(38) Cemburu

24 5 7
                                    




(⁠๑⁠´⁠•⁠.̫⁠ ⁠•⁠ ⁠'⁠๑⁠)





Pagi-pagi sekali Naraya sudah memasuki gerbang sekolah, seperti biasa Sekala dan dirinya menjadi yang pertama hadir, kedatangan mereka bahkan hampir bersamaan dengan satpam sekolah. Sekala menjadi yang pertama turun dari motor, melangkah mendahului Naraya untuk menyapa satpam lalu bergegas ke arah ruangan OSIS, Naraya sengaja memelankan langkahnya dan membiarkan Sekala menjauh lalu hilang di telan tembok Sekolah.

Suara mobil berhenti tepat di depan gerbang, Naraya menoleh, benar ia menunggu dan sedikit berharap bahwa yang akan keluar adalah Bervan. Lama Naraya menoleh, tiba-tiba jantungnya juga berdegup lebih kencang, ia menggigit kecil bibir bawahnya, benar-benar tidak sabar. Lalu pintu penumpang yang mulai terbuka membuatnya memicing.

Narayabtersenyum.

Kembali melangkahkan kakinya, melewati lobby, office lalu lorong kelas, Naraya berhasil sampai di mejanya tanpa memudarkan senyumnya sama sekali. Naraya duduk di kursinya, menaruh tas di laci sembari sesekali merapikan rambut. Belum ada siapapun di kelas, jadi ia kembali beranjak, menghampiri meja guru untuk meraih remote pendingin ruangan lalu menyalakannya, dan bersama angin pendingin yang berhembus, pintu kelas terbuka perlahan, menampakkan sosok yang tadi ia lihat di gerbang, yang selalu berjalan gontai dengan earphone menyumpal telinga, sosok itu tersenyum, tulus sekali, membuat Naraya tergesa menghampirinya.

"Hai," sapanya canggung, Naraya bergerak mendekat lalu berhenti di sisi sosok yang mungkin dua puluh senti lebih tinggi darinya itu.

"Hai Nara," ya, itu Bervan satu-satunya cowok yang mampu membuat Naraya semalam tidak bisa tidur karena tidak sabar. Tidak sabar untuk kembali bertemu.

Bervan mengangkat satu tangannya, mengusap pelan puncak kepala Naraya sampai sedikit berantakan. Ia rindu sekali dengan wajah itu, jadi setelah mengacak rambutnya Bervan beralih turun menyentuh ujung hidung Naraya dengan jari telunjuknya, membuat satu mata Naraya berkedip kaget.

"Aku kira kamu ga bakal datang pagi-pagi."

Bagaimana? Bervan membelalakkan matanya, ia mencoba mencerna ucapan Naraya yang baru saja membuatnya tersenyum lebar. Aku-kamu? "Datang dong, tebak aku bawa apa hari ini!"

"Hmm,"  Naraya mencoba menebak, "Nasi goreng? Ayam?"

"Salah."

"Hmm nasi uduk?"

"No no no."

Naraya tidak menjawab lagi, ia berjalan meninggalkan Bervan yang masih berdiri di depan, memilih duduk di kursinya karena di situlah tempat terdekat. "Ga tahu ah, emang apaan sih?"

Bervan menyusul, duduk di kursi Tanu yang saat ini pemiliknya belum datang. Ia bergerak melepaskan earphone nya, meletakkannya di saku sweater, lalu dengan cepat mengeluarkan kotak dari paper bag yang sejak tadi ditenteng. "Pancake madu," Bervan membuka tutup bekal makannya dan menampilkan kue dadar yang diberi lelehan madu dan buah ceri di atasnya. "Suka ga?"

Diam, Naraya tidak melihat ke arah pancake sama sekali, ia hanya asyik memandangi siluet wajah Bervan dari samping, saat itu juga ia merasa benar-benar menjadi manusia beruntung yang diberi kesempatan untuk dicintai Bervan dengan sangat besar.

"Nara ... "

"Iya suka," suka pancake dan yang bawa tentunya.

Bervan tersenyum, ia menyodorkan sendok dan kotak makan ke arah Naraya yang disambut senang hati. "Makan sendiri dulu, kalau aku sembuh nanti aku suapin."

Judes but love 「COMPLETED」Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora