Part 10

856 81 33
                                    

"Kamu cari muka banget, ya, di keluarga Devon," ucap Lyandra lirih. Ia menghampiri Jeslyn ke dapur, berdiri di sebelah gadis itu sambil menatapnya tak suka.

"Hah, apa? Gak salah denger gue?" tanya Jeslyn sambil mengernyit. Ia melirik Lyandra sekilas, lalu fokus dengan apel yang sedang dicucinya di bawah pancuran air keran.

"Lihat aja nanti, aku bakal bikin keluarga Devon benci sama kamu. Seperti Papamu yang benci banget ke kamu."

Jeslyn terkekeh lirih. "Kelihatannya lo iri banget deh, sama gue?" Ia mematikan keran, menghadap Lyandra, lalu bersedekap. "Apa dari kecil lo itu udah memiliki penyakit hati? Atau sebelumnya lo itu emang hidup susah, suka iri sama orang yang lebih bahagia, terus setelah jadi OKB mungkin dari jalur bokap gue, lo kaget gini. Duuuh, kasihan banget, sih, hidup lo. Bersihin dulu gih, sama skincare produk lo itu, biar hati jadi jernih dan mulus. Jangan cuma muka doang yang glowing."

"Jaga ucapanmu, bitch!" ucap Lyandra, geram. Ia tidak terima dengan cemoohan Jeslyn yang nyelekit.

"Bitch?" Jeslyn tertawa sambil menutup mulutnya. "Bukannya sebutan itu cocok untuk lo sendiri? Astaga." Ia berdecak sambil geleng-geleng, merasa heran.

"Ingat kata-kataku, kamu akan menderita selamanya dan semua orang akan membencimu. Bahkan Devon. Ingat itu," ancam Lyandra, penuh penekanan. Ia melotot.

"Up to you what say, and I don't care about your threats, bitch." Jeslyn melemparkan senyum miring. Ia melangkah ringan menuju ruang keluarga sambil menggigit apel dalam genggamannya.

Sampai di sana, ia langsung bergabung dengan keluarga Thorffatta. Devon duduk di karpet bulu menyilakan kaki, sedangkan Richard dan Miranda duduk di sofa bersampingan. Televisi yang menyala sedang menayangkan berita orang hilang di sungai, seakan-akan itu sangat menarik untuk disimak.

Jeslyn duduk di sebelah kanan Devon, tanpa jarak. Ia mengesampingkan sikap juteknya kepada lelaki. Sebab, ada satu rencana yang ingin ia jalankan--memanas-manasi Lyandra. Melihat perempuan itu menahan cemburu, geram, dan kesal, pasti sangat menyenangkan. 'Memangnya hanya dia yang bisa?' batinnya.

"Kak, lo mau?" tawar Jeslyn kepada Devon. Ia menyodorkan apel yang telah digigit ke hadapan lelaki itu, bertepatan dengan kedatangan Lyandra dari dapur.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Devon langsung menggenggam tangan Jeslyn, menggigit apel itu.

"Tumbenan baik sama, Kakak," kata Devon sambil mengunyah. Ia menatap gadis di sebelahnya sangat penasaran.

"Mumpung lagi baik. Tapi, jangan kepedean. Di waktu tertentu saja gue baik sama lo," balas Jeslyn, santai. Kemudian, ia menggigit apel itu lagi.

Lyandra memerhatikan. Sambil melangkah, ia menahan api cemburu kepada Devon dan Jeslyn. Namun, berhasil ia tutupi dengan senyum tipis.

"Sayang, kamu mau apel? Biar aku ambilkan kalau mau," tawar Lyandra, setelah sampai dekat Devon.

"Kita udah terbiasa sharing makanan. Lo gak perlu ngambilin buat Kak Devon," sahut Jeslyn. Ia melemparkan tatapan datar kepada Lyandra, lalu menyandarkan kepala ke bahu Devon. "Ini, Kak." Ia menyodorkan apelnya lagi.

Devon tidak menolak. Ia menggigit apel itu lagi.

"Devon, kamu gak jijik sama bekas gigitan orang?" tanya Lyandra, sudah duduk di sebelah kiri Devon.

"Asal bukan gigitan ular, masih aman," sahut Jeslyn lagi.

"Tapi, bekas gigi orang banyak bakterinya, loh? Air liurnya juga. Aku gak yakin Jeslyn menjaga kebersihan makanan ketika di luar," ucap Lyandra lagi.

IMPOSSIBLE (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang