Part 1

2.2K 111 32
                                    

Gugup, bahagia, bercampur nerves, itu yang dirasakan Jeslyn saat ini ketika sedang menunggu kedatangan orang yang paling spesial dalam hidupnya. Sedari tadi ia dibuat tak tenang, matanya selalu awas memandang ke arah pintu kedatangan internasional terminal tiga, Bandara Soekarno-Hatta.

"Itu Kak Devon," seru Jeslyn, kepada orang tua Devon, Lyandra, dan Sandra--mama tirinya, sambil menunjuk Devon yang masih mengantre untuk keluar.

"Kakak!" Jeslyn melambaikan tangan ketika sosok lelaki itu menatap ke arahnya. Ia mengembangkan senyum lebar. Matanya berbinar cerah. Tak beda jauh dengan lelaki yang mendorong troli berisi tiga koper besar. Devon dari Amerika, mengenyam pendidikan dan membuka bisnis di sana.

"Dia lebih tampan aslinya," kata Lyandra, memasang senyum manis. Perempuan anggun 27 tahun itu terlihat salah tingkah dan malu-malu.

Begitu pun dengan Jeslyn, jantung derdebar tak keruan. Tujuh tahun tidak bertemu Devon, rasanya sangat asing meskipun selama ini melakukan komunikasi secara virtual. Itu pun jarang karena Devon sering sibuk.

"Kak." Jeslyn berlari menghampiri ketika Devon keluar dari pintu pembatas. Ia langsung menghambur ke pelukan lelaki itu memeluknya erat-erat. "Aku senang kamu pulang ke Indonesia. Aku sangat merindukanmu," katanya.

Devon membalas pelukan Jeslyn. Ia mengecup puncak kepala gadis yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri. "Aku juga sangat merindukanmu, Adik Kecil. Sekarang kamu sudah tinggi, ya. Dulu masih sedadaku."

"Aku sering bermain basket. Jadi, cepat tinggi. Lagian, aku sudah 22 tahun sekarang. Bukan anak kecil lagi." Jeslyn mengurai pelukan. Ia mendongak menatap wajah lelaki delapan tahun lebih tua darinya itu. "Tega sekali enggak pernah pulang menengokku. Kangen berat tahu." Ia mencebikkan bibir.

"Maaf, Sayang." Devon mengacak puncak kepala gadis itu. Lalu, mengecup keningnya penuh kasih sayang.

Perlakuannya selalu membuat Jeslyn nyaman dan beranggapan lebih. Gadis itu sadar telah jatuh cinta kepada Devon sejak masih kecil. Awalnya memang rasa cinta sebagai kakak, tapi lambat laun perasaan itu berubah menjadi rasa cinta seorang wanita ke lelakinya. Ia sering mengungkapkan perasaannya kepada Devon dari usia 18 tahun. Sayangnya, hanya dianggap lelucon oleh lelaki itu. Katanya, ia harus dewasa dulu. Menyedihkan.

"Aku kuliah sekalian membuka bisnis di sana. Jadi, lama," ucap Devon lagi.

"Iya, aku tahu." Jeslyn mengulas senyum sambil mengangguk paham. Devon pernah cerita dan ia bangga karena lelaki itu sukses dengan bisnisnya di sana.

Devon melangkah menghampiri orang tuanya, Lyandra, dan Sandra. Jeslyn mengambil alih troli, mendorongnya, lalu membuntuti Devon. Gadis itu tersenyum lebar melihat Devon memeluk kedua orang tuanya bergantian. Namun, beberapa detik kemudian senyumnya memudar ketika Devon memeluk Lyandra cukup lama. Lelaki itu mengecup puncak kepala Lyandra, hal yang sama dilakukan kepada dirinya.

"Aku sangat merindukanmu," kata Lyandra. Kemudian, perempuan itu mengecup pipi kanan Devon di hadapan para orang tua.

Devon tidak menolak justru membalas kecupan di pipi kiri Lyandra. Keduanya terlihat sangat dekat seperti memiliki hubungan spesial.

'Sejak kapan? Sebelumnya mereka tidak pernah bertemu. Sebulan sebelum Papa menikah dengan Sandra, Devon sudah di London. Lyandra dan Devon tidak pernah saling kenal,' batin Jeslyn, sangat penasaran. Devon tidak pernah cerita jika sedang dekat dengan sepupu tirinya itu. Pun, dengan Lyandra. Perempuan itu tidak pernah membahas tentang Devon jika di hadapan dirinya.

IMPOSSIBLE (REVISI)Where stories live. Discover now