Part 19

468 26 13
                                    

Devon kehilangan jejak ke mana orang tuanya membawa Jeslyn. Sudah berulang kali menelepon mama-papanya, namun tak ada satu pun dari mereka yang mengangkat. Mengecek rumah sakit terdekat pun telah ia lakukan. Akan tetapi, tak ada pasien bernama Jeslyn di sana. Khawatir, cemas, dan takut, sangat menguasai otaknya yang penuh dengan bayang-bayang kondisi gadis itu.

"Apa aku sangat keterlaluan dengannya?" tanya Devon, kepada Lyandra yang merengkuhnya dari samping. Keduanya bersandar pada mobil yang diberhentikan di tepi jalanan sepi.

Perempuan itu menggeleng lemah. "Tidak, Sayang. Keputusan yang kamu ambil sudah tepat. Memang sudah waktunya Jeslyn mendapat ketegasan seperti itu," balasnya penuh pengertian. "Jeslyn saja yang terlalu berlebihan dan kekanakan sampai ingin bunuh diri. Itulah kenapa Om Jo tidak bisa sekeras kamu untuk memberitahu Jeslyn. Setiap diberitahu dan dinasihati, Jeslyn pasti akan berontak, berkata kasar, makanya lebih suka keluyuran malam-malam. Dan kamu lihat sendiri bagaimana sikapnya, 'kan?"

Lyandra mengubah posisi merengkuh Devon dari depan. Lalu semakin mengeratkan pelukannya, mencoba memberi kenyamanan untuk sang kekasih. Sambil mengusap-usap punggung lelaki itu, ia berkata lagi, "Bahkan dia sampai memusuhi aku dan Tante setiap kali kami memberi nasihat. Padahal yang kami lakukan untuk kebaikan dia."

Devon mengangguk. Ia juga semakin mengeratkan dekapannya sambil mengecup pipi perempuan itu. Sangat paham sekarang, alasan kenapa Jeslyn sangat membenci Lyandra. Jika Jeslyn mengatakan Lyandra yang memiliki sifat buruk, padahal sebenarnya gadis itu saja yang kurang menerima keberadaan Lyandra dan Sandra.

"Sekeras itu memang sikapnya," balas Devon, terdengar lesu. Bingung dengan cara pemikiran Jeslyn yang cukup kekanakan. Bahkan hanya masalah motor, gadis itu sangat berlebihan sampai mencoba mengakhiri hidupnya.

"Dia tidak mau menerima nasihat dari orang yang tidak dia sukai." Lyandra mengurai pelukan, lantas menatap Devon. "Lebih baik kita pulang dulu. Nunggu kabar tentang Jeslyn di rumah. Aku tidak akan berangkat kerja, dan akan menemanimu."

Devon mengangguk. Membuat Lyandra mengulas senyum sembari menangkup sebelah pipi lelaki itu dan mengusapnya lembut. Lantas, ia mendaratkan kecupan singkat ke bibir sang kekasih, sebelum akhirnya memutuskan memasuki mobil.

Dalam perjalanan menuju rumah, Lyandra berusaha menenangkan perasaan Devon yang masih diliputi rasa bersalah. Kebenciannya terhadap gadis itu pun semakin bertambah yang berpura-pura menyakiti dirinya sendiri. Agar bisa mencuri perhatian orang-orang, termasuk Devon. Namun, di sisi lain, ada kesempatan emas yang bisa ia putar-balikkan fakta mengenai sifat dan sikap Jeslyn yang kurang ajar dan petakilan.

***

"Untuk beberapa hari ke depan, kamu akan menginap di sini, Sayang," kata Miranda, kepada Jeslyn yang duduk di kursi roda dengan ia mendorongnya menuju ruangan VVIP. Bersama Richard yang berjalan di sampingnya, sedangkan dua perawat yang membersamai berjalan di depannya.

"Jes sudah lebih baik kok, Ma. Sepertinya tidak perlu dirawat inap," balas Jeslyn bersuara lemah.

"Mungkin fisikmu sudah terlihat baik-baik saja, Sayang. Tapi yang di dalam sini masih terluka bukan?" Miranda membungkuk dengan kepala di samping kepala Jeslyn, dan salah satu tangannya menepuk pelan dada gadis itu. "Butuh waktu untuk menyembuhkan sampai luka itu mengering. Sampai kamu bisa legowo menerima semua permasalahan yang ada."

Miranda benar. Dalam lubuk hatinya, luka itu masih sangat basah. Namun, Jeslyn tidak yakin dengan adanya ia dirawat inap bisa menyembuhkan luka yang tak terlihat mata.

"Setidaknya, untuk beberapa hari ke depan, kamu bisa menjauh dari mereka yang menorehkan luka untukmu."

Jeslyn mengangguk membenarkan lagi. "Ya, Mama, benar. Jes lagi butuh tempat untuk menjauh dari mereka."

IMPOSSIBLE (REVISI)Where stories live. Discover now