Part 22

452 21 14
                                    

"Kamu sudah tahu, Jeslyn sudah pulang dari rumah sakit dan sekarang ada di rumah Mira?" Duduk di kursi depan meja rias sambil melepas anting, Sandra menatap suaminya dari balik cermin. Ia diberitahu Lyandra yang mendapat kabar dari Devon bahwa Jeslyn telah pulang.

Jonathan yang sedang melepas kancing kemejanya sambil menunduk, mengarahkan pandangan ke sang istri. Ia menghentikan aktivitasnya seraya menggeleng. "Belum," balasnya singkat. Lalu melanjutkan melepas kancing kemeja kerjanya sampai selesai.

"Dia pulang menjelang sore kata Lyan. Dan lebih memilih ke rumah Miranda."

"Baguslah." Jonathan membalasnya tak acuh.

"Kenapa tidak mati sekalian saja anak itu. Benar-benar benalu. Merepotkan. Sudah bikin heboh satu kompleks, apalagi dengan caranya yang bunuh diri seperti itu. Bikin malu kita. Dikiranya kita sangat keterlaluan memperlakukan dia."

Jonathan hanya melirik Sandra sekilas. Ia memang tidak mengikuti kabar perkembangan kondisi Jeslyn, meskipun ada rasa penasaran tentang kondisi gadis itu. Yang membuatnya sangat tersiksa, pikiran pun dipenuhi dengan bayang-bayang Jeslyn. Hati terasa campur-marut tak keruan, benar-benar mengganggu konsentrasinya dalam bekerja.

"Jangan bilang kamu kasihan dengan anak pembawa sial itu, Jo." Sandra memutar posisi duduknya agar menghadap Jonathan yang masih berdiri di belakangnya.

Lelaki itu ngibaskan tangan tak acuh. "Sudah lah. Jangan pikirkan. Mau dia mati atau hidup, aku tidak peduli. Mau dia tinggal di rumah Miranda atau di rumah ini, aku juga tidak akan peduli," katanya sambil melangkah menuju kamar mandi, lalu masuk.

"Aku tidak akan membiarkan anak pembawa sial itu hidup bahagia. Apalagi sampai berhasil mencuci otak Jonathan dan Devon," gumam Sandra geram sambil mengepalkan kedua tangan di atas paha. Bagai burung hantu menemukan mangsa, matanya menyorot tajam menatap pintu kamar mandi yang baru ditutup.

Lantas ia beranjak berdiri. Melangkah mondar-mandir seperti orang kebingungan, padahal otak sedang memikirkan sesuatu untuk menyingkirkan Jeslyn jauh-jauh dari kehidupannya.

***

"Kata Mama, kamu mau ganti profesi sekarang," ucap Richard kepada Jeslyn, memecahkan keheningan di ruang makan yang sedang melangsungkan makan malam di jam tujuh ini.

Gadis yang duduk di samping Miranda dan berhadapan dengan Devon itu mengangguk membenarkan. "Jadi, Jes mau berhenti kerja di bengkel, Papa," balasnya.

'Kenapa?' tanya Devon dalam hati sambil menatap Jeslyn. Sedangkan mulut sibuk mengunyah.

"Baiklah. Papa tidak akan memaksamu untuk tetap bekerja di bengkel. Tapi, kalau kangen mekanik otomotif, datang saja ke sana."

"Siap, Pa." Jeslyn manggut-manggut semangat seraya menyunggingkan senyum lebar. Lalu, ia mengambil sayap ayam goreng dari piringnya, memakannya lahap.

Sementara, Devon semakin penasaran apa yang membuat Jeslyn berhenti dari pekerjaannya. Bukankah itu pekerjaan kesukaannya? Sangat mustahil jika Jeslyn meninggalkan profesi yang sangat dicintainya sejak dulu.

"Mama sudah menemukan tempat yang cocok untuk Jeslyn belajar, Pa. Mungkin minggu depan kita akan ke sana untuk melihat-lihat tempatnya," ujar Miranda, mendapat anggukan setuju dari Richard.

"Nanti salah satu ruang tamu yang di bawah bisa kita alih fungsikan untuk tempat kerja Jeslyn ya, Ma," usul Richard sambil mengunyah. Lalu, menyambung ucapannya lagi ditujukan kepada Jeslyn. "Kalau kamu sudah mulai sibuk dengan segala praktik-praktiknya, sudah nyaman ada tempatnya, Nak. Nanti Papa akan membeli semua perlengkapan yang kamu butuhkan."

"Kalian membicarakan apa, sih? Terus Jeslyn mau melakukan apa, sampai berhenti kerja dari bengkel?" Akhirnya, Devon mengungkapkan pertanyaan yang sudah tak tertahankan di otak. Ia menatap bergantian kepada tiga orang di hadapannya.

IMPOSSIBLE (REVISI)Where stories live. Discover now