Bagian 55

3.4K 260 8
                                    

Bagian 55

Aku hanya berharap dia tidak tahu jika aku mendengarnya. Aku hanya berharap dalam pemikirannya dia tahu aku sedang tertidur lelap maka kata maaf itu dia ucapkan. Karena dalam kapasitas otakku saat ini hanya ingin dia tetap seperti biasa. Tak perlu berbaik-baik ria pdaku. Aku tidak ingin mengenalnya dalam pribadi berbeda hingga membuatku mengharapkan sesuatu. Ya aku tidak ingin terlalu banyak berharap. Bahkan untuk mengakuinya saja aku dilanda ketakutan. Aku takut, karena ini bukan sesuatu atau jenis perasaan yang kuprediksi akan ada

Entah berapa lama tangannya tetap mengelus kepalaku. Namun air mataku terus mengalir. Sesak rasanya hanya dengan merasai sentuhannya membuat aku seperti ini. Aku tahu aku salah. Tidak seharusnya aku berharap lebih, tidak seharusnya.

Aku bangun lebih pagi dan langsung ke dapur. Aku menyiapkan sarapan nasi kuning dengan lauk telur balado. Di luwuk sendiri, rasa nasi kuning sangat khas. Kalian akan bisa hanya memakan nasi saja karena tekstur dan juga rasanya yang bervolume. Nasinya aja udah enak. Saat beras dimasak, sebelum dikukus ada berbagai macam bumbu hingga santan kental yang dimasukkan bersama dalam satu wadah. Karena lama tinggal bersama Uti yang mengenal ragam masakan nusantara, dan saat tinggal di Ampana dulu, dia juga mahir membuatnya, sehingga membuatku sangat terbiasa membuat makanan ini, asal tanpa lauk yang membutuhkan waktu lama untuk dihidangkan.

Biasanya selain telur balado, ada bihun, daging yang dimasak padat bumbu hingga ikan rica suir sebagai lauk pendamping, namun pagi ini aku memilih telur balado pedas tak lupa dengan acar timun sebagai pendamping. Aku juga memasukkan nasi kuning buatanku dalam kotak bekal sebagai menu makan siangku, karena aku berencana lebih cepat ke rumah sakit.

Pukul enam lebih aku melihat Bang Sultan keluar kamar telah menggunakan pakaian lengkap. Diatas meja sudah terhidang makanan juga the. Hanya menunggu waktu para ajudannya juga datang serta Kanti yang kebagian jatah belanja bahan makanan untuk disimpan di kulkas selama seminggu ke depan.

"Lima hari lagi resespsi sederhana di Aula utama. Ibu dan beberapa kerabat juga akan datang. Apa ada seseorang yang akan kamu undang?"

"Tidak ada,"jawabku acuh. Lalu berjalan meninggalkannya masuk ke dalam kamar. Biasanya jika sudah keluar kamar dia tidak akan lagi . Selesai sarapan Bang Sultan akan bergabung bersama para prajurit untuk melakukan lari pagi hingga Latihan fisik. Namun pada hari tertentu dia memilih berlari mengelilingi pesisir pantai. Jika kulihat pakaiannya tadi maka pagi ini dia pasti punya agenda bersama para prajurit.

Aku tidak lagi mengindahkan suara lelucon Hanan juga Qodril yang sampai hingga ke dalam kamar. Biasanya aku pasti ikut berpartisipasi, namun kini aku sadar diri, semakin aku membatasi diri semakin kecil kemungkinan aku sakit hati setelah semuanya selesai. Pagi itu aku bermaksud menyelesaikan laporan bulanan yang harus segera dikumpulkan hari ini juga. Tepat pukul sepuluh semuanya selesai. Aku lalu menyalakan Kembali ponselku dan berselancar di dunia maya, sekaligus memastikan keadaan sosmed setelah perkara kemarin. Hasilnya lumayan, meski ada belasan komentar penyemangat bercampur cacimaki pada kolom komentar aku memilih mengabaikannya.

Pagi itu Okta juga mengirimiku pesan jika ingin bertemu denganku dan menyampaikan kabar penting tentang pria cabul yang telah bertindak tak senonoh padaku bulan lalu. Ah.. jika di pikir-pikir keberadaanku di Luwuk bahkan telah melewati banyak insiden. Ya aku berhasil melewatinya, meski ada beberapa perubahan pada rencana setidaknya aku bisa menghadapinya. Luwuk sendiri membuatku merasa hangat. Aku menyukai udaranya, keramahtamahan masyarakatnya, hingga melimpahnya aneka ragam ikan dan sayur segar sebagai panganannya.

Setelah membalas serangkaian pesan, aku segera mengambil handuk lalu mataku melihat sebuah amplop di atas nakas. Saat membukanya aku melihat beberapa lembar uang merah di dalamnya. Keningku mengkerut, apa maksudnya ini? Namun kembali kusimpan uang itu diatas meja dan tidak berniat menyentuhnya.

Pukul sebelas lebih aku keluar kamar dan bertemu kanti. Dia menjelaskan jika banyak membeli bahan makanan dari uang yang aku kasih. Saat aku ingin menanyai Kanti dengan hal lain, Kanti memberitahuku jika tadi si bos menanyakan apakah uang belanja yang dia beri habis. Kanti menjawab jika masih ada. Aku melarangnya berterus terang karena sejauh ini aku lebih dari mampu jika menambah stok makanan di kulkas. Lagipula sedikit banyak aku juga ikut makan bukan? Aku tidak ingin rasa tidak enak muncul dalam hatiku saat aku pergi nanti.

Saat berjalan melewati pekarangan, aku melihat puluhan tantara sedang mengumandangkan yel-yelnya dengan dengan riang gembira. Suara tawa Hanan juga Qodril terdengar, aku tahu pasti jika mereka kembali sukses mengerjai para juniornya. Aku mengendarai motorku saat lewat di depan barisan lalu sontak sebuah yel-yel berirama terdengar.

"Ibu yang cantik... ibu yang cantik... semoga selalu sehat dan Komandan Junior segera jadi...."
"Ibu yang cantik... ibu yang cantik... semoga selalu sehat dan Komandan Junior segera jadi...."
"Ibu yang cantik... ibu yang cantik... semoga selalu sehat dan Komandan Junior segera jadi...."

Aku tertawa dan melambai pada mereka. Siulan Hanan juga Qodril ikut mengantarku meninggalkan gerbang siang itu. Salah satu tujuanku bertemu Okta adalah ingin memanggilnya turut membantuku untuk persiapan resepsi yang akan dilaksanakan di aula milik TNI. Aula itu mampu menampung empat hingga lima ratus orang, maka undangan akan dibatasi hanya dihadiri oleh orang tertentu. Maka aku sendiri hanya mengundang dua puluh lima orang termasuk beberapa staf di rumah sakit.

"Jadi anak wakil bupati masuk penjara, kamu tahu nggak kalau dua minggu yang lalu pak wakil bupati sampai menghubungi panglima TNI agar menurunkan tuntutan namun Lakik Mbak gak mau kompromi, karena merasa dipermalukan. Jadi meski sudah dibujuk, proses hukum tetap berjalan."

"Baguslah,sudah sewajarnya. Aku beruntung dia gak sampai yang macam-macam,"jawabku

"Eh Mbak, heboh banget beritanya di sosmed, akua ja kaget liat di twitter pada minta link, kok aku yakin aja kalau Wanita itu bukan Mbak, bodynya lebih bohai Mbak."

"Hussstt ngaco. Intinya udah kelar. Terserah nitijen mau mikir gimana, eh tolong ya, kamu datangin MUA yang kemarin, sama baju pengantin model sederhana."

"Gak ada Mbak model sederhana, tapi aku beberapa hari yang lalu lihat baju pentain modifikasi berwarna ijo, keren banget, Suami mbak Disa pakai Unifrom kan? Pedang pora? Saranku pakai baju ijo itu aja, kalau fix aku booked, Mbak tinggal transfer."

"Oke deh. Aku ikut. Intinya acara ini temanya sederhana aja, lebih ke pesta syukuran sih setelah upacara penerimaan, besok aku kabarin lagi ya."

Kami berpisah tiga puluh menit kemudian. Aku segera bertolak ke rumah sakit dan mengambil tugas dokter Adit, dokter Instership baru. Beruntung aku sudah lepas dari cengkraman dr. Angkasa sejak insiden aku banyak meminta ijin karena menunggu kabar Bang Sultan. Sehingga secara otomatis dokter lain yang menggantikan aku mendampinginya.

Pukul Sembilan malam perutku kembali keroncongan, padahal seingatku tadi sore telah menghabiskan sekotak nasi kuning. Setelah  menyelesaikan semua jadwal kunjungan aku segera menyelesaikan pengisian beberapa form yang diberi oleh perawat. Butuh setengah jam bagiku menyelesaikannya lalu keluar dari rumah sakit. Saat aku melihat kondisi di luar sana ternyata hujan turun dengan derasnya. Aku lupa tidak membawa payung sama sekali. Pilihanku hanyalah tinggal menunggu hujan reda, karena mustahil menerobos hujan sederas ini.

Disampingku ada beberapa dokter dan perawat yang juga ternyata sedang menunggu Hujan reda. Kami bersama-sama berdiri dan membahas apa saja. Salah satu hal yang aku sukai, kebiasaanku mengecek ponsel yang dulunya hampir tiap saat kulakukan menjadi berkurang. Interaksi yang terasa hangat dan situasi kekeluargaan antara tenaga kesehatan membuatku seakan-akan diterima di rumah sakit ini.

Aku masih tertawa menanggap salah satu lelucon saat sebuah mobil CRV parkir tepat di depan kami berdiri berjejer. Aku bersorak gorang dan mengejek beberapa dari mereka jika aku sudah dijemput ajudan suamiku.

"Yahh Dok... curang, apalah daya kami yang jomblo," sahut suster Risna.

"Iya nih, gak adil udah ada jemputan, padahal kita hanya mau keluar makan kok cuaca jadi ngeri gini,"timpal Adit.

Aku melambai pada mereka dan bersiap menerobos hujan saat melihat pintu pengemudi terbuka lalu dengan sebuah payung lebar berwarna hijau tersibak dengan cepat.

"Wah payung juga warna ijo dok? Ajudannya keren ih." Timpal suster Risna.

Mataku masih memicing saat memasang senyum bersiap mengucapkan terima kasih pada Hanan juga Qodril, namun saat aku menyadari jika pemilik tubuh tinggi yang sedang berjalan dengan satu payung cadangan di tangan kiri, dan payung terbuka ditangan kanan itu bukan salah satu dari mereka, nyaliku ciut. Apalagi saat sosoknya telah mewujud sempurna dihadapanku tanpa bias air hujan. Kali ini dia datang dengan baju kaos berkerah putih dipadukan dengan celana denim coklat. Rambutnya tersisir rapi dengan wajah yang bersih. Aku kembali merasakan jika aku tidak baik-baik saja. Apalagi saat melihatnya secara langsung menyodorkan satu payung yang dia bawa kepada suster Risna.

Kenapa aku selalu setidakberdaya ini? Kenapa harus dia yang datang menjemputku?

========
Yang mau COD di Shopii udah ada yak. Ketik aja namaku. Atau cek status ig ku. Makacih

 Makacih

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Jodoh Beda UsiaWhere stories live. Discover now