(9) Rumah sakit

36 9 0
                                    

Halo apa kabar semua?
Part ini bakalan lebih panjang daripada part lain ya.
Jangan capek support aku yaaa



♡´・ᴗ・'♡
-----

Pucuk daun menguning menemani Naraya menyusur jalan dengan pohon palem di sisi-sisi jalan, ia sengaja mengabaikan mulut-mulut penuh bisik juga tatapan aneh atas dirinya yang berjalan dengan seragam sekolah sendirian di Rumah Sakit pada jam sekolah.

Satu tangannya menyisip ke saku hoodie lalu menarik earphone bluetooth dari dalamnya, jika saja Naraya tidak takut gendang telinganya pecah, sudah pasti ia akan menaikkan volumenya hingga menempati titik teratas.

Damai.

Hanya lantunan lagu payung teduh yang sekarang membias di seluruh ruang telinganya. Melodinya yang seakan mengayun tubuh itu menjadi lagu penenang saat dirinya berantakan sekaligus menjadi lagu yang ia benci ketika tidak sengaja mendengarnya di radio atau dari daftar putar seseorang.

Tidak ada Sekala di sampingnya seperti biasa, cowok itu membiarkan Naraya berhenti dan turun sebelum benar-benar sampai di Sekolah.

Dan, ya. Disinilah Naraya kali ini. Rumah Sakit yang terletak beberapa ratus meter dari Sekolahnya, Naraya tidak tahu gejolak apa yang membuatnya tiba-tiba merengek kepada Sekala untuk bolos dan berakhir dengan dirinya harus menyusuri area taman sendirian sebelum benar-benar sampai di bangunan rumah sakit.

Sekala berusaha menenangkan, itu sudah pasti. Dia bijaksana, tentu. Namun Naraya tidak mau tahu, dirinya tetap turun, tetap berjalan menuju gedung rumah sakit walaupun Sekala meninggalkannya dengan alasan 'ada acara OSIS'.

Seperti biasa.

"Permisi, ruangan atas nama Bervan Danaka dimana ya?" Tutur Naraya setelah sampai di meja receptionist.

"Sebentar ya, Kak."

Naraya memalingkan pandangan, di belakangnya kini banyak sekali suster yang wara-wiri, pasien patah tulang tangan, pasien dengan kursi roda juga pasien dengan perban kepala menjadi apa yang dijaganya.

"Ruang tulip ya kak. Ada di lantai dua," Jelas suster yang berjaga, Naraya mengangguk dan berterima kasih. Pandangannya nanar mencari lift, dan bergegas mendekati setelah menemukannya.

Suasana dingin mencekut terasa begitu kental, hawa rumah sakit tidak pernah ia suka, bau obat juga baju pasien yang apek selalu menjadi yang paling ia hindari. Namun kali ini, Naraya menghiraukan segalanya, matanya memandang ke atas tak sabar ingin segera sampai di ruangan Bervan.

"Tulip... Tulip," Naraya menggumam intens setelah keluar, mulutnya tak henti mengucapkan kata tulip hingga pandangannya berhasil menangkap tulisan itu tertempel di pintu ketiga.

Pintu ruangan VIP dengan lorong damai itu menahan Naraya cukup lama, ia menoleh kanan kiri seakan ingin menyeberang. Tangannya bergerak lambat menyentuh tuas pintu keemasan yang terasa begitu sulit untuk ditekan. Naraya membuang nafas kasar, lalu dengan satu hentakan, pintu itu terbuka dari dalam.

Naraya terjingkat kaget ketika mendapati seorang perempuan yang keluar sembari mengusap air mata, mereka berdua sama-sama tertegun, saling menatap dalam diam untuk beberapa saat.

"Siapa, ya?" Tanya wanita itu.

"E.. Eum, Naraya Tante."

Itu Tante Martha, dua mata sendunya tidak pernah terlihat menyeramkan, justru selalu ada tenang yang tercipta darinya, yang entah mengapa Bervan tidak pernah bisa menerimanya.

"Saya Martha, Mama sambungnya Bervan."
"Kamu jenguk Bervan sepagi ini?" Tukasnya setelah meneliti rok abu-abu Naraya yang tidak bisa ia tutupi seperti kemeja putihnya.

Judes but love 「COMPLETED」Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt