Part 38

311 15 9
                                    

"Panasnya sangat tinggi, hampir empat puluh derajat," jelas dokter sambil melihat hasil termometer yang dimasukkan ke mulut Jeslyn. Ia belum lama tiba di rumah Devon. Lalu kini, ia beralih mengecek kondisi gadis yang masih tak sadarkan diri dari tidurnya itu menggunakan stetoskop.

Hening sesaat, ketika sang dokter sedang fokus merasakan pengecekan dari stetoskop. Sedangkan, Devon tampak begitu tegang menunggu hasilnya. Sesekali lelaki yang masih memakai pakaian kerja itu menggigiti bibir bawahnya sambil bersedekap.

"Tapi, Anda tidak perlu khawatir. Ini hanya demam biasa. Mungkin efek dari hujan-hujanan dengan kondisi tubuh saudara Anda sangat lemah. Sehingga rentan sekali terserang demam tinggi," jelas sang dokter, selesai mengecek kondisi Jeslyn. Sambil melipat stetoskop dan dimasukkan ke tas kerjanya, ia berkata lagi, "Nanti saya beri resep obat penurun panas, dan Anda bisa menebusnya di apotek."

"Baik, Dok." Devon manggut-manggut paham.

Dokter itu mengabil bolpoin dan buku khusus untuk menulis resep obat dari tasnya. Dan dengan cekatan tangan kanannya menuliskan resep obat, setelahnya diserahkan kepada Devon.

"Ini resep obat yang harus Anda tebus, Pak. Tolong segera diminumkan kepada pasien jika obat sudah ditebus. Namun, jika besok pagi panasnya masih tinggi, Anda bisa membawanya ke rumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut."

"Baik, Dok." Devon mengambil alih kertas resep obat dari sang dokter. Lalu, dibacanya. Namun, ia kesulitan untuk memahami karena tulisannya persis seperti cacing.

"Kalau begitu, saya permisi dulu. Semoga saudara Anda segera sembuh dan pulih kembali."

Devon mengangguk sambil mengucapkan kata Aamiin dan terima kasih. Lantas, ia mempersilakan dokter ke arah pintu, ketika lelaki itu beranjak dan melangkah. Ia pun mengantarnya sampai depan rumah, sekaligus meminta tolong kepada satpam untuk menebuskan obatnya ke apotek.

***

Devon baru saja selesai membersihkan diri, lalu bersantai sejenak di ruang keluarga sambil menunggu obat datang. Duduk bersandar di sudut sofa, matanya sibuk membaca pesan-pesan yang masuk di ponselnya. Akan tetapi, ada satu pesan dari nomor baru yang menyita perhatiannya. Pesan itu ia buka, lantas dibacanya dengan rasa enggan.

Hai, Dev. Senang bertemu denganmu lagi. Terima kasih untuk meeting tadi, ya.

Btw, jangan sedih-sedih lagi karena pertunanganmu yang gagal. Aku paham, pasti Lyandra meninggalkanmu hanya karena salah paham saja. Tentu saja kamu tidak berselingkuh dengan gadis yang tadi kutemui, 'kan? Rasanya sangat mustahil kalau kamu selingkuh dengan gadis montir itu.

Tamara

Devon tersenyum miring. Mengerti apa Tamara tentang Jeslyn? Ternyata orang-orang yang terlihat berkelas, hanya memandang gadis yang dicintainya itu sangat rendah. Hanya karena pekerjaannya sebagai montir, lantas mereka begitu meremehkannya. Seolah-olah Jeslyn tak patut dicintai.

Ah, Dev, bahkan dulu kamu sendiri sangat sulit untuk mengakui bahwa kamu sangat mencintai Jeslyn. Lalu, sekarang, kamu sok-sokan jadi orang yang paling melindungi Jeslyn? Ingat, sedalam apa luka yang sudah kamu berikan kepada gadis itu?

Sisi lain dari dirinya seolah sedang mengejek. Lalu, sedetik kemudian Devon menggeleng cepat, mengelak apa yang ada dalam pikirannya.

Aku hanya takut mengakui. Dan aku dibutakan oleh keadaan.

Batinnya lagi. Dan sekarang, ia tidak akan lagi salah jalan. Tidak akan mencintai wanita mana pun, kecuali Jeslyn. Dalam hatinya sudah tertanam nama Jeslyn Benedict. Tidak ada yang lain.

IMPOSSIBLE (REVISI)Where stories live. Discover now