(31) Surprise dari Elena

35 5 6
                                    




꒰⁠⑅⁠ᵕ⁠༚⁠ᵕ⁠꒱꒰⁠ᵕ⁠༚⁠ᵕ⁠⑅⁠꒱

Bervan berdiri di sisi mobil yang berhasil terparkir dengan benar, hari sudah menunjukkan pukul setengah satu pagi dan keadaan rumah tampak berbeda dari biasanya. Beberapa lampu utama menyala, ada obrolan kecil yang terdengar ketika ia membuka pintu penghubung garasi dan ruang tengah, tawa Javero juga sesekali terdengar dibarengi dengan suara wanita yang terdengar asing di telinga Bervan. Ia berjalan pelan, semakin jelas suara obrolan yang sumbernya dari ruang makan, ada Ayah yang duduk di sudut meja depan, Javero berdampingan dengan tante Martha dan seorang gadis yang terlihat bergabung namun tak bisa ia lihat siapa karena duduk membelakangi posisi Bervan berdiri.

"Itu Bervan," Javero yang pertama kali melihat Bervan mendekat.

"Ada acara ap ... " Menganga, Bervan meluruhkan sedikit senyumnya setelah tahu siapa yang sedang bergabung. Sosok dengan wajah paling menjengkelkan yang biasanya ia hindari kini berdiri di hadapannya, senyumnya mengembang melihat Bervan yang terkejut.

"Hai Van," Sapa Elena menyambut.

"Beri salam sama tamu Ayah, dia udah nunggu kamu dari jam sepuluh," Pak Jaya seperti sangat sengaja menempatkan Bervan di posisi bodoh seperti ini.

"Ngapain lo kesini?" Bervan menyeret langkahnya mundur.

"Sopan sedikit sama tamu Ayah!"

Bervan mengalihkan pandangan tajamnya dari Elena ke arah Pak Jaya, ada adu tatap yang lama sebelum akhirnya Bervan menarik dirinya menjauh, menaiki tangga sebelum akhirnya terdengar membanting pintu kamar. Dengan gerakan kasar Bervan menarik kursi game nya, duduk di sana sembari menunggu komputernya menyala. Ada suara kaki yang terdengar mendekat, pasti Ayah yang akan memarahi atau melakukan hal yang akan merusak hari istimewanya.

"Bervan!" Suara lantang pintu yang terbuka dibarengi suara Pak Jaya yang baru saja masuk memaksa Bervan menoleh.
"Ayah ga pernah mengajari kamu ga sopan kaya tadi!"

"Aku bukan orang kaya Ayah yang bisa pura-pura baik padahal benci sama seseorang!" Bervan bangkit, berjalan mendekati pintu yag Pak jaya hanya buka lalu menutupnya kasar.

"Ini bukan masalah suka atau tidak. INI MASALAH SOPAN SANTUN!" Bentak Pak Jaya.

"Sopan menurut Ayah bawa anak cewek sampe tengah malam ke rumah? Anak Ayah cowok semua. Ini udah hampir pagi dan dia belum pulang."

"Kenapa? Risi?" Pak Jaya berkacak pinggang. Rahangnya mengeras tanda ia mulai benar-benar marah.
"Lalu apa kabar kamu yang bawa anak orang ke villa saya sampai menginap?" Bibirnya tersenyum miring.
"Kenapa villa saya? Ga mampu buat sewa apartment? hotel?"

"Itu bukan villa Ayah!"

"Danvilla. Danaka villa, bagaimana bisa itu bukan villa saya?"

"Villa itu atas nama mendiang Bunda!" Bervan menekan telunjuknya ke atas meja belajar, memberi penekanan pada kalimatnya yang ia anggap mutlak.
"Ayah bahkan ga ngurus villa itu kalau aja bukan aku yang setiap bulan ngecek ke sana. Kenapa? Apa karena villa itu mengingatkan Ayah sama Bunda? Ayah merasa bersalah kan karena udah mengkhianati Bunda dan nikah sama janda itu?"

"BERVAN!"

Plak!
Satu tamparan kerasa mendarat di pipi Bervan, wajahnya tertoleh setelah menerima hentakan tangan dari Ayahnya.

"Bahkan kalau cewek itu Ayah manfaatin cuma buat bikin aku nurut, itu ga akan berhasil," Bervan kembali berdiri tegak, tangannya terulur menarik kembali kursi, duduk di sana sembari mulai menjalankan mouse-nya.
"Aku benci karena harus terlalu mirip sama Ayah, bahkan otak licik aku semuanya warisan Ayah."

Judes but love 「COMPLETED」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang