15. Kunjungan Rutin

69 13 6
                                    

Hai semuanya!!!

Selamat membaca kembaliiii....

Anyway, jangan sider dong:( aku semangat banget kalau kaliannn vote dan komen cerita aku.

Aku tunggu yaa!!!

***

Afka tersenyum tipis sebelum ia menggerakkan tangannya untuk mengambil sebuah clipboard dari tangan Arzan. “Sekali lagi saya ucapkan terima kasih untuk rekan-rekan yang sudah datang di kunjungan bulan ini dan selamat bertugas!” tutup Afka di dalam perkumpulan.

Hari ini para anggota relawan lingkungan dan sosial dari seluruh sekolah di kota Jakarta tengah mengadakan kunjungan ke sebuah desa pengrajin barang bekas. Karena ini merupakan program kerja Afka, maka dirinyalah yang memimpin.

Selesai melakukan briefing, pria bertubuh jangkung itu merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel. Memastikan bahwa Ivara benar-benar akan datang ke desa ini sekarang.

Setelah menunggu hampir setengah jam, akhirnya Afka melihat Ivara turun dari sebuah taksi yang berhenti di depan gerbang desa.

Ivara tertegun selama beberapa saat begitu turun dari taksi. Bukan karena takut. Bukan juga karena pikirannya kalut. Gadis itu takjub dengan desa pengrajin barang bekas di hadapan matanya.

Ekspetasi Ivara benar-benar jauh dari realita. Awalnya ia berpikir bahwa desa itu akan terlihat kumuh karena dipenuhi oleh sampah-sampah pilihan yang merupakan barang bekas. Namun nyatanya, desa itu tampak asri dan indah sekali. Bahkan di gerbang pintu masuk saja sudah dihiasi oleh pot bunga aesthetic yang terbuat dari lampu-lampu bekas.

“Ra! Lo diam di sana bukan karena speechless liat gue kan?!” teriak Afka yang menyadarkan Ivara.

Gadis yang hari ini berpakaian ala cewek bumi itu pun tertawa mendengarnya. Tanpa berpikir panjang, ia berjalan masuk menghampiri Afka. “Lo berharap apa memangnya dari gue? Sampai berani ngomong kayak gitu?” lontar Ivara.

“Yaahhh pakai ditanya lagi, ya berharap lo jadi pacar gue lah,” celetuk Afka. Kedua anak remaja itu kini tengah berjalan menyusuri desa.

Ivara tersenyum dengan lebar, detak jantungnya terasa tidak beraturan. Pipinya pun terasa memanas. “Memangnya lo yakin, gue mau jadi pacar lo?”

“Memang lo gak mau jadi pacar gue? Mbak Neneng aja udah gak sabar untuk gue lamar tahun depan.”

Kaki Ivara berhenti depan sebuah teras rumah di mana orang-orangnya tengah sibuk membuat pigura dari ranting pohon. “Kalau mau lamar Mbak Neneng, ngapain ajak gue pacaran?”

Kening Afka mengerut. Bibirnya tersenyum miring. “Loh gue ajak lo pacaran ya? Kan gue cuman berharap lo jadi pacar gue doang.” Sial! Kali ini Ivara berhasil dibuat terdiam oleh Afka.

Kendati demikian, keduanya sama-sama dibuat salah tingkah oleh perkataan mereka sendiri.

Tidak lama, seorang anak gadis dengan seragam putih biru yang masih melekat di tubuhnya berjalan menghampiri mereka dengan membawa sebuah lampu bekas yang dijadikan sebagai vas bunga mini. “Kak Afka! Ini untuk Kakak,” ucap gadis itu.

Afka mengulurkan tangan kanannya untuk mengambil benda kecil itu. “Wahhh, terima kasih banyak ya!!” seru Afka dengan ekspresi yang membawa keceriaan.

Setelah gadis itu pergi, Afka menyodorkan benda di tangannya pada Ivara. “Ini, anggap aja bunga pertama dari gue,” katanya.

Ivara menoleh dan menatap benda kecil yang terlihat minimalis dan aesthetic itu. Lucu sih, tapi gadis itu agak gengsi untuk mengambilnya. Tidak enak juga pada gadis SMP yang sengaja memberikannya pada Afka. “Itu kan punya lo dari adik yang tadi, jangan kasih barang pemberian ke sembarang orang,” tolak Ivara.

AFVARAWhere stories live. Discover now