Part 36

273 18 3
                                    

Selamat menjalankan ibadah puasaaa. Semoga puasa kalian lancar, ya.🫶

Akhir-akhir ini di Indonesia juga sering terjadi bencana. Buat kalian yang terkena dampaknya, semoga selalu diberi perlindungan dari Allah dan sehat-sehat selalu, ya.❤️❤️

Btw, Jeslyn baru bisa update lagi.

Selamat membaca😘

***

Jonathan mengusap wajahnya gusar setelah kepergian Jeslyn dari ruangannya. Ada kelegaan yang dirasa, namun jauh dalam lubuk hatinya terasa bak tertancap ribuan jarum, meninggalkan rasa nyeri yang tak tertahan.

Ada yang salah pada diriku.

Pikirnya seperti itu. Tidak semestinya ia merasakan sakit dan perih hatinya melihat kondisi Jeslyn yang hancur. Jeslyn bukan anak kandungnya. Sudah benar ia menjelaskan asal-usul anak itu yang sebenarnya, dan tidak akan peduli lagi dengan kehidupan juga masa depannya. Yang harus dipikirkan sekarang adalah masa depan Lyandra. Menata kehidupan baru anak kandungnya yang baru saja dihancurkan oleh Jeslyn dan Devon.

Itu yang paling penting. Anak kandungku berhak bahagia.

Pikir Jonathan lagi seraya berusaha keras menyingkirkan rasa yang membuatnya gundah.

Aku tidak menyesal. Setidaknya aku sudah mengatakan kejujuran yang selama ini disembunyikan. Secara detail. Tanpa ada yang ditutupi lagi.

Jonathan manggut-manggut. Lalu, mengembuskan napas berat sambil menunduk dan terpejam sesaat, dengan kedua tangan bertaut di atas meja.

Tidak ingin terlarut dalam suasana yang sulit dijelaskan, ia mengangkat kepala dan bergegas meraih ponsel yang tergeletak di meja. Lantas menyalakan ponsel tersebut sembari menyandarkan punggung. Kedua ibu jari tangannya pun langsung sibuk menari-nari di layar, mencari nomor Sandra. Setelah menemukan, ia langsung melakukan panggilan suara. Terpikir harus pergi lebih awal dari jam yang sudah dijanjikan bersama anak dan istrinya untuk melihat rumah baru yang akan dibeli.

"Kamu di mana sekarang?" tanya Jonathan, begitu mendengar suara sapaan dari perempuan di seberang sana.

"Di kantor Lyandra."

Jonathan mengangguk paham. "Oke. Aku ke sana sekarang," ucapnya sambil beranjak dan melangkah lebar menuju pintu.

"Katanya ketemuan jam dua?" 

"Sekarang saja sekalian makan siang," balas Jonathan seraya membuka pintu dan keluar ruangan.

"Baiklah. Aku tunggu, Sayang."

"Oke. Sampai jumpa nanti. Bye-bye." Lelaki itu memutuskan sambungan telepon. Saat menoleh ke meja Azura berniat untuk memberitahu jika dirinya akan keluar, ia tidak menemukan keberadaan sang sekretaris.

Jonathan mencoba tak acuh dan melangkah menuju lift. Mungkin Azura sedang menemui karyawan lain atau pergi ke toilet, pikirnya. Dan ia akan memberitahunya melalui pesan singkat. Akan tetapi, ia justru berpapasan dengan perempuan itu di depan lift--tepat lift itu terbuka dan Azura di dalamnya.

"Pak--."  Azura akan memberitahu tentang kondisi Jeslyn seraya keluar dari lift. Tapi, sang bos memotong cepat ucapannya.

"Azura, saya akan pergi. Mungkin tidak datang ke kantor lagi," kata Jonathan sambil menahan pintu lift agar tetap terbuka menggunakan salah satu tangan dan kakinya.

"Baik, Pak." Azura mengangguk patuh berdiri menghadap sang bos. Dari tatapannya, ia menyembunyikan kesedihan atas keprihatinan kondisi Jeslyn. Bahkan, andai tidak memiliki pekerjaan yang menumpuk, ingin sekali ia mengantar gadis itu sampai rumah. Sangat tidak tega melepas kepergiannya yang menumpangi taksi dalam keadaan kacau-balau, dan hampir ambruk saat berjalan saking lemasnya kaki melangkah.

IMPOSSIBLE (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang