29. Markas Gila, Penemuan Luar Biasa

31 7 1
                                    

Halo gais aku up! Jangan lupa vote dan komennya yaa <3

***


Suara langkah kaki terus terdengar secara bersusulan. Menyusuri lorong-lorong gelap. Mengikuti garis merah yang sengaja dibuat oleh Viraya saat mereka mencoba untuk mencari jalan keluar guna kabur dari dalam sini. Butuh waktu lama untuk mereka bisa membuat garis merah tersebut. Jika diperhatikan dengan saksama, terdapat warna garis lain yang mereka buat sebelumnya. Seperti warna putih, kuning, hijau, biru, jingga, coklat, hitam dan juga merah muda.

Viraya membuat garis itu dalam penuh ketakutan setiap detiknya. Itulah mengapa mereka selalu salah dalam membuat garis menuju jalan keluar. Untunglah ada satu warna yang tersisa di laci belajar Jiya untuk membuat garis yang sekarang bisa memandu mereka memasuki gedung gelap ini.

Membutuhkan waktu sekitar hampir 30 menit untuk mereka bisa melalui jalanan labirin yang berbelok-belok untuk sampai ke tempat yang mereka tuju—atau setidaknya Viraya tuju.

Afka menyorot sudut tembok yang akan ia lalui dan melihat sebuah gambar bunga di sana. Ia pun mengambil jalan ke arah kiri. Diikuti oleh yang lainnya. Ivara yang berjalan di belakang Afka terus mengecek gambar yang baru saja Afka lihat. Ia tidak mau mereka salah mengambil langkah kaki, apalagi beberapa di antara mereka berpacu dengan waktu yang sudah diberikan oleh orang tua.

Langkah kaki Afka berhenti di ambang sebuah lorong buntu yang di setiap dindingnya terdapat 4 pintu berhadapan satu sama lain. Dua pintu di kanan dan dua pintu lagi di sebelah kiri. Itu merupakan ruangan kamar Viraya selama mereka di sini. Panjangnya sekitar 30 meter dan jarak pintunya saling berjauhan.

“Lo berdua tunggu di sini!” suruh Ivara dengan senyuman yang sedikit mengintimidasi.

“Listen to your boss, guys!” ujar Salvina dengan terkekeh geli. Ia bingung kenapa kedua pria itu mengangguk menurut dengan perintah sahabatnya. Apalagi Darva. Ah, pria itu benar-benar berbeda pada hari ini.

Afka menoleh ke kiri. Tepat di mana Darva berdiri. “Sejak kapan lo diam disuruh sama Ivara? Biasanya ribut mulu,” celetuk pria itu dengan tangan terlipat di dada. Tatapan mereka kini lurus ke depan. Melihat keempat gadis itu berjalan menjauhi mereka.

“Tempat ini lebih cocok jadi kuburan dibandingkan adu mulut, Ka,” jawabnya enteng.

Kembali pada Viraya. Kini mereka berempat sudah sampai diujung lorong. Sama-sama menatap ke depan. Sesekali mereka saling melirik, saling berbicara melalui tatapan serta hati mereka.

“Gue gak percaya kita ada di sini lagi,” ucap Jiya mengeluarkan isi hatinya.

Yashvi mengembuskan napasnya perlahan. “Gue lebih gak nyangka kalau kita pernah tinggal di dalam sini.”

Well, apa pun itu. Kita bakal cari tau sekarang,” cetus Ivara. Gadis itu maju lebih dekat ke dinding. Tangannya sibuk mencari sebuah tombol untuk membuka pintu.

Tidak lama, ia menemukan tombol tersebut. Tepat dipinggir dinding sebelah kanan. Begitu ditekan, dinding di hadapan mereka bergeser ke sebelah kiri.

Itu sebenarnya hujan dinding. Hanya saja 98,2% dibuat menyerupai dinding. Hal ini digunakan untuk mengelabui Viraya agar sulit mengetahui di mana markas Pulpo Maldavo berada.

Tidak menunggu waktu lama lagi, mereka segera masuk ke dalam. Karena ruangan tersebut membentuk sebuah persegi panjang, mereka pun berpencar ke setiap sisi-sisinya.

Masing-masing cahaya senter yang mereka bawa menyorot tiap sudut ruangan yang ada. Jaring laba-laba dan debu udara sudah memenuhi ruangan tersebut. Meski demikian, mereka harus tetap menyelesaikan apa yang sudah dimulai sejak awal.

“Apa pun barang yang mencurigakan, kita bawa pulang,” cetus Ivara yang mulai sibuk mencari sebuah foto pada meja ruangan tersebut.

Sama seperti Ivara, gadis yang lainnya pun sibuk mencari barang bukti lainnya. Salvina menemukan sebuah cambuk dan juga beberapa map yang ia yakini isinya merupakan dokumen penting. Yashvi menemukan sebuah cek pembayaran sebesar 350 juta. Ivara berhasil menemukan foto sebuah mobil mvp yang ia maksud pada tempo hari. Tidak hanya itu, ia juga menemukan sebuah foto mobil lain dengan seorang anak laki-laki kecil di depannya.

