bagian 64

3.7K 261 12
                                    

Bagian 64

Pagi kembali datang. Aku mendengar suara teriakan anak-anak. Namun badanku begitu berat untuk kugerakkan. Apalagi kedua mataku. Entah butuh berapa waktu aku membuka mataku. Namun saat aku membuka mata, aku bisa merasakan jika tubuhku dan bang Sultan saling berpelukan. Nah kan? Apa kubilang.

"Kamu berkali-kali hampir jatuh, jadi aku inisiatif memelukmu."

Alasan.

"Bukannya Abang juga suka kalau meluk Disa?"

"Hah. Kamu yang duluan meluk Dis, aku hanya membantumu agar tidak jatuh."bantahnya dengan suaranya yang berat.

Dasar badak. Dasar kanebo.

"Alasan.."

"Terserah kamu mau percaya atau tidak."

"Ya kalau gitu gak usah meluk-meluk lagi, lepass ahh...Disa mau mandi, pasti dicariin di luar sama ibu,"jawabku lalu bergegas melepaskan diriku dan berjalan menuju kamar mandi.



Aku keluar kamar satu jam kemudian bersama Bang Sultan. Kami secara tak sadar kompak pakai baju biru tanpa rencana. Aku pakai baju terusan selutut lengan Panjang berbahan sifon. Dan Bang Sultan memakai baju kaos biru laut dan celana jinz biru tua yang membuatnya tampak lebih muda dan segar.

"Ciee rambutnya basah terus Pak,"Seru Hanan begitu kami mendatanginya di tempat makan resto vila.

Kadang aku deg-degan melihat bagaimana Hanan terlalu berani menganggu atasannya. Bagaimana jika bang Sultan tahu jika ajudannya mendekati keponakannya? Ahh... Hanan. Kamu bikin saya senewen.

"Ya kan keramas. Makanya rambut basah. Emang kamu, jarang keramas?"balas Bang Sultan lalu mulai mengambil beberapa lauk ke piringnya. Tak lama beberapa orang terlihat bergabung bersama kami termasuk kak Sidni bersama suaminya, Silvi bersama Sean, dan tak ketinggalan Mbak Sastri, Mbak Arma dan adiknya Mbak Irma. Di ingatanku masih teringat jelas bagaimana Mbak Irma menamparku beberapa bulan yang lalu. Selama tiga hari datang, dia sama sekali tak pernah mau melihatku apapun kondisinya. Entahlah. Aku merasa ada yang aneh dengan kepribadiannya.

Saat melirik Silvi dan memasang senyum padaku aku kembali merasakan kejengkelan luar biasa.

"Siapa bilang saya malas keramas Pak? Tadi pagi untuk pertama kalinya saya keramas Pak. Semoga besok juga,"

Spontan aku batuk. Sialan Si Hanan. Apa maksudnya? Kembali kulihat Silvi yang makan seolah tanpa beban. Kenapa aku merasa bagaikan sedang berada dalam masalah besar? Intinya aku tidak akan pernah mau tahu dengan urusan mereka. karena urusanku saja sudah terlalu sulit untuk kuselesaikan.

"Ya.. semoga. Kasian Qodril harus sekamar sama pria sepertimu yang keramas saja mesti menunggu momen."

"Kenapa kalian bahas keramas? Apa istimewanya? Apakah perlu ada sebab untuk orang keramas, Dad?" Sean menginterupsi.

"Duhh... perasaanku selalu gak enak kalau Sean yang ngomong,"Mbak Sastri melirik pada anaknya. Jika ibunya saja ngeri gimana dengan kami.

"Hmmm tidak perlu alasan. Kalau pria wajib keramas tiap hari,"jawab Bang Sultan santai. Ia tampak menikmati sarapannya. Sedangkan aku cukup dengan segelas jus buah dan roti selai.

"Ouw... kupikir seperti yang biasanya Mama lakukan, dia pasti akan keramas pada hari-hari tertentu saat si abi-abi itu datang berkunjung ke rumah dulu."

Suara tawa Silvi terdengar nyaring. Aku menutup mulutku dengan satu tangan saking terkejutnya dan menunggu reaksi Bang Sultan yang menatap adiknya-Mbak Sastri- dengan pandangan meminta penjelasan.

Jodoh Beda UsiaWhere stories live. Discover now