(26) Balas budi atau perasaan?

26 6 3
                                    

♡⁠˖⁠꒰⁠ᵕ⁠༚⁠ᵕ⁠⑅⁠꒱



Naraya memasuki gerbang rumahnya yang selalu tertutup rapi, seperti biasa rumah dua lantai yang ia huni hening, tidak ada suara apapun yang terdengar dari dalam, hanya seruak suara dari jalanan yang mulai dipadati oleh penghuni perumahan yang pulang kerja. Naraya berjalan mendekati pintu, menarik gagang berwarna silver yang tak terkunci, mendorongnya tergesa setelah tak menemukan motor Sekala di teras rumah.

"Kak ... " Cahaya terang dari arah ruang makan langsung membuat Naraya berlari menghampiri.
"Bi Iin ... "

Sosok dari balik riuhnya dapur membuat Naraya mendengus lega, wajah yang selalu berkeringat namun terlihat begitu menyejukkan bagi Naraya, wanita itu bergerak mendekati, menepuk pundak Naraya lalu mengusapnya kasar.

"Neng Naraya ... Kenapa baru pulang?" Raut wajah Bi Iin berubah khawatir.

"Bibi ... kenapa depan gelap banget?"

"Bibi lupa ga hidupin neng," Bi Iin cekikikan, gerakan kecilnya menuntunnya kembali ke dalam dapur yang menguapkan harum pandan yang tajam.
"Bentar neng itu bubur bibi gosong," Katanya.

"Kakak kemana Bi?" Naraya mengikuti langkah Bi Iin, tasnya ia letakkan begitu saja di kursi meja makan.

"Katanya teh ada rapat," Bi Iin menuangkan sedikit bubur kacang hijau ke atas telapak tangan lalu menyesapnya. Naraya hanya mengangguk, dan setelahnya tugas Naraya hanya harus paham lalu diam.
"Neng Naraya mau bubur kacang hijau?"

"Boleh, tapi aku mandi dulu ya, Bi."

Naraya bergegas naik ke lantai dua, tubuhnya tertelan oleh tangga yang meliuk naik, sementara Bi Iin masih di dapur sendiri, sibuk dengan bubur kacang hijaunya. Tidak ada yang membuyarkan fokusnya bahkan ketika seseorang masuk ke dalam rumah, melewati pintu dan bergerak masuk mendekati arah dapur.

"Assalamualaikum ... " Ucapnya membuat Bi Iin terjingkat kaget sampai tak sengaja memelantingkan sendok yang berisi bubur panas hingga mengenai seseorang.

Ia mengaduh, sementara Bi Iin tampak begitu panik mengendalikan apapun yang ada di sampingnya termasuk mematikan kompor. Suasana ruang makan yang lebih gelap dari dapur membuat bayangan sosok itu bias, tidak tahu siapa yang berada di luar dapur namun dari suaranya Bi Iin yakin bahwa dia adalah laki-laki.

Bi Iin bergegas menyalakan lampu ruang makan, meninggalkan sosok itu sendiri di pintu dapur sambil memegangi tangannya yang mulai melepuh. Mungkin masih untung sendok itu mengenai tangannya, tidak bisa dibayangkan bila benda stainless itu mendarat di pipi atau bibirnya.

Di sisi lain, Bi Iin mengambil ancang-ancang dengan sapu ijuknya, hendak memukul sosok berjaket yang membungkuk mengusap-usap tangannya.

Dan ya,

Bugh!

Ia terhuyung ke lantai, bahkan setelah akhirnya terkapar Bi Iin masih berusaha memukul-mukulkan gagang sapunya sekuat tenaga.

"Maling sia teh," Tuduhnya penuh amarah.

"Ampun ampun! Saya bukan maling."

"Ihhhh sudah kepergok masih mau bohong."

Suara Bi Iin membuat Naraya yang baru saja keluar dari kamarnya langsung menilik ke bawah, rambutnya yang masih setengah basah ia biarkan tergerai begitu saja, helaiannya menjuntai menutupi kaos oversize berwarna soft pink yang ia padukan dengan hot pants sederhana.

"Bi, ada apa?" Naraya menuruni tangga buru-buru, melihat Bi Iin yang hendak menjatuhkan kembali pukulannya namun tertahan karena mendengar suara Naraya.

Judes but love 「COMPLETED」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang