Part 16

430 23 2
                                    

"Pagi, Bik." Jeslyn mengagetkan perempuan bertubuh gempal yang sedang mencuci peralatan masak di dapur kotor, dengan merengkuhnya dari belakang. Ia memang lebih dekat dengan Bi Minah--ART tertua dan terlama yang bekerja di rumahnya sejak orang tuanya menempati rumah itu.

"Eh, Non, ngagetin Bibi saja." Perempuan berusia lima puluh tahunan itu terperanjat. Hampir saja merosotkan mangkok kaca yang sedang disabuni.

"Bibi kira, Non, tidak pulang semalam," kata Bi Minah sambil melanjutkan menyabuni peralatan masak lainnya lagi. Sedangkan, Jeslyn bersandar di meja wastafel, bersedekap, menatapnya.

"Pulang dong, Bik. Semalam cuma nyari hiburan doang. Mau pulang cepat juga males. Apalagi ... setelah melihat Papa jalan sama dua kuyangnya. Bikin hati Jes makin sakit." Jeslyn tersenyum hambar.

Bi Minah langsung menatapnya. Terdiam sejenak sambil menghela napas, ia berkata lagi, "Non, yang sabar, ya. Pasti Tuan akan sayang sama, Non. Dan memperlakukan, Non, lebih baik lagi."

"Tapi, kapan, Bik? Sejak Jes kecil, Papa sama sekali tidak peduli sama Jes. Tapi, kenapa sama Lyan sangat perhatian? Malah seperti anak kandungnya sendiri. Padahal, Lyan cuma orang asing." Dan rasanya sangat tidak adil bagi Jeslyn.

"Non, jangan sedih. Masih banyak yang sayang sama, Non. Ada Mama Miranda, Papa Richard, Den Devon, dan para pekerja yang ada di sini. Semuanya sayang sama, Non."

Namun, Jeslyn menggeleng. Tidak setuju dengan salah satu nama yang disebutkan. "Kak Devon pun lebih milih Lyan, Bik." Ia merenung sesaat, memikirkan sesuatu. Beberapa detik kemudian berkata lagi, "Mungkin, Papa dan Kak Dev akan menganggap Jes ada, setelah jasad Jes sudah tidak ada di dunia, Bik."

"Non, tidak boleh bicara begitu," balas Bi Minah di tengah keterkejutannya atas ucapan Jeslyn.

"Tapi, nyatanya memang begitu, Bik. Papa tidak pernah sadar kalau Jes sangat membutuhkan figur dia sebagai seorang ayah. Dari dulu saat Jes masih sekolah, Papa Richard yang selalu datang ke sekolah Jes sebagai wali murid. Sedangkan Papa kandung Jes selalu beralasan sibuk dan sibuk, tidak punya waktu barang sedetik saja untuk anaknya. Yang ngantar Jes sekolah dari TK setelah Mama meninggal, selalu Bibi dan Mama Mira. Papa selalu berangkat kerja lebih pagi dan pulang larut malam." Jeslyn menunduk, menatap jemarinya yang memilin ujung kaus tidurnya. Teringat hal itu membuat dadanya sesak dan matanya berembun. Titik demi titik air mata pun berjatuhan.

"Papa tidak pernah mengucapkan kata selamat pagi yang manis untuk anaknya. Tidak pernah meninggalkan kecupan manis di kening anaknya saat malam. Tidak pernah mengutarakan kata-kata bangga untuk anaknya. Tidak sekali pun memeluk anaknya dari kecil sampai sekarang. Setiap Jes mencari perhatian ke Papa, dia selalu marahin Jes, selalu nganggap Jes anak tak tahu aturan, anak nakal, anak pembawa sial." Jeslyn sesenggukan.

Bi Minah pun menghentikan aktivitasnya. Ia mencuci tangan, lantas memeluk Jeslyn penuh kasih sayang. Salah satu tangannya mengusap-usap punggung gadis itu, menenangkan.

"Tapi, dengan Lyan, kenapa Papa memperlakukannya bak princess, Bik? Apa pun yang Lyan minta selalu Papa penuhi dengan mudah dan bangga. Padahal aku yang anak kandungnya 'kan, Bik? Aku anak kandung Papa?" Jeslyn semakin sesenggukan.

"Dan sekarang, laki-laki yang Jes suka juga diambil sama Lyan, Bik. Kak Devon lebih milih Lyan daripada aku. Padahal aku selalu mengatakan ke Kak Devon kalau aku mencintai dia. Dan Kak Devon selalu bilang, Jes harus dewasa dulu kalau ingin menjadi istrinya. Tapi, kenyataan yang Jes dapat ... Kak Devon pun ngancurin harapan yang sudah diberikan ke Jes. Dia pulang ke Indonesia sudah menjadi kekasih Lyan dan sekarang mereka mau menikah. Kenapa Kak Devon dan Papa sangat tega ngancurin hati aku, Bik? Apa sebegitu menjijikkannya Jes di mata mereka, makanya tidak ada yang mau ngasih kesempatan untuk Jes bahagia?"

IMPOSSIBLE (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang