Bab 5

4.6K 345 16
                                    

Bagian 5

Akhir-akhir ini Disa di dera gelisah saat keluar dari kamarnya. Perkataan Sultan makin membuatnya ketakutan sekaligus menumbuhkan harapan bahwa dia pasti akan bisa bebas lepas ke luar dari rumah itu beberapa tahun lagi. Ya, tinggal beberapa tahun lagi. Bukannya dia bisa bertahan selama empat tahun terakhir?

Namun peristiwa dua hari setelah pernyataan Sultan, membuat sebuah masalah baru menerpa Disa. Anak dari kerabat Bu Sinan, Irma, yang sedang melanjutkan kuliah di Jogjakarta membuat hidup Disa tidak tenang sejak hari pertama Irma datang. Entah apa kesalahan Disa, hingga Irma selalu membuatnya merasa tidak nyaman.

"Sid, kamu yakin, pembantu itu bisa dipercaya keluar masuk kamar dua abangmu? Biar gimanapun dia itu permpuan lo,"Tukasnya saat melihat Disa keluar dari kamar Sunan dan juga Sasran.

"Ya itu kerjaan dia dari Bik Mira, Mbak Irma. Selama ini Disa selalu bekerja dengan baik. Disa juga bantu jagain anak Mbak Sastri mulai dari urusan bangun tidur hingga Kembali tidur, Disa bisa diandelin,"terang Sidni.

"Alah, aku juga bisa kalau cuma nemenin. Kukira dia yang kerjain semuanya, eh, mbak kasih tahu ya, kita itu gak boleh terlalu percaya sama orang luar, kamu ingat nggak kasus tante Sundari? Anak asuhnya yang dirawat ketahuan nyuri, eh setelah dicek ternyata udah nyuri dari lama. Ati-ati lo, kamu."

Sidni memilih tersenyum sumringah. Contoh yang dijabarkan Irma memang benar, namun menyamakan semua orang karena statusnya menurutnya sangat tidak adil. Sidni hanya berharap apa yang dikatakan Irma tidak sampai di telinga Disa, karena jika Iya, maka Sidni tidak tahu harus memulai dari mana menjelaskan.

"Terus aku kasih tahu lagi contoh lainnya, ada lo kasus lebih mengerikan, pembantu godain majikan, apa kamu mau, kakak-kakakkmu digaet sama tu pembantu gak jelas?."

Mendengar ucapan Irma Sidni makin uring-uringan. Tak disangka Sastri juga ikut duduk bersama dan mendengar penjelasan Irma.

"Wah, kalau sampai Disa berani, aku yang akan usir dia. Gak perlu nunggu lama, aku gak peduli dia dibutuhin sama anak-anakku, kalau sampai sodaraku juga di gaet, aku gak bakalan tinggal diam,"sambung Sastri penuh keyakinan.

"Ah gak mungkin Disa berani, Mbak Irma. Anaknya nurut-nurut aja kok, gak aneh-aneh pula,"bela Sidni.

"Ahh, kamu jangan bilang gitu. Hati orang siapa yang tahu. Apalagi dia udah keenakan tinggal gratis di sini, disayang pula sama bude Sinan, siapa yang tahu kalau nanti dia punya niat yang tidak-tidak, iya kan?"sungut Irma meyakinkan. 

"Kita memang wajib waspada, Sid. Banyak orang baru akan menampakkan wujudnya setelah beberapa tahun, kita tidak tahu asal-usulnya, Bang Sultan membawanya ke rumah atas dasar kasian, kita tidak tahu menahu siapa keluarganya."

"Kalau untuk Disa aku yakin pasti nggak akan kayak gitu, kak, Mbak Irma. Aku yang jamin Disa anaknya bisa diajak Kerjasama, tingkahnya gak macem-macem, bantuin kak Sastri ngurus Silvi dan Sean, Disa kurang baik apa lagi ke keluarga kita?"

"Lah? Dia digaji di rumah ini, Sid, nggak gratis. Malah bang Sunan tuh, sering ngasih dia duit,"protes Sastri pada Sidni.

"Ya itu kan biasa aja kak. Kenapa dipersoalin sih?"

Sidni sungguh tidak habis pikir dengan logika pikir kakaknya yang menuduh Disa macam-macam. Apalagi selama ini, Disa lah orang yang sering membantunya menjaga dan merawat Sean selama empat tahun terakhir. Namun dalam kepala Sastri yang terpengaruh oleh hasutan Irma, semuanya menjadi masuk akal manakala dalam setiap kesempatan Sunan dan Sasran selalu membela Disa.

"Sekarang mungkin kamu gak tahu, Sid, tapi siapa yang bisa tahu di masa depan? Iya kan?"

Kali itu Sidni memilih meninggalkan Sastri dan Irma yang masih membahas tentang Disa menuju kamarnya di lantai dua. Tanpa dia tahu ternyata Disa mendengar semua percakapan itu dari balik tangga menuju lantai dua.  Tempat itu adalah tempat penyimpanan berbagai barang-barang alat kebersihan rumah, mulai dari ; tangga lipat, sapu, mesin pel, hingga berbagai macam lap semuanya disimpan di gudang itu. Yang mmebuat Disa tanpa sadar mengeluarkan air mata adalah, ternyata kehadirannya di rumah itu masih dianggap sebagai benalu.

