(42) Bervan dan Sekala

29 7 1
                                    

ෆ⁠╹⁠ ⁠.̮⁠ ⁠╹⁠ෆ

Pulang adalah satu kata yang mengandung banyak sekali bunga, apapun kalimatnya apabila kata pulang ada, selalu saja mengundang bahagia, akan banyak sekali pikiran baik yang memenuhi otak, menyiratkan senyum tidak henti seperti mendadak jadi gila.

Namun Naraya tidak sedang suka dengan kata pulang, ia bergeming di mejanya ketika kelas hampir saja kosong. Hanya ada beberapa siswa yang sebentar lagi disibukkan oleh kegiatan ekstrakurikuler dan juga Bervan yang baru saja datang dengan kresek belanja yang ditenteng di satu tangannya.

Bervan memilih duduk di samping Naraya yang saat itu sudah kosong. Tanu sejak bel pulang sudah berlari pulang, tentu saja menyeret Aretha bersamanya dan Hanung entah kenapa tiba-tiba Daddy-nya menelpon dan menyuruhnya segera pulang.

"Kamu mau belajar apa dulu?" Bervan menarik satu buku paling atas, menampakkan sampul dengan gambar penggaris serta angka-angka yang diletakkan acak.

Naraya mendekatkan tubuhnya, dari jarak yang bahkan kurang dari tiga puluh senti itu ia bisa mencium aroma kayu vetiver dari parfum Bervan. "Aku harus hafalin semuanya?"

Bervan terkekeh melihat Naraya membolak-balikkan buku di depannya hingga halaman terakhir, diusapnya puncak kepala Naraya dengan satu tangan sementara tubuhnya mencondong dan menuntun tangan Naraya untuk membuka halaman pertamanya pelan.

"Matematika itu jangan dihafal, tapi dicoba. Kamu ga akan bisa kalau cuma hafalin rumusnya doang," Bervan menarik satu pensil dari tempatnya, menempatkannya di jemari Naraya tepat. "Kamu coba kerjain sampai nomor lima, nanti aku koreksi."

"Baik mentor." Naraya menurut.

Naraya tidak tahu harus takjub atau bangga kali ini, ia merasa benar-benar menemukan sisi lain dari Bervan yang sebelumnya ia kenal, setiap fakta baru tentang Bervan membuatnya merasa baru saja dibuat jatuh cinta lagi. Dulu ia sulit sekali menemukan ketertarikan pada cowok dengan mata tegas di sampingnya, lalu saat mulai tertarik, Naraya dibuat jatuh hati berkali-kali.

Naraya memusatkan fokusnya pada rentetan angka, tidak ada yang terlihat benar-benar sulit, apa karena Bervan baru saja mentransfer energinya, jadi Naraya bisa mengerjakan lima nomor bahkan sebelum lima menit. "Begini, Van?"

Bervan tersenyum setelah selesai mengecek jawaban Naraya, "Tuh kan kamu bisa," pujinya.

"Benar?" Bervan mengangguk. "Semua?" Lagi Bervan mengangguk.

"Iya sayang, coba lagi yuk sampai nomor sepuluh!"

Bagaimana? Sayang? Apa Bervan sedang mencoba membuat Naraya pingsan karena salah tingkah?

Pipi Naraya merona, ia merasakan banyak sekali guncangan di perutnya. Seluruh hatinya memaksa untuk tersenyum, namun segala sadarnya tidak menginginkan hal itu, jadi ia hanya menunduk, menyembunyikan bibirnya yang melengkung aneh.

Sepuluh, lima belas, dua puluh hingga seratus soal berhasil Naraya kerjakan tanpa kesulitan. Ada raut bangga yang menyeruak dari wajah Naraya, ia tidak merasa sulit bahkan dengan rumus yang asing. Naraya menoleh bahagia ke arah Bervan yang sedang menyenderkan tubuhnya di kursi, mencoba berbagi rasa senangnya namun cowok itu terlihat tenggelam dalam lelap. Mungkin, Naraya terlalu sibuk dengan buku di depannya, ia bahkan tidak sadar kapan Bervan menghilang dari pandangan dan kapan cowok itu mulai kehilangan kesadarannya.

Dalam pejam matanya, Bervan menyisakan bulu mata lentik yang terlihat menawan meskipun tidak menampakkan bola matanya yang kecoklatan. Kulitnya bersih dengan hiasan hidung mancung yang sempurna dan juga bibir tipis yang selalu saja banyak bicara. Dan ketika Naraya melihat bibir Bervan sedang mengatup seperti ini, entah kenapa perutnya terasa diguncang pelan.

Judes but love 「COMPLETED」Where stories live. Discover now