Bab 28

2.6K 248 1
                                    

Bagian 28


Aku masih menerima ucapan selamat hingga satu jam setelah pengumuman Bang Sultan. Aku makan dalam keadaan bahagia hingga beberapa ibu PERSIT menanyakan kapan tanggal pernikahan kami hingga ke hal dasar dimana kami berkenalan. Bang Sultan juga dihadiahi pelukan dan tepukan pada bahunya. Kami sama-sama sedang menerima banyak selamat. Setelah menerima banyak selamat barulah Hanan dan Qodril terlihat. Entah mereka dari mana.

Acara itu berlangsung hingga pukul sepuluh malam. Aku yang secara otomatis mengikuti langkah Bang Sultan meninggalkan meja makan yang hanya menyisakan tiga pasangan suami istri. Aku juga naik ke mobil tanpa banyak bicara. Seolah apa yang aku lakukan sudah sebagaimana mestinya. Namun saat musik di mobil mengalun, aku spontan membuka kaca dan memandang ke luar jendela.

'Ayang-ayangku.... Ayang-ayangku... kau buatku melayang... dan dimabuk kepayang...'senandung Hanan mengikuti intro penyanyi
'Ayang...ayang...

"Hanan... ganti lagunya,"Bang sultan memberi perintah. Aku menyembunyikan tawa.

"Tanggung Pak. Udah kunyanyikan juga,"Hanan menyela pelan.

"Ganti, Atau matikan aja sekalian,"protesnya lagi.

"Ayang..ay.."

"Hanan!"

"Siap Pak."

"Ganti!"

"Siap sedikit lagi Pak."

"Hanan...."

"Siap Pak."

"Kamu mau ganti lagu atau kamu yang turun dari mobil?"

"Siap Pak. Lagunya juga udah habis Pak."

Aku masih menahan tawa saat mendengar Qodril yang mengemudikan mobil melepaskan sebuah tawa yang sejak tadi ditahannya. Aku bisa merasakan Bang Sultan tidak terlalu kejam sama anak buahnya. Terbukti dua manusia iseng ini masih bisa dengan bebasnya mengerjai atasannya.

"Seru banget ya Bu, tadi nyanyinya. Sayangnya saya datang pas Ibu udah mau selesai. Main gitarnya juga pintar ya bu. Yang ngajarin siapa?"

Aku melirik Qodril melalui kaca spion depan.

"Ayah saya sama tetangga saya Dril. Mereka yang ajarin. Tapi ya gitu aja. Yang masih keingat lagu itu aja,"jawabku.

"Tapi udah lumayan sih, karena kalau ada ngumpul-ngumpul ibu PERSIT nanti pasti bakalan nyanyi-nyanyi lagi nanti."

Aku menjawabnya dengan senyum. Lagipula aku bisa jawab dengan apa? Sedangkan Bapak di sebelahku mogok bicara. Apa dia sakit gigi? Namun tampangnya benar-benar mengerikan. Kami lalu tiba beberapa menit kemudian. Saat aku turun dari mobil aku mendengar suara Bang Sultan yang meminta Hanan menemaniku hingga sampai di Cottage. Ternyata jarak kamar kami hanya lima kamar. Letak kamarku paling sudut. Saat aku tiba Hanan langsung pamit pulang. Aku juga ingin istirahat. Meski orang-orang melihatku bisa tertawa, sebenarnya ada banyak hal berkecamuk di kepalaku. Aku bersyukur masalah dengan Coky diselesaikan oleh Bang Sultan, karena aku tidak bisa membayangkan bagaimana rupa emosiku jika ketemu dengan pria itu dan harus mengurus laporan lagi. Karena fokus utamaku kali ini adalah hanya tentang Ayahku.

Keesokan paginya Deta juga Okta datang dengan beragam cerita menarik tentang diving hingga kunjungan ke tempat eksotis wisata bawah laut.  Mereka juga bilang ketemu Stenly dan Barata di pulau sebrang. Mereka meminta maaf karena telah salah mengajak teman. Jika situasi sudah membaik, Stenly dan Barata akan segera datang menjengukku.

Kami berkendara pulang ke luwuk dengan mobil carteran siang harinya dengan pertimbangan harus segera tiba di luwuk jam lima sore. Karena aku sendiri sudah berjanji akan masuk jaga minggu sore.

"Oke kayaknya aku udah gak bisa nyimpan ini deh, Mbak. Ternyata liburan kali ini bikin kita tahu sebuah fakta jika sebenarnya Mbak Disa udah lama berhubungan sama Pak Dandim, aku aja sampe terkejut-kejut waktu dengarnya, Ya Tuhan,"cetus Okta.

"Sejak kapan Mbak? Kok selama beberapa bulan ini kita gak pernah tuh lihat Pak dandim itu ngapel?,"tambah Deta.

"Iya. Heran malah adeknya yang datang tempo hari, apa udah lama Mbak?"sahut Okta lagi.

