Part 29

412 20 16
                                    

Di kamar dengan penerangan remang-remang, gadis yang terbaring di ranjang itu masih terjaga sejak semalam. Tatapannya tampak kosong pada gorden tebal yang tertutup rapat. Benaknya terus teringat oleh ucapan papanya yang terekam jelas dalam otaknya, membuat air matanya terus mengalir tak berhenti.

Bukan anak kandungnya.

Anak dari hasil perselingkuhan mamanya.

Benarkah seperti itu?

Selalu itu yang menjadi pertanyaan Jeslyn. Rasanya seperti mimpi mendengar pernyataan tersebut. Masih sulit dipercaya.

Jika dirunut lebih dalam lagi, agak masuk akal penyebab kenapa papanya sangat membencinya. Dan sekarang ia tidak tahu apakah harus berterima kasih kepada lelaki itu. Berterima kasih karena masih diberi kesempatan hidup dan tinggal bersama di rumah besar tersebut dengan fasilitas lengkap meskipun tanpa kasih sayang. Lalu, jika benar ia bukan anak kandungnya, apakah kata tak tahu diri sangat pantas disandang oleh dirinya? Yang selama ini terus menuntut haknya sebagai anak terhadap Jonathan? Merengek ini dan itu kepada lelaki yang katanya bukan papa kandungnya?

Yeah, ternyata ia dan anak-anak jalanan yang sering dibantunya tidak beda jauh. Hanya beda nasib saja dengan mereka yang tinggal di bawah jembatan, sedangkan dirinya di rumah mewah.

Kini bukan hanya air mata yang meluruh, tetapi ia tergugu dan berusaha keras menahan suaranya agar tidak terdengar lepas. Namun, hal tersebut justru membuat tubuhnya terguncang hebat yang berhasil membangunkan Miranda, yang tidur menemaninya.

"Sayang." Perempuan itu beringsut mendekati Jeslyn sambil menarik tubuh gadis yang berposisi miring membelakanginya, agar telentang. Lalu, dengan segera ia memeluknya untuk memberi ketenangan.

"Ma." Jeslyn tergugu, terisak-isak. Suaranya terdengar tersendat-sendat. Ia memiringkan tubuh menghadap Miranda, membalas rengkuhannya, dan mencengkeram erat baju tidur perempuan itu pada bagian punggung.

"Maafkan Mama, Nak. Ini semua salah Mama. Karena ide Mama yang memintamu datang ke pertunangan Devon dan Lyan, sekarang jadi seperti ini. Kamu yang tersakiti oleh mereka. Maafkan Mama," ucap Miranda, sungguh-sungguh sambil mengecupi kepala Jeslyn penuh kasih sayang. "Mama tidak berpikir sejauh ini dampaknya." Suaranya terdengar parau serta mata berkaca-kaca.

"Bukan salah Mama," balas Jeslyn sambil menggeleng. Susah payah ia menelan ludah saking tercekatnya tenggorokan. "Semua yang menjadi pertanyaan kita selama ini terjawab semua, Ma. Perasaan Kak Devon kepadaku dan alasan Papa membenciku."

"Jeslyn Sayang." Mendengar kalimat alasan papa membeciku, Miranda sangat paham luka hati yang dirasakan Jeslyn. Ia pun terisak lirih.

"Kalau Papa Jo bukan Papa kandungku, berarti Jes tidak memiliki keluarga kandung selama ini, Ma?"

"Apa kamu percaya begitu saja dengan ucapan Papamu, Nak?"

Jeslyn manggut-manggut. Jemarinya bertambah erat mencengkeram baju tidur Miranda.

"Kita akan usahakan untuk membuktikan kebenarannya, ya. Apa pun hasilnya nanti, kamu harus siap menerimanya."

"Bagaimana jika yang dikatakan Papa benar, Ma?"

"Tidak apa-apa. Berarti kamu sudah disuruh berhenti untuk berharap kepada Papamu. Dan sudah waktunya melepaskan lelaki yang tidak menganggapmu sebagai anak, Sayang." Salah satu tangan Miranda tak hentinya mengelus-elus kepala Jeslyn.

"Tapi, kalau sebaliknya, Ma? Perkataan Papa yang tidak menganggapku sebagai anak kandung, sudah sangat keterlaluan. Demi membela dua perempuan itu, Papa lebih memilih menyakiti anaknya sendiri."

IMPOSSIBLE (REVISI)Where stories live. Discover now