31. Tak Terselamatkan

32 5 0
                                    

Hai gaisss!!! Kangen gak sih sama AFVARA? Tenang-tenang, kali ini udah masuk puncak konflik kok.

So, jangan lupa vote sama komennya yaa!!!  ✨✨✨

***

Tangan kanan Ivara baru saja selesai memindahkan gelas bekas terakhir ke atas nampan pada meja kafe yang pelanggannya pergi beberapa menit lalu. Setelah itu, ia mengambil sebuah lap kecil dan mengelap meja kosong berwarna coklat tua itu hingga bersih.

Sesekali, pandangannya melirik ke arah Darva yang duduk pada sebuah kursi di sudut ruangan. Pada mejanya terdapat segelas es kopi dengan rasa choco latte. Tanpa ia sadari, tangan kirinya yang memegang nampan mulai bergetar, tidak seimbang. Karena barang yang ada di atasnya cukup banyak.

BRAAKKK!!

Sontak Darva menoleh. Tidak hanya Darva, tetapi pelanggan dan pekerja lain yang juga berada di ruangan sama dengannya. melihat itu, Darva segera berjalan mendekati Ivara dengan suara decakan kecil yang keluar dari mulutnya.

“Lo kenapa sih, Ra?!” tajam Darva yang entah mengapa jadi naik pitam pada gadis itu. Tangan Darva mencengkeram lengan Ivara dan sedikit menyeretnya dengan kuat menuju dapur.

“Lepas, Va!” berontaknya. “Gue yang harusnya tanya sama lo! Lo yang kenapa? Lo cemburu karena gue pelukan sama Afka di kantor polisi tadi?! Lo tau sendiri kan kalau gue sama Afk—”

“Gue berusaha keras untuk lupa bagaimana gue sayang dan cinta sama lo, Ra. Untuk apa gue cemburu sama lo berdua?!”

“Kalau gitu kenapa? …. Kenapa lo perlakukan gue seolah gue itu cewek murahan di mata lo? Kita gak pernah punya hubungan apa pun, Va!” 

“Bacot lo! Gue gak peduli! Jangan bawa masalah pribadi kita ke kafe, Ra! Di sini gue atasan dan lo cuman bawahan gue!”

Ivara menelan salivanya. Belum pernah ia melihat Darva semarah ini. “Jelas-jelas di sini lo yang bawa masalah pribadi ke tempat kerja, Va,” cicitnya dengan kepala tertunduk. Gadis itu melongos. Meninggalkan Darva yang terlihat frustrasi dengan mengacak-acak rambutnya.

“Maaf, Ra. Harusnya gue gak marah sama lo. Bokap kita yang brengsek, Ra!”

Sepulang dari kantor polisi tadi, Darva berhasil melacak nama lengkap kedua orang tua Ivara dengan bantuan dari Arzan. Sebenarnya Arzan tidak perlu masuk ke dalam sistem SMA Palmeda untuk mengetahui hal tersebut, karena Ivara pernah memberikan secarik kertas yang berisi nama lengkap kedua orang tuanya. Namun, Darva membutuhkan bukti yang lebih dari itu.

***

“Ivara!!!” Seorang gadis berteriak gembira menyerukan nama itu. Meskipun usianya sudah berkepala dua, ia tetap berlari kecil bak anak kecil yang melihat temannya bermain ke rumah.

Gadis itu memeluk Ivara dengan erat. Begitu juga dengan Ivara, yang membalas dengan pelukan hangat. “Aahh!! Gue kangen banget sama lo, Kak!” cetusnya dengan tulus. Tentu saja Ivara tidak berbohong. Ia sudah lama ingin bertemu kembali dengan Nazwa untuk menceritakan hobi mereka yang mempunyai banyak sekali persamaan.

“Sama Ra, gue juga! Afka sombong banget gak pernah bawa lo ke rumah lagi,” kesal Nazwa. Matanya melirik sinis ke arah Afka dengan bibir sedikit maju ke depan. Setelah itu, ia kembali fokus menatap Ivara dan segera mengajaknya untuk masuk ke dalam rumah.

“Kak Nazwa baru pulang dari kampus, ya?” tanya Ivara yang baru sadar masih ada totebag menggantung pada lengan kiri Nazwa.

Kepala Nazwa mengangguk kecil. “Iya, gue habis dari kampus. Tapi dosennya gak masuk, nyesel gue gak buka grup kelas buat lihat informasi,” keluhnya pada Ivara seolah mereka sudah kenal sejak lama. “Ra, kita ngobrol di kamar gue aja yuk. Nanti tas lo biar disimpan di sini, aman kok,” sambung Nazwa. Ia seolah tidak peduli dengan Afka yang sudah pasti juga ingin menghabiskan waktu bersama dengan Ivara.

AFVARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang