Bab 36

2.6K 216 2
                                    

Bagian 36


Aku dibawa oleh Bu Sinan duduk di samping Bang Sultan. Rasa-rasanya aku tidak pernah merasakan akan bisa setidak percaya diri ini seumur hidupku. Dadaku berdentam-dentam tak karuan. Kedua tanganku berkeringat. Sejak tadi aku hanya bisa mengarahkan pandangan pada pihak KUA yang betah berceramah tentang nasehat perkawinan. Namun debar di dadaku makin menggila mana kala pihak yang diamanahkan sebagai waliku mengambil tempat dihadapanku Bang Sultan untuk menikahkan kami. Aku belum mampu melirik pria di sebelahku. Aku sadar jika aku tegang. Sangat tegang. Namun aku berusaha sebaik mungkin agar keteganganku tak terbaca oleh orang disekitarku.

Lalu kulihat tangan pria disebelahku menjabat tangan pria berpeci yang telah ditunjuk untuk menjadi waliku. Dadaku rasanya akan meledak. Aku hanya menunduk hikmat saat kata-kata itu terlontar.

"Saudara Sultan Panembahan Bin Suardi Sultan Chaniago saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan saudari Gladisa Dara Hendra binti Almarhum Hendra yang hak perwaliannya telah diserahkan kepada saya, dengan mas kawin uang dua juta rupiah dibayar tunai."

"Saya terima nikah dan kawinnya Gladisa Dara Hendra binti Almarhum Hendra dengan mas kawin tersebut dibayar tunai karena Allah."

"Sah" terdengar sorak sorai orang-orang. Aku masih duduk mematung di tempatku

"Sah!!" kembali terdengar sahut-sahutan yang lebih bergemuruh.

"Sekarang silahkan mempelai wanita menghadap ke mempelai pria, dicium tangan suaminya."

Aku gemetar. Tak ada yang bisa kututupi saat memegang tangan Bang Sultan untuk yang pertama kalinya. Kikuk jelas terlihat. Seolah ada listrik yang mengaliri tubuhku Ketika tanganku mengamit tangannya. Siulan dan godaan masuk lewat indera pendengarku tanpa ampun. Aku mencium tangan Bang Sultan sesuai arahan. Aku merasakan tangan Bang Sultan di kepalaku. Kami lalu bertukar cincin pemberian dari Sidni. Selanjutnya kami diarahkan melakukan sungkeman pada Ibu Sinan. Tangis mewarnai usapan Bu Sinan pada bahu Bang Sultan. Aku masih sempat melihat bang Sultan menghapus air mata ibunya sebelum mempersilahkan aku memohon restunya. Ajaibnya air mataku juga ikut menetes tanpa permisi. Seiring usapan pada bahuku kemudian berlanjut pada kepalaku.

Apa yang terjadi padaku?

"Kalian berdua berbahagialah, lupakan masa lalu. Saling mengasihi. Dengar kata penghulu tadi. Saling mengingatkan akan kebaikan, peringati selalu istrimu dengan kalimat sayang juga kelembutan. Dan kamu Disa, layani suamimu dengan baik. Turuti semua perintahnya, ingatkan di ajika berbuat salah. Saling mengasihilah hingga melahirkan anak-anak yang lucu."

Aku tak bisa berkata banyak. Kami lalu diarahkkan duduk pada pelaminan sederhana kemudian diarahkan segera untuk berfoto keluarga saat salam-salaman telah dilaksanakan.

"Wah, Disa akhirnya jadi keluarga kita,"Bang Sasran menyelamatiku dengan raut wajah datar namun tak lupa memeluk Bang Sultan.

"Disa, aku gak nyiapin kado banyak. Hadiah nyusul ya," Bang Sunan menyelamatiku kemudian beralih memeluk Bang Sulthan.

"Disaaaa, kadomu udah kusiapin. Pagi tadi udah kumasukin di kamar Bang Sultan. Nanti kamu buka ya,"celutuk kak Sidni.

"Anak kuliahan belum punya banyak tabungan, Silvi kadonya nyusul ya Momy Disa. Welcome to the family." Silvi memelukku erat. Kubalas pelukannya serta tak lupa mengucap terima kasih.

Kemudian acara itu berlanjut dengan acara singkat dan jamuan khusus keluarga. Acara yang berlangsung selama dua jam itu lebih banyak dihadiri oleh keluarga terdekat dari Bu Sinan juga Bang Sultan. Tamu yang hadir tidak lebih dari seratus orang. Halaman depan rumah Bu Sinan mampu menampung tamu bahkan lebih dari seratus orang. Namun segalanya berlangsung cepat. Setelah acara perjamuan kecil dan semua tamu pulang tak terkecuali empat temanku yang masih sempat meledekku. Aku diarahkan bu Sinan agar segera berpindah ke kamar Bang Sultan karena kamar tamu akan segera digunakan.

