(33) Gitar ice blue

16 6 5
                                    

(⁠*⁠˘⁠︶⁠˘⁠*⁠)

Suasana taman belakang masih sama, masih seperti saat pertama kali Tanu menjajakkan kakinya disini. Waktu itu ia bersama Naraya, pertama kali Tanu banyak bicara pada cewek dingin yang dikejar-kejar sahabatnya, saat itu juga Tanu tahu sedikit karakter Naraya, menyelusup sorot matanya yang dingin dan menemukan bintik sedih yang sama saat ia menatap Bervan, seperti penyihir yang tahu masa lalu dan masa depan, Tanu tahu tentang kesedihan keduanya, kesedihan yang kemarin sempat terlihat memudar kini kembali terlihat di depannya.

Tanu menatap dua orang yang kini berhadapan di depannya, bergantian ke kanan dan ke kiri, dua orang yang mulai dekat namun kini terlihat saling menjauh. Tubuh yang berdampingan namun enggan saling bertukar pandang, nampak canggung, membuat kesan yang seharusnya hangat menjadi memuakkan.

"Makasih," Bervan baru saja meniup lilin kue ulang tahunnya, ada sorak tipis yang terdengar dari Aretha dan Hanung.

Naraya menurunkan tangannya, menaruh kue yang tadi ia angkat tinggi setara dada Bervan mendarat di kursi. Asap lilin masih mengepul, namun segalanya terasa sudah selesai. Dingin. Tidak ada yang terasa istimewa. Angin bertiup pelan lalu kepulan asap di atas lilin itu terbang, membawa sisa harapan.

Gagal? Mungkin.

"Happy birthday," orang pertama yang menyodorkan kado adalah Naraya, tidak ada paper bag, tidak ada kertas kado lucu, tidak ada pita. Hanya kotak coklat dengan hiasan tali dan dry flower yang dihias sederhana.

"Selamat ulang tahun, Bervan." Aretha ikut menyodorkan hadiahnya, disusul Hanung dan Tanu menjadi yang terakhir. Bervan menerimanya satu persatu, mengumpulkannya dalam satu tangan, sementara tangan lainnya tetap memegang kotak hadiah Naraya. Cewek itu masih terlihat diistimewakan seperti apapun Bervan mencoba tak menggubrisnya. "Susah payah kita bawa lo kesini tanpa harus mengikut sertakan si anak IPS itu," Aretha merotasikan matanya, mengingat wajah Elena tadi pagi masih membuatnya begitu jengkel.

"Thanks."

"Apa wish lo tahun ini?"

"Memperjelas hubungan sama Naraya dong, kata Tanu semalem lo jalan sama jalan sama Naraya," Aretha menepuk punggung Bervan. "Kalian mau backstreet nih? Ya jangan dari kita juga dong!"

Hening. Lama.

"Kayanya mereka mau ngomong berdua dulu, kita tunggu aja di kelas!" Tanu mempersilahkan keduanya menyelesaikan masalah, membiarkan Bervan berbicara pada Naraya tentang apapun tanpa harus membuat dirinya, Hanung dan Aretha tahu. Ketiganya meninggalkan taman, bergerak menjauh hingga tubuhnya menghilang oleh tembok bangunan.

Hampir satu menit Bervan dan Naraya bergeming, bahkan sepertinya langit yang berjalan di atas bergerak lebih cepat daripada mereka. Bervan menunduk, meratap sedih kotak-kotak kado yang kini ada di tangannya. Lalu ... "Ra," ucapnya tiba-tiba.

Naraya mendongak, menatap lekat mata Bervan yang kecoklatan terpapar sinar matahari yang mulai condong ke barat. Segalanya yang Naraya rindukan ada di sana, tatap teduh itu ada di sana walaupun kali ini tampak sedikit berbeda. Ada lega yang membebaskan sesak dadanya, nafasnya terasa lebih leluasa, lalu tak sadar ia mendengus. Semua telah berlalu, Bervan kembali lagi seperti semula, kembali terus berada di sampingnya. Naraya tersenyum, kali ini terlihat lebih tulus dari biasanya, ia hanya ingin terlihat benar-benar senang, Naraya ingin Bervan tahu bahwa ia tidak suka diacuhkan seperti tadi.

Segalanya akan baik-baik saja, bukan?

Hanya saja keadaan nampak tidak membaik, kesan abu yang pekat mendadak kembali hitam. Bervan mulai bergerak menaruh kado-kadonya di kursi, kembali berdiri di depan Naraya namun dengan jarak yang lebih tipis. Bervan bisa mencium bau shampoo dari rambut Naraya yang beterbangan, selalu aroma fruity. Bervan menyipitkan matanya ia bisa melihat dengan jelas helaian bulu mata yang menjadi mahkota atas mata Naraya yang selalu dingin sejak pertama kali ia melihatnya. Gerak bola mata yang selalu ia ingin lihat setiap hari, bola mata yang kali ini menatapnya dengan binar yang berbeda.

Judes but love 「COMPLETED」Место, где живут истории. Откройте их для себя