Part 39

347 21 5
                                    

Jeslyn mengerjap dari tidurnya. Saat merasakan berat di pinggang, perlahan ia membuka matanya lebar-lebar dan pemandangan yang terlihat pertama adalah dada bidang yang terbalut kaus putih polos. Samar-samar ingatan tentang semalam pun menyadarkan jika dirinya yang meminta lelaki itu untuk memeluknya. Jadi, ia tahu apa yang dilakukan Devon sekarang bukanlah kesalahan lelaki itu. Bahkan, ia sendiri membalas pelukannya dengan salah satu tangan bertengger di pinggang Devon.

'Aku tahu ini salah,' batin Jeslyn, masih diam dalam posisinya dengan kepala menempel di dada Devon. Ia bisa merasakan degupan jantung lelaki itu yang teratur, juga bisa mendengar dengkuran halusnya yang menenangkan.

'Kalau boleh jujur, aku masih mencintaimu sampai detik ini, Kak. Tapi, aku juga sangat membencimu. Dan aku tidak bisa untuk menerimamu,' batin Jeslyn lagi.

'Sangat mustahil untuk kita bisa bersama. Sedangkan hatiku sudah kamu bikin remuk.'

'Setiap aku melihat dan menatap wajahmu, hatiku seperti tertancap belati. Sangat sakit. Aku juga sudah berusaha untuk membencimu, tapi jauh di dalam lubuk hatiku masih ada nama kamu.'

'Aku benar-benar ingin membuang nama kamu dari hatiku, Kak. Sampai tidak menyisakan setitik pun perasaan cintaku kepadamu.'

Jeslyn terus berbicara dalam hati. Lalu, ia menarik napas dalam-dalam dan diembuskan perlahan saat merasakan dadanya mulai sesak.

'Tapi, kamu tidak usah khawatir. Kita pasti bisa saling melupakan. Aku akan menemukan bahagiaku, dan kamu akan menemukan bahagiamu.'

Ia agak menjauhkan kepalanya dari dada Devon, lantas mendongak, menatap wajah lelaki yang masih terpejam itu lamat-lamat.

'Sebelum aku benar-benar pergi dari hidupmu, aku akan memberi kesempatan untukmu mendekatiku dengan menurunkan egoku yang sangat membencimu.'

Jeslyn menarik kedua sudut bibirnya. Lalu ia mengangkat tangannya yang bertengger di pinggang Devon, untuk menangkup wajah lelaki itu.

'Mari kita ciptakan kenangan indah sebelum aku pergi dari kehidupan kamu dan semua orang.'

Jeslyn mengusap-usap pelan pipi Devon dan berhasil membuat lelaki itu terbangun.

Keduanya saling pandang. Saling mengulas senyum. Dan Devon masih belum sadar sepenuhnya. Ia merasa seperti mimpi melihat Jeslyn tersenyum manis kepadanya, yang sama sekali tidak pernah ia lihat selama ini.

"Sudah bangun," ucap Devon, setelah cukup lama terdiam sambil mengamati wajah gadis itu. Suaranya terdengar serak dan lirih. Lalu, tangan yang bertengger di pinggang Jeslyn, terangkat untuk mengecek suhu panas di kening gadis itu menggunakan telapak tangan--menangkupnya.

"Panasnya sudah turun," kata lelaki itu, lantas beralih mengeceknya menggunakan punggung tangan.

Jeslyn mengangguk pelan.

"Masih pusing berat?" tanya Devon ingin tahu.

"Tidak terlalu."

Devon mengambil tangan Jeslyn yang menangkup pipinya, digenggam sedikit meremasnya lembut, lalu diciumnya punggung tangan gadis itu.

"Kakak sangat khawatir dengan kondisimu semalam. Panasmu sangat tinggi sampai membuatmu berhalusinasi," ucap Devon, mendapat balasan senyuman dari Jeslyn.

"Terima kasih sudah merawatku."

Devon terhenyak setelah sadar dengan situasi sekarang. Selain Jeslyn yang bersikap lembut dan suka tersenyum, ia juga mendengar perbedaan dari cara Jeslyn berbicara. Kata gue yang sering ia dengar, kini sudah berganti menjadi aku lagi. Apakah itu bertanda jika Jeslyn sudah memaafkannya, ingin berdamai, dan tidak menganggapnya musuh lagi?

IMPOSSIBLE (REVISI)Where stories live. Discover now