Sementara Jiya, ia sibuk membuka lembar demi lembar buku yang ada di lemari kaca. Berpikir bahwa ada suatu hal penting yang tersisip di dalamnya.

Guys! Ada ruangan lain!” serunya. Gadis itu tidak sengaja mengangkat sebuah buku dari lemari kaca yang ternyata merupakan sebuah tuas menuju pintu ruangan lainnya.

“That bitch was so crazy!” hardik Ivara penuh kekesalan.

Lemari yang ternyata merupakan pintu menuju ruangan lain itu hanya terbuka setengah. Mereka pun harus mendorongnya secara bersamaan agar bisa terbuka dengan sempurna.

Begitu terbuka penuh, mereka pun masuk secara bersusulan ke dalam sana. Apa yang mereka lihat di dalam sana ternyata sangat mengejutkan. Berbagai perangkat komputer menyambut pandangan mereka. Layar monitor itu saling berdekatan satu sama lain. Seperti ruangan pengoperasian CCTV di sebuah gedung besar yang bertingkat.

“Ini markas gila dia sih,” cetus Salvina. Ia berjalan menuju kumpulan monitor itu. Menekan sebuah tombol komputer yang terletak di CPU. Begitu salah satu komputer menyala, komputer lain pun terhubung otomatis. Sehingga semuanya menyala berurutan.

“Ini CCTV di setiap ruangan,” sambung Salvina.

Ivara berjalan mendekat. Ia mengambil mouse dari tangan Salvina. Sedikit mengotak-atiknya hingga bisa mendapatkan rekaman ruangan di mana mereka masih berada di sana.

See this, guys! Ini bisa jadi bukti kuat untuk polisi!” usul Ivara. Gadis itu mengambil ponselnya dari dalam tas dan menghubungkannya dengan kabel konektor agar bisa memindahkan beberapa file dari dalam komputer tersebut.

Di saat gadis yang lain mendekat, tubuh Jiya malah mematung di tempat. Jantungnya terasa melongos pergi begitu melihat video rekaman yang menunjukkan dirinya sendiri.

Dalam rekaman tersebut, Jiya hanya mengenakan seragam pendek dengan kondisi auratnya yang terbuka. Jiya berlari kecil dengan ekspresi wajah yang terlihat berteriak ketakutan. Saat itu ia tengah mencoba untuk menghindari sentuhan tangan Pulpo Maldavo pada dirinya. Ingatan itu terasa sangat jelas sekali. Itu merupakan kejadian di mana dirinya menjadi korban pemerkosaan yang ketiga kalinya.

“Ra—gue—”

Ivara menoleh ke belakang. Dilihatnya Jiya yang mulai terjatuh duduk ke lantai. Akhirnya, Ivara pun membiarkan Yashvi menyelesaikan pekerjaan dirinya. Sementara Ivara dan Salvina mulai sibuk menenangkan Jiya yang sudah mulai mengalami serangan panik.

***

Angin laut yang kencang membuat tubuh Ivara sedikit tidak kepanasan. Perjalanannya untuk kembali ke Jakarta masih cukup jauh. Di perjalanan pulang, Ivara tidak terlalu banyak interaksi dengan yang lain. Ia lebih memilih duduk sendirian di geladak, dengan tangan yang memegang dua buah foto berbeda.

Jujur saja, begitu melihat salah satu foto tersebut, Ivara merasa bahwa dirinya mempunyai kedekatan. Sebuah foto yang menggambarkan pria kecil dengan sebuah mobil putih di belakangnya. “Who is he?

“Darva!” Suara Mahija beserta tepukan pundaknya itu mengejutkan Ivara—bukan hanya sang pemilik namanya saja.

Tanpa Ivara sadar, sedari tadi Darva berdiri di belakangnya. Ikut menatap dua buah foto yang dipegang oleh gadis itu.

“Darva! Kurang ajar lo ya, main intip aja!” rengek Ivara. Gadis itu berdiri dan berjalan meninggalkan kedua pria itu masuk ke dalam kapal.

Darva hanya terdiam melihat kepergian Ivara. Setelah cukup jauh, ia melirik ke arah Mahija dengan sorot mata yang tajam. “Sialan! Lo sih, ah!” rutuknya.

“Itu gue, Ra. Kenapa ada foto gue di dalam sana? Apa Bokap gue ada di balik semua ini? Teka-teki apa ini?”

Mahija hanya diam. Acuh tak acuh. Sebelum pergi kembali meninggalkan Darva, ia mengangkat kedua bahunya. Seolah mengatakan bahwa ia tidak peduli.

***

Gaiss jangan lupa follow media sosial aku yaa!!!
Ig : wattpad.scftriani
Tiktok : scftrianii

AFVARAOn viuen les histories. Descobreix ara