Part 33

347 18 12
                                    

"Oh, itu gadis yang ngerusak hubungan orang?"

"Jijik banget sama kelakuannya."

"Kegatelan."

"Sumpah sih, enggak tahu malu banget."

"Apalagi Lyandra masih keluarganya."

"Saudara makan saudara! Enggak punya hati banget."

"Kalau dibandingin sama Lyandra, masih cantikan Lyandra lah."

"Bener banget. Si Devon matanya sudah buta, mau-maunya lebih milih gadis murahan itu."

"Jangan dengarkan omongan mereka," ucap Dokter Reygan, sedangkan Jeslyn menunduk canggung saat mendengar bisik-bisik orang di sekitarnya yang sedang membicarakan dirinya.

"Saya malu, Dok," balas gadis itu sambil memilin jemarinya yang bertumpu di atas meja.

"Kenapa harus malu? Itu bukan salahmu. Sudah hal umum bagi mereka yang tidak tahu cerita aslinya dan hanya mendengarkan dari sebelah pihak saja."

"Benar yang dikatakan Dokter Reygan, Jeslyn. Jangan dengarkan omongan orang-orang. Abaikan. Semua orang juga memiliki masalah atau kesalahan. Tapi mereka yang membicarakanmu, tidak sadar diri. Atau mungkin ... masalah mereka belum terungkap saja ke publik," imbuh Afdhal seraya mengusap bahu kiri Jeslyn.

Gadis itu tercenung. Memikirkan masukan dari dua lelaki yang duduk di kanan-kirinya, dan ada benarnya juga jika dirinya harus kuat mental menghadapi omongan orang-orang. Setiap individu tentu memiliki hak berpendapat dan dirinya tidak bisa melarang mereka untuk berpendapat. Mengabaikan omongan negatif orang-orang tentang dirinya, tentu menjadi salah satu pengendalian ketegangan yang sedang terjadi sekarang. Setelahnya, semua akan kembali normal seperti sedia kala begitu berita tentang dirinya, Devon, dan Lyandra tenggelam dari media sosial.

Menarik napas dalam-dalam lalu mengangkat kepala, Jeslyn menatap bergantian kepada Dokter Reygan dan Afdhal lantas mengangguk pasti. "Terima kasih, Kak, Dok. Sudah menguatkan saya dalam situasi buruk ini," ucapnya seraya tersenyum lebar.

Dibalas anggukan dari Dokter Reygan seraya menepuk-nepuk punggung tangan Jeslyn. Dan tak luput dari pandangan Devon yang masih duduk di depan meja bartender.

"Afdhal sama Dokter itu benar-benar cari kesempatan untuk mendekati Jeslyn," kata Devon, menahan kesal.

"Ingat, Dev. Jangan bikin kekacauan lagi. Kendalikan emosi dan cemburu elo agar Jeslyn tidak semakin benci ke elo."

"Iya, iya, aku paham."

***

Keesokan pagi, semua penghuni di kediaman Richard sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Farah dan Afdhal, sibuk mengepack barang-barangnya ke koper. Miranda sibuk mengurus Richard yang sedang bersiap untuk berangkat ke kantor. Dan dengan perhatiannya, perempuan itu merapikan kemeja putih yang baru dikenakan Richard, membantu memakaikan dasi, serta membantu memakaikan jas untuk sang suami diselingi candaan-candaan romantis yang tak pernah hilang dari masa masih berpacaran. Sementara Devon yang masih di kamarnya, juga baru selesai bersiap untuk pergi ke kantor. Pun dengan Jeslyn yang masih sibuk mengeritingkan rambut panjangnya bagian bawah sembari video call-an bersama anak-anak AMGOWELLS.

"Ngecamp di Gunung Pancar saja."

"Iya, tempatnya enak di sana. Sejuk."

"Yang lain gimana?" tanya Jeslyn memastikan.

"Gue sih, setuju-setuju aja. Lagian kita juga udah lama enggak ngecamp di sana."

"Oke. Jadi kita sepakat ngecamp di sana, ya. Nanti gue mau ngabarin Dokter Reygan," ucap Jeslyn sambil memerhatikan penampilannya dari cermin. Ia menoleh ke kanan-kiri, untuk memastikan jika rambutnya telah dikeriting sempurna. "Ah, ya. Yang punya cewek, tolong diajak sekalian. Buat nemenin gue."

IMPOSSIBLE (REVISI)Where stories live. Discover now