11. Gadis Nomor Satu

77 16 8
                                    

Hai, gaiss!!! Selamat malam minggu ✨

Jangan lupa vote dan komen ya untuk part ini!

***

Tepat 10 menit sebelum bel istirahat berbunyi, Genta ketua kelas XII IPA 3 memasuki ruangan kelas dengan lembaran jawaban ujian matematika yang sudah dihiasi bolpoin berwarna merah di tangannya.

“Woy!! Duduk lo semua! Gue mau bagiin nilai ujian matematika minggu lalu dari Bu Gia!” teriak Genta di depan kelas.

Beberapa siswa menurut dengan ucapan Genta, tapi sebagian lagi tidak. Meskipun demikian pria berambut ikal itu tetap membagikan lembaran kertas tersebut.

Itulah mengapa Genta terpilih sebagai ketua kelas selama 3 tahun berturut-turut di sekolah ini. Genta tidak pernah memaksa teman-temannya untuk melakukan sesuatu. Ia benar-benar tipe ketua yang pasrah terhadap anggotanya.

Begitu mendapatkan kertas ujian, Ivara tersenyum dengan bangga. 100. Nilainya sempurna, sesuai dengan sebagaimana mestinya.

Arfi, siswi yang duduk di hadapan Ivara melirik nilai gadis itu dan terkejut. “Ra! Ini seriusan nilai lo?!” tanyanya sedikit teriak. Tentu saja hal itu membuat siswa lain jadi penasaran.

Mata Ivara mengedar melihat ke sekeliling. Terlihat jelas bahwa saat ini ia tengah menjadi pusat perhatian dari seluruh teman sekelasnya.

“Emang nilai dia berapa sih, Ar?” tanya Dion, seorang siswa di bawah rata-rata yang tengah berdiri di sudut ruangan.

Arfi terdiam. Ia menunggu Ivara menjawab pertanyaan tersebut, tapi gadis itu malah ikut terdiam juga. “Nilai dia 100 anjir!!! Padahal nilai matematika tertinggi di kelas ini aja cuman sekitar 75!”

Matematika yang dimaksud di sini merupakan pelajaran matematika peminatan. Pelajaran matematika yang khusus diperuntukkan untuk anak IPA saja.

Lea berjalan mendekat dengan penuh rasa iri dengki di dalam hati. Seharusnya ia yang mendapatkan nilai tertinggi, seperti biasanya. “Bayar Bu Gia berapa lo sampai bisa dapat bocoran soal kayak gitu?!” tajamnya. Tangan gadis itu naik menarik lembar jawaban yang dipegang oleh Ivara.

Mata Ivara membulat, tatapannya penuh kebingungan. Tidak menyangka bisa bertemu dengan seorang Lea yang otaknya dangkal seperti ini. “Lo pikir gue cewek murahan yang suka main kotor apa?!”

Ivara kembali merebut kertas tersebut, namun Lea menahannya dengan kuat sehingga membuat kertasnya terbagi menjadi 2 bagian. “Jalang!” maki Ivara.

“Ngomong apa lo?!” Bukan Lea jika tidak melawan, bukan Lea juga jika tidak menjadi nomor satu. Kini gadis itu sadar bahwa kehadiran Ivara di sekolah ini tidak lagi menjadikannya nomor satu di dalam segala hal. “Lo masih murid baru anjing! Jangan macam-macam sama gue!”

“Kenapa?” tanya Ivara dengan datar. “Lo takut kalah saing sama gue?” Suaranya terdengar memelan, namun semakin tajam.

Lea menaikkan tangan dan melipatnya di dada. “Gue gak pernah main kotor kayak lo ya setan! Selama ini gue dapat nilai bagus karena belajar, bukan nyolong jawaban atau nyontek kayak lo!”

“Lo yang setan! Omongan lo aja gak dijaga, kayak kita kenal aja!” tajam balik Ivara.

Lea tidak menyangka jika Ivara akan membalasnya seperti itu. Di saat Lea melengah, tangan Ivara dengan cepat merebut potongan kertas lainnya dan berjalan keluar kelas.

Hati Lea semakin memanas dengan tingkah Ivara yang seperti itu. Seumur hidupnya, gadis itu tidak pernah dipermalukan seperti tadi. Kini Lea bersumpah akan terus mempermalukan Ivara selama keduanya berada di sekolah ini.

AFVARAWhere stories live. Discover now