurigakan selama kita di sana ada di dalam buku ini-” Ivara menggantungkan kalimat, matanya mengedar menatap satu per satu wajah sahabatnya.

“Gue gak tahan lagi sama semua ini! Gue kehilangan orang tua, Salvina kehilangan kesehatan, dan kita semua kehilangan keperawanan! Udah ini apa?” imbuhnya dengan suara yang terdengar serak karena menahan tangis.

Jiya terdiam begitu mendapatkan ultimatum balik dari Ivara. Pandangannya mengenai buku yang jelek dan tidak berguna itu ternyata salah besar. “Lo mau apa? Lo gak bisa urus semua itu sendiri, kita harus bantu lo. Bukan cuman lo korbannya, tapi kita juga,” ujar Jiya memperingatkan.

“Masih ada sekitar 50 halaman lagi yang harus gue baca. Sejauh ini gue tandai kebiasaan Pulpo Maldavo ke kita semua dan juga hal-hal yang mencurigakan. Kalau lo semua mau bantu, kita bahas besok sepulang sekolah,” timpal Ivara dengan jelas.

Setelah menyimpan buku hitam itu di atas meja, perlahan Ivara berjalan mendekati kasur dan memeluk Salvina. “Lo gak sendiri. Kita semua gak sendiri. Apa pun keputusan lo ke depannya, kita bakal dukung,” katanya kemudian.

Salvina memaksakan sebuah senyuman di bibirnya. “Thank you so much, guys. Untuk sementara waktu ini, jangan kasih tau siapa-siapa, termasuk Ibu.”

AFVARAWhere stories live. Discover now