Part 11

678 88 29
                                    

Acara mengunjungi anak-anak jalanan telah selesai. Jeslyn dan komunitas motornya beralih berkumpul di Virgoun Cafe. Di weekend ini, kafe itu cukup ramai oleh kalangan anak muda, dan AMGOWELLS memenuhi lantai atas berkonsep outdoor.

Mereka mengobrol heboh, tertawa lepas, saling meledek, membuat suasana lebih ramai dan menjadi pusat perhatian pengunjung lainnya. Tak ayal banyak perempuan iri dengan Jeslyn, sebab, gadis itu dikelilingi cowok-cowok tampan yang lebih banyak menjadi incaran.

"Lo bilang, tadi habis ngerjain si ular. Emang apa yang lo lakuin ke dia? Memanas-manasi gimana?" tanya Kevin kepada Jeslyn. Keduanya duduk bersebelahan di satu meja, baru saja selesai menyantap makan siang. Sementara teman-temannya sedang berkumpul jadi satu, membuat video Tik Tok berjoged-joged ria.

Jeslyn masih menyeruput jus mangga, lalu meletakkan gelas ke meja. "Tadi dia ngancem gue, bakal bikin hidup gue menderita katanya. Bakal bikin Papa Richard, Mama Mira, dan Kak Devon benci banget sama gue. Lo tahu gue lah, Kev. Gue gak akan nyerah gitu aja kalau ditindas. Terus, gue perlihatkan ke ular bagaimana akrabnya gue sama Kak Devon. Sumpah, ya, wajah dia lucu banget nahan geram." Ia terkikik, lantas melanjutkan ucapannya lagi, "Sayang banget lo gak lihat tadi."

"Lo gak ngajak-ngajak gue," cibir Kevin. "Terus, bagaimana reaksi Devon?"

"Dia gak gimana-gimana. Tapi, setelah gue cuekin beberapa hari ini, dia sering uring-uringan ke gue. Gue sih, don't care about his heart. Pokoknya gue mau bebas, los dol. Ya, gak?" Jeslyn tersenyum lebar sambil mengedikkan dagu.

"Cakep! Itu baru sahabat gue,  Jeslyn Benedict, si gadis tomboy." Kevin mengacungkan salah satu ibu jarinya.

Jeslyn manggut-manggut. "Gue bahagia dengan kebebasan hati gue sekarang. Gue gak akan mikirin perasaan gue ke Kak Devon lagi."

"Kasih paham ke dia, kalau lo bisa tanpa dia." Kevin tertawa lirih. "Kalau dia punya perasaan ke elo, biar dia yang berjuang untuk lo. Jangan kasih celah, pokoknya ganti siksa perasaan dia."

"Gue gak mau berharap banyak lagi tentang perasaan dia ke gue. Dia punya Lyandra kalau lo lupa." Jeslyn menunduk, tapi beberapa saat kemudian langsung mengangkat kepala. "Gue akan tetap pada pendirian gue, cuek sama dia dan akan baik di waktu tertentu saja. Misal, untuk manas-manasi Lyandra. Itu penting juga."

"Savage emang lo. Sekali dayung, bikin dua hati patah." Kevin tertawa lagi sambil geleng-geleng.

"Bukan Jeslyn kalau enggak savage." Gadis itu terbahak, tapi tidak bertahan lama saat terpikir sesuatu. "Tapi, ya, Kev. Makin ke sini, gue penasaran sama sikap Papa ke gue. Pasti ada sebeb kenapa dia bisa sebenci itu dengan gue. Apa gue perlu cari tahu alasan sebenarnya?" tanyanya sambil menatap Kevin.

"Enggak usah. Mending lo gak tahu apa-apa soal itu. Daripada tahu dan akan semakin menyakitkan hati elo? Mending pura-pura gak peduli aja, seperti mereka yang gak peduli sama elo."

"Bingung aja gue. Kenapa Papa lebih sayang sama Lyandra, sedangkan gue yang anak kandung malah dianggap orang lain? Kalau lo jadi gue, bakal punya pikiran sama kayak gini gak? Lo bakal mikir kalau Lyan anak kandung Papa gue gak?"

Kevin tampak berpikir. Lalu, ia manggut-manggut. "Kalau dipikir pakai logika, masuk akal juga sih, Lyan anak Papa lo. Perhatian dan kasih sayang Papa lo ke Lyan itu terlalu berlebihan kalau dilihat dari asal-usulnya."

"Nah, kan?" Jeslyn bersandar sambil bersedekap.

"Tapi, Lyan dan elo jaraknya sangat jauh. Berarti Papa elo udah nikah duluan sama Mamanya Lyan? Kayaknya enggak mungkin juga, deh. Sedangkan yang jadi istri Papa lo sekarang Tantenya Lyan." Kevin menggaruk tengkuknya yang tak gatal, pusing sendiri memikirnya.

IMPOSSIBLE (REVISI)Where stories live. Discover now