Malam hari saat sekeluarga itu kompak pergi makan di luar menyambut kedatangan Irma dan Disa diajak oleh bu Sinan, Sastri dan Irma lah orang yang paling pertama menawarkan agar Disa naik saja di mobil bersamanya. Tak perlu barengan di mobil Sunan atau motoran sama Sasran seperti biasa. Namun karena merasa perasaannya tidak enak, Disa beralasan kalau malam itu dia berniat menunggu temannnya yang akan datang berkunjung. Jadilah Disa bisa selamat malam itu, dan tinggal di rumah bersama Bi Mira, namun dua jam kemudian Sunan datang.

Saat melihat Sunan dan wajah Sunan berubah warna, Disa mendekat lalu menawarkan air minum. Sunan meminta Disa membuatkannya Es The dalam wadah besar dan membawanya ke kamar. Saat membawakan Es teh itulah tanpa sengaja salah satu gelas jatuh dan pecahannya berhamburan dilantai. Disa panik, dia tahu Sunan pasti akan memarahinya seperti yang sudah-sudah jika Disa membuat kesalahan. Namun karena ceroboh, kedua kaki Disa malah terkena pecahan gelas secara bersamaan.

"Kapan sih kamu bisa pakai matamu dengan baik?"

"Ma-maaf, bang. I-ini ti-tidak sengaja."seloroh disa merasa bersalah.

"Naik ranjang, naikin kedua kakimu. Pecahannya harus segera dikeluarin,"perintah Sunan, lalu mengambil sebuah kotak mini di laci nakas miliknya. Disa hapal jika itu adalah kotak P3K milik Sunan.

"Auuuu, sakit Bang,"

"Diem. Ini luka kecil. Syukur gak perlu dijait, aku plester ya, kamu jangan sering kena air dulu."
Sunan masih membrsihkan luka itu, saat Sastri muncul bersama Irma juga Sidni di depan pintu kamar Sunan yang terbuka lebar.

"Wah..wah.. bikin apa lagi si Disa? Berani beraninya naik di ranjang Sunan, atau kamu udah biasa ya?"

Ucapan Sastri sontak membuat Sunan, Sidni juga Irma bungkam. Apalagi Disa. Sunan sempat berhenti selama beberapa detik membalut luka DIsa sebelum memindahkan kedua tangannya pada kaki kanan Disa.

"Wow luar biasa ya kalian. Aku sama sekali nggak ngerti Dis, ternyata kamu yang bikin Sunan pulang cepat, Ya. Pantesan!"Sinis Sastri tanpa basa-basi

"Sastri jangan bikin aku marah dan mendikte semua kelakuan kamu, bukan aku yang setiap pagi teriak butuh Disa,"balas Sunan datar namun lebih serupa bisikan.

"Udah dong, kak. Lagipula Disa ngapain sih? Dia itu luka, bang Sunan bantuin, apa yang salah?"Sidni memelas. Jujur ia sungguh tidak mau jika hal ini dibesar-besarkan.

Kali ini Sastri berkelit. Ia masih beranggapan jika Disa bisa masuk ke kamar Sunan karena ada unsur kesengajaan. Apalagi ada Irma yang seolah membenarkan anggapan Sastri. Namun pertengkaran malam itu, berubah senyap saat Sultan naik tangga dan Sidni juga Sastri melihat sang kakak ikut melongok ke kamar Sunan.

"Nan, kalau dia sudah diobati, suruh turun ke kamarnya, ada ibu yang menunggu di bawah."

"Siap Bang."

Lalu Sultan berlalu pergi menuju kamarnya seolah ketiga wanita di depan pintu hanyalah makhluk tanpa nyawa.

"Sid, abangmu gak berubah. Kita gak dianggep manusia ya?"ujar Irma skeptis dengan mata tak lepas dari pintu kamar Sultan

"Masih untung gak dianggep, tadi sore aku minta ikut dia naik motor, tapi motornya singgah ngisi bensin, aku turun nunggu di pojokan jalan keluar. Kupikir dia masih ngantri, tau-taunya dia ninggalin aku sendirian di sana. Bayangin, adiknya sendiri ditinggalin dia tempat ngisi bensin, kurang tega apa coba kakak kesayangan kamu, Sid?"

Sidni tersedak oleh tawa saat mendengar cerita Sastri. Lalu kemudian memilih mendekat pada Disa lalu memapahnya menuruni tangga. Namun yang tidak Sidni sadari ada yang berubah dari Disa setelah malam itu.



=======

Link KBM aplikasi udah sampai bab 20
https://read.kbm.id/book/detail/7337ba4c-785f-48e8-b35a-5134692aef0b?af=cd5e403f-e9be-21c8-3b5f-887257989ae1

Di karyakarsa juga ya.

Sampai jumat kamis ya.

Jodoh Beda UsiaWo Geschichten leben. Entdecke jetzt