"Belum lama Kok, semua terjadi gitu aja, aku aja gak menyangka kalau bakalan berakhir seperti ini, kalian doaian aja yang terbaik ya,"jelasku singkat.

"Terus acaranya kapan Mbak?"

"Kalau gak ada halangan bulan depan sebelum nikahan adeknya, ini besok udah ngurusin semua persyaratan. Dua minggu lagi semoga udah bisa nikah sipil,"jelasku tanpa semangat.

"Hah? Cepet banget Mbak? Ini serius?"tutur Okta panik

"Nggak. lima rius."

Masalah pernikahan ini memang masalah yang pelik. Ada banyak hal yang tidak bisa kukatakan pada mereka alasanku menawarkan pernikahan ini kepada Bang Sultan. Mungkin jika alasanku hanya sekedar ingin posisi atau karena suka, itu tidak akan berhasil. Sejak dulu ibu Bang Sultan juga ngasih tahu kalau Bang Sultan masih bisa bernegosiasi dengan apapun, dengan segala kegagalan, tapi dia tidak akan pernah membiarkan adik-adiknya di timpa masalah. Jadi yang dia lakukan semata menyelematkan adiknya dari wanita kotor sepertiku. Tapi  jujur aku pernah iri kenapa aku tidak aku saja yang memiliki abang kandung seperti dia?

Sore hari saat tiba di halaman rumah kontrakan, aku segera bersiap. Mandi lalu mengganti pakaian agar bisa segera ke rumah sakit adalah kegiatan yang kulakukan secara terburu-buru sejak tiba. Jadwalku mulai minggu depan akan berganti lagi menjadi pagi hingga sore hari. Ada pula dua Dokter Insternship yang akan datang beberapa hari lagi sehingga membantuku jadi semua bisa kami lakukan secara bersama-sama.

Pasien di UGD lebih banyak dari yang aku kira. Ada kecelakaan di jalan protokol dengan dua belas korban luka-luka. Aku yang harusnya meninggalkan rumah sakit pukul satu jadi harus lembur hingga pukul tiga subuh. Saat menyadari situasi sudah sunyi rasa kantukku dan lelahku langsung menghilang.

Berbagai pikiran kotor masuk di kepalaku. Satu nama langsung teringat di saat seperti ini. pulang naik motor seperti biasanya tidak akan lagi menjadi pilihanku. Setidaknya belum dalam waktu dekat. Akhirnya dengan berat hati aku chat Bang Sultan untuk yang pertama kalinya.

Me :
Bang, Disa boleh minta tolong? Minta Hanan jemput di RS trus anter pulang? Sorry malam-malam ganggu.

Namun hingga sepuluh menit kemudian pesan itu tidak terbaca. Ingin menelpon namun rasanya tidak akan sopan karena ini jam satu malam. Apa yang harus kulakukan? Apakah harus kuberanikan diriku untuk menghubunginya?

Saat berjalan ke parkiran mendekati motorku, mataku menandai sebuah mobil yang sering kulihat beberapa kali. Saat aku mendekat dan menengok ke dalam Qodril serta Hanan sedang tertidur lelap. Akhirnya aku mengetuk pelan kaca mobil hingga membuat mereka bangun.

"Eh? Udah pulang Bu. Maaf kami ketiduran,"Ucap Qodril

Lalu Hanan membantuku membuka pintu mobil. Saat masuk ke dalam aku lalu meminta mereka segera mengantarku pulang biar mereka segera istirahat. Saat aku sampai di depan kontrakanku, rasa penasaran membuatku harus menanyakannya.

"Kalian sejak jam berapa menunggu di parkiran?"

"Sejak jam sebelas malam Bu. Tadi jam sepuluh malam Qodril diminta Bapak ngecek Ibu di kontrakan, tapi kata Mbak satunya Ibu lagi jaga sampai malam. Jadi kita disuruh Bapak nungguin Ibu, mungkin saja butuh diantar pulang. Besok apa butuh diantar jemput Bu?"

Aku tersenyum. Setidaknya meski tampangnya sekeras baja, hatinya masih terbuat dari darah dan daging. "Kalau gitu salam buat Bapak Ya, saya masuk dulu. Besok saya masuk pagi kok, jadi kalian gak perlu repot,"ucapku sebelum menyuruh mereka pulang.

Hari berikutnya tak ada yang luar biasa selain kedatangan Hanan yang memintaku melengkapi berkas untuk persetujuan pernikahan. Untuk masuk dalam keluarga TNI banyak hal yang harus diperjelas. Termasuk statusku di kartu keluarga yang hanya sebatang kara. Surat keterangan dari RT dan RW dari tempat domisili diurus Hanan melalui komando Bang Sultan.

Namun diantara semua masalah yang kupersiapkan akan kuhadapi, aku tak pernah menduga jika kedatangan Arma, Sepupu jauh Bang Sultan ternyata merupakan hambatan pertama yang harus kuhadapi.


Jodoh Beda UsiaWhere stories live. Discover now