Saat masuk ke kamar Bang Sultan dengan Silvi yang membantuku memindahkan dua koper milikku, badanku di dera rasa tak nyaman. Kamar yang terbilang luas ini seperti kehilangan warna jika bukan karena hiasan dan aksesoris ranjang pengantin dan dekorasi sederhana yang mewarnai keseluruhannya. Warna hiasannya pun monoton terdiri dari mawar putih dan bunga beugenvile berwarna jingga. Ada satu sofa Panjang diujung ruangan berdekatan dengan meja kerja dan dua daun pintu lebar yang aku tahu adalah balkon sekaligus pintu keluar menuju teras samping. Ya, hanya kamar Bang Sultan satu-satunya yang memiliki Balkon. Sejak dulu Sidni selalu protes tentang keistimewaan kamar abangnya itu.

Sisi kiri sudut hingga mendekati ranjang lalu semua sisi dekat pintu kamar mandi dipenuhi dengan buku-buku yang tersusun menjulang hingga hampir mencapai langit kamar. Entah kenapa aku malah ngeri membayangkan akan tidur di kamar ini malam nanti.

"Ciee... Mommy, kamar Papi wangi banget. Eh... Silvi tinggal dulu ya, mau siap-siap dandan buat acara siraman jam satu. Momy juga siap-siap dong, biar kita seragam. Udah dikasih tahu sama Tante Sidni warna bajunya buat acara siang ini,kan?"
"Iya sayang, udah. Kalau gitu kamu tolong panggilin Mua yang beberes kamar tamu bawah, bilangin aku  minta bantuan buat lepasin baju sama sanggul ya."

"Siap. Mom, bentar ya."

Aku lalu segera membuka tas dan koperku. Menyiapkan satu kebaya berwarna salem. Semalam aku membuka pesan dari Sidni dan melihat foto warna baju yang akan dikenakan semua anggota keluarga. Para pria menggunakan beskap salem, dan keluarga Wanita mengenakan kebaya salem. Untuk bawahan sendiri aku memilih kain yang corak batiknya tidak terlalu berbeda jauh.

Saat Mua masuk dan membantuku merapikan rambutku yang acak-acakan, saat itulah Bang Sultan masuk. Sontak para MUA yang awalnya menanyaiku dengan beragam macam hal menjadi diam. Seolah ada tombol yang telah membuat mereka diam. Aku masih diam di kursi dan melihat ke meja rias dan tidak menangkap sosok Bang Sultan dalam cermin. Namun aku tahu mungkin dia sedang memeriksa sesuatu pada lemarinya. Meski kecil, aku tahu dia sedang berganti pakaian.

"Mbak, helai rambutku biarin kayak tadi, hanya sanggulnya diubah, aku rencana pakai model sederhana aja biar tahan sampai malam. Make up ubah sederhana terus blush on sama eye shadow biar ngikutin warna baju juga ya,"tuturku memberi perintah

Butuh waktu hampir sejam bagiku bersiap namun bang Sultan tidak juga terlihat.

"Mbak, lihat bapak nggak?" bisikku pada Wanita yang membantuku mengenakam kebaya.

"Tadi saya lihat turun lewat pintu samping, Mbak. Terus gak kelihatan lagi."

Aku berucap syukur dalam hati. Hingga saat ini belum ada pembicaraan antara kami. Terakhir di pesawat dan masih nihil ningga sekarang. Aku lalu teringat mengisi daya kedua ponselku sebelum membersihkan meja rias dan mengatur seluruh barangku agar tersusun rapi di koper. Aku tidak ingin menerima amarahnya hanya karena hal remeh di hari pertama pernikahan kami.

"Apa mau saya bantu susun di lemari Mbak? Tadi bu Sinan beri saya perintah untuk bantu Mbak beberes di kamar."

"Eh? Nggak usah Mbak. Nanti saya aja, Mbak Bantu keluarga yang lain aja pakaian, saya udah cukup, kok."

"Ya udah, saya tinggal ya Mbak."

Aku lalu menutup pintu kamar dan kembali memeriksa riasanku dan menambah pewarna di mata. Aku sudah berencana untuk resepsi besok malam akan mengenakan riasan yang simple tanpa sanggul. Karena keesokan paginya harus segera terbang bersama Bang Sultan. Aku tahu benar dia selalu tepat waktu di semua kegiatan. Apalagi aku harus menghadiri acara bersamanya di Manado sebelum kembali ke Luwuk.

Aku baru saja akan mengenakan sepatu dan bersiap turun saat pintu balkon terbuka. Sosok bang Sultan kemudian muncul dengan beskap berwarna salem lengkap bawahan batik. Tubuhku lalu otomatis duduk seperti robot saat menyadari dia berada di belakangku seolah sedang memeriksa posisi pakaian yang dikenakannya.

Tunggu. Dalam saat seperti ini? Apa yang sebaiknya harus kukatakan?

======

Link pdf murah selama 24 jam seharga 77rb 
https://www.nihbuatjajan.com/e/ttTOvS7oVB

Harga 77rb Hanya bagi 250 orang pembeli pertama. Selanjutnya normal 169rb. Google 169rb.

Jodoh Beda UsiaWhere stories live. Discover now