Bagian 49

3.7K 297 12
                                    

Udah ada sejak tengah malam ya ada di Google playbook. Kata kunci : emeraldthahir. Harganya tinggal 142k. Pembayaran tertentu under 100k. Dalam google ini ada banyak tambahan kata ketimbang di aplikasi. Sebelum di revisi ada 234ribu kata, setelah di revisi jadi 240rb kata. Kalau masih sulit cari cek story instagramku, ada linkynya.
Ig : Nuraini iin emeraldthahir

Ada 240ribu kata plus 8 Extra part dalam cerita ini. Update terakhir di wattpad sampai bab 50 aja ya.

🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿

Bagian 49

Aku spontan berbalik menghadap Bang Sultan. Dari caranya berujar aku yakin jika dia serius. Maka dengan berani aku bangkit lalu bersandar pada punggung ranjang dan membalas tatapan matanya yang tajam.

"Aku ingin diperlakukan sebagai istri. Aku ingin dicumbu dan sering di peluk, apakah itu berat?"

Keheningan Panjang terjadi diantara kami. Aku bisa mendengar helaan napas berat Bang Sultan seolah sedang menimbang sesuatu. Sesuatu yang terlalu berat baginya. Lalu kulihat bang Sultan bangkit dari ranjang dan menjauhiku. Aku tertawa miris.

"Kenapa? Abang gak mampu? Apa Abang terkena penyakit yang ada kaitannya dengan disfungsi sexsual? Apa abang lupa kalau Disa dokter?"

Seketika Bang Sultan berbalik. Wajahnya memerah. Aku bisa melihatnya dari lampu yang masih dibiarkan menyala.

"Kamu jangan keterlaluan Disa. Kamu harus tahu dan sadar sedang bicara sama siapa."

"Abang tidak perlu khawatir jika Disa akan membongkar rahasia Abang. Abang tidak perlu takut, Disa sangat ahli menjaga rahasia."balasku sarkas masih dengan posisi bersandar di punggung ranjang.

"Disa. Kamu. Tidak. Sopan!"

"Banyak pria yang enggan mengakui kelemahannya dan menutupinya karena malu, jadi Abang tak perlu....."

Derap langkah itu begitu keras. Tiap langkahnya membuat jantungku seakan ingin keluar dari dadaku. Karena yang terjadi kemudianadalah Bang Sultan menarik lalu membuatku terlentang lalu menciumku.

Aku seolah kehilangan napas. Aku tidak pernah tahu jika ciuman bisa terjadi seintens dan seperti ini. Aku bahkan sulit berucap karena merasakan jika baik bibir dan tubuh kami terlalu rapat. Bedanya kami masih berpakaian. Namun aku bisa merasakannya. Merasakan sesuatu yang intim memaksa mendesakku. Oh tuhan tidak. Aku tidak bisa biarkan ini terjadi. Bukan seperti ini.

"Le-lepas...."

Namun bibir kami masih bertemu. Aku tidak tahu cara membalas ataupun memposisikan diriku. Ciuman ini membuatku merasa dibuai dan kedinginan. Ketakutan sekaligus menggairahkan. Ada sesuatu yang juga ingin meledak dalam diriku dan aku tidak ingin mengakui itu. Karena setelah semua ini terjadi hanya akulah pihak yang akan banyak dirugikan. Hanya aku.

Saat tangannya mulai menginvasi kurasa aku makin sulit bernapas. Bukan ini yang aku inginkan. Saat kepalaku berdengung dan melihat Bang Sultan mulai berusaha menanggalkan celananya, saat itu ketukan pada pintu kamar terdengar.

"Pak... Maaf sudah jam empat. Sebentar lagi kita harus ke Bandara."

Suara Qodril terdengar. Suaranya cukup keras sehingga membuatku tersadar jika keadaanku tidak baik-baik saja. Sangat amat kacau. Namun saat melihat Bang Sultan kembali merapikan celana lalu mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Saat itulah aku berusaha bernapas dengan normal. Menenangkan diriku sendiri lalu mematikan lampu nakas kemudian masuk dalam selimut.

Tak ada suara saat aku merasakan Bang Sultan keluar kamar mandi. Dia berpakaian dalam diam. Kami sama-sama diam. Aku bisa menghirup aroma parfum yang dia kenakan hingga bisa mendengarnya memasang jam tangan. Lalu tak lama keluar dari kamar.

Aku masih memakai waktu selama beberapa menit hingga meyakinkan diriku sendiri jika Bang Sultan telah pergi melalui suara pintu ruang tamu yang tertutup. Saat aku membuka mata dan kembali mengingat kejadian menyesakkan tadi saat itulah aku sadar jika keadaanku tidak akan baik-baik saja. Aku memulai sesuatu yang tidak bisa kuselesaikan. Aku tidak baik-baik saja.

Pagi harinya aku melakoni kontrakku bersama Yudha dengan aman. Kami berbincang dan melakukan klarifikasi tentang hubungan kami dulu hingga kabar pernikahanku. Hanz tentu saja menemaniku. Ternyata hampir tiap jam dia mendapat telpon dari Bang Sultan menanyakan keadaanku.

Baguslah, karena dia lebih memilih memberitahu ajudannya ketimbang menghubungiku langsung. Aku kesal bukan main hingga melimpahkan pada Hans dan kanti saat makan siang. Siang hari aku bertugas seperti biasa dan malamnya dijemput oleh hans. Tak ada kegiatan berarti sampai pada hari keempat kepergiannya masih belum ada kabar maupun chat yang aku terima.

Tiba di hari libur aku membiarkan diriku mengetahui lebih banyak tentang Bang Sultan. Aku memeriksa seluruh buku hingga bajunya. Semua surat hingga kliping pertahanan yang bertumpuk diatas meja kerjanya. Hasilnya dia memang pria yang tidak neko-neko. Tak ada barang mencurigakan kecuali beberapa foto-foto yang membuatku duduk dan ingin memeriksanya.

Saat aku melihat satu-persatu saat itulah aku melihat sosok wajah yang tak asing. Aku seolah dejavu dan diajak melintasi waktu. Ada Ayahku dan dua rekannya serta ada Bang Sultan. iya, aku yakin itu Bang Sultan. Itu tidak mungkin orang lain.

Dia mengenal baik Ayahku?

Kenapa aku tak pernah tahu?

Sejauh Apa bang Sultan mengenalnya?

Apakah ada yang dia sembunyikan?

Kenapa ini terasa tidak benar?

Apa yang sebenarnya terjadi?

Berbagai praduga menghantuiku tanpa ampun. Aku memilih berjalan keluar rumah demi menetralkan perasaanku. Namun saat aku berjalan dan melewati aula mini, beberapa ibu-ibu terlihat histeris dan menangis. Aku segera mendekati dan menenangkan. Sepertinya aku mengenali mereka.

Ada apa sebenarnya?

"Ada apa Hanz?"tanyaku apda Hanz setelah melihat belasan pria berseragam TNI sedang sibuk dengan ponsel ditangannya.

"Apa ibu sudah melihat grup PERSIT?"

"Belum. Kenapa?"tanyaku heran

"Helikopter yang ditumpangi Bapak dan lima belas belas personil lainnya di tahan oleh organisasi terlarang dan baling pesawatnya ditembak hingga jatuh. Salah satu saksi mengatakan jika helicopter itu jatuh ke hutan. Hingga saat ini pencarian masih terus dilakukan Bu."

Kupikir aku sedang bermimpi karena yang terjadi aku malah tidak merasakan emosi apapun. Aku malah menenangkan para ibu-ibu dan membantu tim medis memeriksa beberapa dari mereka yang pingsan. