(23) Peran

26 8 2
                                    

⋋⁠✿⁠ ⁠⁰⁠ ⁠o⁠ ⁠⁰⁠ ⁠✿⁠⋌




Naraya mematikan kompornya, membiarkan helaian pasta dalam pancinya menjadi lebih layak untuk dimasukkan ke mulut dengan suhu  terbaik. Segalanya tidak berjalan sesuai dengan prediksinya, Sekala yang sejak tadi memilih diam sembari memainkan jemarinya di atas meja makan tidak mengatakan apapun semenjak datang, cowok itu hanya menanyakan kabar dan duduk terdiam di sana sampai sekarang.

"Ga ada yang mau dibahas sama aku?" Naraya meraih satu piring kosong, mengisinya dengan pasta hingga hampir penuh.

Hening.

"Oke," Naraya mengangguk paham, setelah piringnya terisi ia segera berlalu ke ruang tengah.

Naraya menaruh piringnya di sofa, sementara dirinya mendekat ke arah tv, memilih beberapa kaset yang ditata rapi di kotak penyimpanan, sebagian kaset nampak berdebu pertanda memang sudah lama sekali ia tidak terpakai.

Naraya memilih salah satu kaset dengan kotak berwarna merah, ada gambar bunga mawar beserta tanggal di sana, tertulis

01/01/2004
(Anak kami Naraya yang belajar jalan di usianya yang ketiga).

"Tadi Papa telfon," Ucap Naraya tersenyum saat membuka kaset lalu memutarnya di dvd player. Ada gambar kebiruan selama beberapa detik yang disusul kemunculan seorang gadis kecil dengan gaun berwarna biru yang terlihat begitu bahagia di acara ulang tahunnya.

"Happy birthday Naraya
Happy birthday Naraya
Happy birthday Naraya Calista
Happy birthday to you"

Begitulah suara pertama yang Naraya dengar begitu kaset itu berputar.

"Papa bilang apa?" Sekala tetap tak menoleh.

"Nanya kenapa kak Sekala ga bisa dihubungi," Naraya kembali berdiri, menuju sofa untuk kemudian meraih piring berisi pasta, ia duduk di sofa dengan dua kaki yang bersila, sesekali Naraya tertawa dengan tingkah anak kecil yang ada di layar tv-nya.
"Hahaha, kak lihat muka aku cemong banget gara-gara kamu."

Sekala mendengus kasar, dua tangannya saling menggenggam di atas meja. Semua ego dalam dirinya terasa diinjak-injak oleh tawa Naraya.

"Ra," Sekala masih belum memutar posisinya.

Namun Naraya masih tertawa.

"Ra?"

Naraya terdengar sedang menguyah kerupuknya.

"NARAYA!" Sekala berteriak, tubuhnya bangkit lalu berbalik menghampiri Naraya yang masih asyik menonton tanpa memalingkan wajahnya sama sekali. Hanya tawanya yang berhenti, cewek itu bahkan bergeming ketika Sekala begitu terengah di sampingnya.

"Kak Sekala lihat deh," Naraya menunjuk ke arah layar tv yang terjeda, di sana Naraya kecil terlihat tengah dicium oleh Papa dan Mama.
"Anak kecil yang disitu ... bukan aku, kan?"

"Ada yang mau aku omong __"

Belum selesai Sekala berbicara, Naraya kembali bersuara.

"Dia kelihatan disayang banget hanya karena bisa jalan," Tuturnya sambil menaruh piring di meja. Sekala tak menjawab, membiarkan adiknya menyelesaikan kalimatnya.
"Kenapa dia ga bisa selamanya begitu?"
"Kenapa dia harus kehilangan segalanya sekarang?" Ada getar dalam nada bicaranya, Naraya merasa pandangannya memburam kali ini.
"Kenapa dia harus jadi adik Sekala? Kenapa dia harus lahir?"

Sekala bergerak mendekat, raut wajahnya tidak lagi terlihat marah. Ada sesal yang tidak bisa dijelaskan, terlebih ketika Sekala melihat Naraya mulai menangis.
"Maafin gue, Ra! Maaf karena udah jadi pusat penderitaan lo."

Judes but love 「COMPLETED」Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz