Part 17

463 26 10
                                    

Gadis itu membanting pintu kamarnya cukup keras dan menguncinya rapat. Berlari ke arah ranjang, ia langsung merosotkan tubuh ke lantai dan duduk meringkuk sambil memeluk lutut. Tangisnya semakin menjadi, terdengar pilu saking histerisnya. Sampai dada terasa kaku membatu dan sesak.

Sakit. Kali ini sangat teramat sakit. Tak menyangka Devon akan berbuat sekeji itu kepada dirinya dengan menyingkirkan motor kesayangannya. Lelaki itu tidak tahu seberapa besar ia berjuang untuk mendapatkan motor itu dari sang papa. Papanya pun tak pernah tahu seberapa berharganya motor itu untuk dirinya. Satu-satunya barang pribadi yang ia miliki pembelian dari lelaki yang berstatus sebagai papanya.

"Ma, tolong jemput Jes sekarang. Jes sudah sangat lelah di sini. Rasanya benar-benar ingin menyerah," racau Jeslyn, di sela sesenggukannya. "Pagi ini Jes dihancurkan lagi sama mereka. Sama Papa dan Kak Devon."

"Kenapa orang-orang yang Jes sayang, sangat tega ke Jes, Ma? Kenapa mereka tidak bisa memberikan sedikit saja kebahagiaan ke Jes? Jes sudah mengalah untuk kebahagiaan Kak Devon yang lebih milih Lyan. Jes sudah ngalah tidak pernah mengganggu kehidupan Papa bersama keluarga barunya. Jes pun tahu diri untuk menjauh dari mereka. Tapi, kenapa mereka masih ingin membuat hidup Jes menderita? Dihancurkan lagi dan lagi." Suara tangis Jeslyn menghilang, semakin menyayat, membuat dadanya sesak dan tubuh lemah tak berdaya.

Namun, beberapa detik kemudian  tangisnya meraung lagi saat pikiran penuh dengan bayangan papanya dan Devon. Lelah dengan keadaan yang dihadapinya sekarang. Mengakhiri hidup. Itu yang terlintas dalam benak Jeslyn.

Sementara itu, para pekerja berkumpul di depan pintu kamar Jeslyn. Mendengarkan tangis histeris yang memilukan dari sang nona sambil mengetuk-ngetuk pintu, berharap gadis di dalam sana akan membukakan. Namun, nihil. Jeslyn tetap mengabaikan.

"Ini bagaimana? Non Jeslyn tidak mau membukakan pintunya. Aku takut terjadi sesuatu kepada dia," ucap Bi Minah di sela tangisnya. Pikirannya sudah ke mana-mana karena tahu gadis itu sedang tidak baik-baik saja hari ini.

"Non Jeslyn! Tolong buka pintunya, Non!" seru Kinanti sambil terus mengetuk-ngetuk pintu.

Tetap sama, tak ada tanda-tanda Jeslyn akan membukakan pintu. Justru suara tangis gadis itu terdengar semakin kencang.

Di ruang tamu, Richard sedang menghadap Jonathan dan Sandra, mempertanyakan masalah yang ada. Richard benar-benar sudah tak tahu dengan pola pikir Jonathan yang memiliki hati batu kepada Jeslyn.

"Ri, aku sangat berterima kasih kamu peduli dengan anakku. Tapi, tidak sepatutnya kamu ikut campur urusan keluarga kami. Kamu tidak tahu apa-apa tentang permasalahan kami," kata Jonathan santai, di tengah emosinya yang masih terkendali.

"Jooo, Jo." Richard geleng-geleng. "Aku memang tidak tahu apa yang membuatmu sangat membenci Jeslyn. Tapi, kamu harus ingat, Jo. Jeslyn anak kandungmu. Darah dagingmu yang lahir dari rahim Wina. Dan tidak sepantasnya kamu memperlakukan anakmu sekejam ini. Bahkan, sejak dia lahir, kamu sama sekali tidak memedulikannya."

"Memang Jeslyn lahir dari rahim Wina, dan Wina istriku. Tapi, aku tidak tahu apakah Jeslyn benar-benar anak kandungku." Rahang Jonathan mengetat keras sambil menatap nyalang Richard. "Karena kami menikah dalam paksaan keluarga. Dan Wina masih menjalin hubungan dengan kekasihnya. Dan aku yakin, anak itu hasil dari hubungan Wina dengan kekasihnya."

"Astaga, Jo! Kamu sangat keterlaluan memiliki pikiran seperti itu, menuduh Jeslyn bukan darah dagingmu. Kalau kamu meragukan, kenapa tidak melakukan tes DNA untuk memastikan?" Richard benar-benar tak habis pikir. Dan terkejut mendengar penuturan Jonathan.

Meskipun Wina sangat dekat dengan dirinya dan Miranda, perempuan itu tak pernah sekalipun menceritakan kejelekan Jonathan. Wina selalu memperlihatkan kebahagiaannya dalam berumah tangga. Namun, ia dan Miranda memiliki asumsi kuat dari pandangannya, jika rumah tangga Jonathan dan Wina memang tidak baik-baik saja.

IMPOSSIBLE (REVISI)Where stories live. Discover now