33. Penyelamat atau Pengkhianat?

19 0 0
                                    

Halo gais!! Atas nama pribadi, aku minta maaf yang sebesar-besarnya karena baru bisa next lagi sekarang :((

***

Sesuai dengan dugaannya, saat ini sudah ada puluhan wartawan yang berjaga di depan rumah Salvina. Tentu saja mereka ingin mendengar informasi atau klarifikasi akurat dari mereka. Kepala Ivara menoleh ke kanan, melirik Darva yang tampaknya terkejut melihat pemandangan tersebut.

"Gue gak masalah kalau lo mau minta kita balik lagi ke tempat sebelumnya." Darva angkat bicara. Tidak mungkin juga ia membiarkan Ivara turun dari mobil dan harus menjawab pertanyaan mereka semua yang mostly didominasi oleh media brengsek milik keluarga sahabatnya sendiri.

Tangan Ivara menarik tas yang berada di kursi belakang. "Gue gak apa-apa, Va. Kasian Tante Rengganis sama Salvina kalau gue gak ada di rumah," sahutnya dengan tulus. Sebenarnya, Ivara tidak ingin memperkeruh suasana dengan ketidakberadaan dirinya di rumah.

Akhirnya Darva pun membuka kunci mobil, agar Ivara bisa keluar dan berjalan menuju rumah. Namun tentu saja, ia tidak membiarkan Ivara untuk berjalan sendirian. Darva mengawal dari depan, menghalau para wartawan yang berusaha mewawancarai Ivara.

"Makasih banyak ya, Va, lo udah banyak bantu gue hari ini," cetusnya begitu mereka berhasil menerobos kerumunan dan berada di teras rumah.

Kepala Darva mengangguk kecil dengan senyuman. Sepersekian detik setelahnya, ia mengerutkan kening. Tangan kirinya menunjuk pada tumpukan barang yang belum disadari oleh Ivara. "Lo, Tante Rengganis sama Salvina mau pindah? Kok gak bilang sama gue atau Bunda?"

Ivara melongo. Butuh waktu beberapa saat untuk dirinya sadar bahwa semua barang yang ditunjuk oleh Darva adalah barang miliknya. Sesaat kemudian ia mengerti bahwa Rengganis mengusir dirinya dari rumah itu.

"Wah, kurang ajar!" sungut Darva yang juga ikut tersadar. Pria itu sadar karena barang yang berada di teras hanya sedikit dan tidak mungkin jika itu merupakan barang yang dimiliki oleh 3 orang wanita.

Darva mengambil langkah besar, ia berjalan menuju pintu. Menggedornya dengan keras dan memanggil nama Rengganis serta Salvina. "Lo sama nyokap lo gak bisa kayak gini! Lo harus dengar penjelasan dari Ivara dulu, Sal!" teriaknya untuk yang terakhir kali. Sebelum Ivara memintanya untuk berhenti.

"Cukup, Va! Gue pantas menerima semua ini, gue yang salah karena gue ceroboh!" umpatnya pada diri sendiri. Ivara memeluk dirinya dan kembali menangisi nasibnya sendiri.

***

"Jangan, Bu!" larang Salvina di saat Rengganis akan membuka pintu rumah mereka. "Ivara biar jadi urusan Salvina, Ibu jangan marahi dia," lanjutnya memohon.

Rengganis membuang napas kasar, ia pergi dari balik pintu dengan rasa marah dan kecewa. Meninggalkan putrinya yang sedikit bimbang di sana. Sebenarnya Salvina juga marah, tapi ia tidak menyangka jika Ivara harus keluar dari rumahnya dengan cara yang seperti ini.

Setelah Rengganis pergi, Salvina menyandarkan dahinya pada pintu, matanya terpejam hingga meneteskan beberapa bulir air mata. "Maaf Ra, tapi gue kecewa sama lo," lirihnya dengan suara yang sangat kecil.

Dari balik jendela rumahnya, Salvina menatap kepergian Ivara dan Darva dengan sendu. Ada perasaan sakit yang dipenuhi tanda tanya di dalam hatinya. Tersirat rasa tidak percaya, tetapi semua bukti nyata sudah ada di depan mata.

***

Tangan Darva kini sudah dipenuhi dengan barang bawaan Ivara. Begitu pun dengan pundaknya yang menggendong sebuah tas besar milik gadis itu. "Lo jangan lupa, kalau Bunda adalah wali lo. Mulai sekarang lo bisa tinggal di rumah gue, Bunda pasti setuju, Ra," ucapnya dengan lembut.

AFVARAWhere stories live. Discover now