(27) Jatuh cinta?

25 8 0
                                    



(⁠๑⁠♡⁠⌓⁠♡⁠๑⁠)



Naraya baru saja selesai dengan kegiatan malamnya, mengganti kaos oversize yang sejak tadi dipakainya dengan setelan piyama. ia duduk di meja rias memandang setiap detail wajahnya dengan teliti. Rambut, kening, mata, hidung, pipi dan berhenti pada dua bibirnya yang mengatup. Naraya mengerjap-ngerjap, rasanya kejadian di villa kala itu tidak bisa ia lupakan begitu saja.

Iya. Jadi begitulah.

Bersama Bervan, segalanya nampak tidak pernah mengecewakan. Naraya tidak bisa bohong bahwa beberapa kali pipinya bersemu merah di samping cowok itu. Tapi ia tidak ingin perasaan yang bahkan dirinya belum tahu artinya apa itu berlanjut, Naraya tak ingin menjadi lebih terlihat membangkang bahwa nanti pada akhirnya ia benar-benar punya pacar ... Oh, bahkan menaruh hati pada lawan jenis sekalipun, itu tidak diperbolehkan.

Satu tangannya naik menarik ponsel dari atas meja rias, ada beberapa pesan masuk yang sengaja tak ia baca. Naraya tersenyum melihat sedikit kalimat yang terbaca dari jendela notifikasi. Senyum yang kemudian sengaja ia pudarkan ketika kembali tersadar, menggelengkan kepalanya pelan setelah menaruh kembali ponsel itu kasar.

Naraya kembali menatap cermin yang sisi-sisinya dihiasi lampu yang memendar, wajahnya bersemu merah, matanya terlihat lebih berbinar. Entah kenapa rasanya ia jadi lebih tidak sabar untuk segara datang pagi dan pergi ke sekolah.

Ponsel kembali bergetar, bukan lagi pesan kini nama kontak yang tadi ia baca beralih berkedip-kedip menampilkan namanya di layar. Bervan menelfon, cowok itu entah kenapa senang sekali mengganggu malam tenang Naraya.

"Halo Nara," Suara itu melengking, bahkan hanya berselang satu detik dari semenjak Naraya menekan tombol terima.

"Kalau ga penting gue matiin."

"Eh .. Eh .. Bentar! Penting kok."

Naraya merotasikan matanya, menekan tombol pengeras suara agar bisa menaruh ponsel di meja dan melanjutkan ritual perawatan kulit malamnya.

"Emmm, besok kita bisa naik angkot bareng, kan?" Bervan berbicara hati-hati, ada sedikit bising di sana. Mungkin cowok itu baru saja menyelesaikan satu babak permainan online-nya.

"Penting banget lo nanyain begituan jam ..." Naraya menoleh ke arah jam dinding, jarum panjang hampir menyentuh angka tiga sementara pendeknya sudah berada di angka sebelas.
"Setengah dua belas?"

"Ya lo ga pernah bales chat gue, Ra."

"Ck. Gue matiin, ya!"

"Naraaa, hih ya udah iya maaf tapi please bareng gue besok, ya!" Suara penuh harap itu terdengar menjengkelkan, Naraya hampir saja gila mendengar permohonan yang entah kenapa akan ia turuti setiap bersama Bervan.

"Ga bisa gue bareng Sekala besok."

"Ah? Oh iya, ya?" Nada menyerah yang menyedihkan, Bervan terdiam cukup lama, mungkin merasa sedikit kecewa.
"Ya udah deh, Ra."

"Hmm."

"Ya udah good night, Ra. Sorry udah ganggu lo selarut ini," Cowok itu menyerah. Akhirnya. Namun kali ini Naraya merasa hatinya malah ikut tersakiti, ia ingin mengatakan saat itu juga bahwa ia bisa menemani Bervan mungkin besok pagi, setidaknya dengan beradu mulut dulu dengan Sekala.

"Van ..."

"Ya?"

"Gue mungkin ga bisa bareng lo naik angkot besok pagi ... "

"Iya, ga apa-apa."

"Sampai ketemu besok."

"Ya?" Bervan menjengkit kaget, terdengar jelas dari suaranya yang antusias.
"Gue ga salah dengar lo ngomong begini?"

Judes but love 「COMPLETED」Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu