Bagian 62

3.9K 274 14
                                    


Bagian 62.

Terlalu beresiko jika memaksanya melahirkan di kondisi seperti ini.

“Pak jalankan kapalnya,”perintahku sambil menguatkan sang ibu.

“Bu.. semoga ibu masih bisa kuat ya, resikonya terlalu besar jika ibu memaksa lahiran normal. Kedua kaki ibu juga bengkak. Saya hanya bisa menunggu progress pembukaan sembari meminta kapal tetap melaju,”kataku cepat. Sambil menguatkan tangan si ibu. Aku hanya berdoa jika dia bisa bertahan. Aku tidak memilii cukup upaya untuk membiarkannya mempertaruhkan nyawa, kecuali jika saatnya memang tiba. Biasanya jarak pembukaan bagi tiap ibu sangat berbeda.

Aku kembali melirik ke arah Bu Sinan. Aku hanya berdoa semoga keputusanku tepat. Lagipula yang hanya bisa kulakukan adalah menunggu hingga proses pembukaannya tiba. Jadi selama belum saatnya aku yakin semua akan baik-baik saja.

“Sa-sakit dok…”keluhnya masih dengan napas putus-putus.

“Memang sakit. Ibu harus tahan ya, memang ini yang harus kita hadapi bu kalau lahiran, ibu pasti udah tahu konsekuensinya saat kita tidak maksimal pakai pengaman,”kataku pelan sambil sesekali melihat progress pembukaan.

“Ra-rasanya…. Aaaa….. rasanya gak enakk dok kalau pakai… aaa….. pengaman….hhhh..hhhh..”

Seluruh penumpang di kapal sontak menghamburkan tawa. Kuangkat wajah meminta mereka agar bisa mengendalikan diri. ini sungguh tidak lucu

“Ya kalau ibu merasa enaknya gak pake, ya ibu yang pake pengaman, besok setelah lahiran langsung dipake ya Bu. Biar ibu gak kecolongan lagi.”

Namun kali itu si ibu hanya menganguk. Aku melihat napasnya mulai normal. Dia seperti sedang menenangkan dirinya. Mungkin rasa sakitnya mulai menghilang namun aku yakin beberapa saat lagi rasa sakit itu pasti akan datang.

Seperti yang kukira, sekitar lima belas menit kemudian rasa sakit itu datang lagi. Aku memintanya menggigit kain  yan kuberikan agar membantunya meredam rasa sakit. Beberapa kali kak Sidni dan Silvi panik akibat cengkaraman tangan si ibu yang begitu kuat.

Aku masih memantau dengan kain tertutup yang sengaja kulebarkan, posisi kain menutup dada hingga ke paha si ibu, dan satu selimut lagi yang sempat kubawa kuminta Hanan juga Qodril mengaitkannya di tempat yang pas agar dapat menutupi dari sinar matahari.

Dua jam yang Panjang bagiku memantau kondisi ibu. Silvi sempat muntah saat melihat membersihkan kotoran si ibu. Si ibu tampak malu dan ingin menangis. Ya, inilah pekerjaan kami, aku ingat pernah dimarahi Bang Sunan karena muntah di stase Obgyn saat coaas dulu akibat masalah serupa, ya Bang Sunan pernah jadi pembimbingku.

Saat kapal sandar di dermaga, telah ada kawanan petugas Kesehatan dan beberapa anggota TNI yang telah bersiap mengawal. Aku menduga Bang Sultan sudah menghubungi satuan yang ada di pulau Banggai sehingga menyebabkan proses si ibu menuju rumah sakit berlangsung lancar. Aku memberikan sedikit penjelasan pada perawat hal apa saja yang telah si ibu alami dan Tindakan yang sudah kulakukan sebelumnya.

Aku akhirnya bernapas lega saat melihat semuanya sudah selesai, namun napasku tercekat saat melihat kapal yang kutumpangi berbalik arah sedangkan masih ada barang-barangku di kapal itu.

Jodoh Beda UsiaWhere stories live. Discover now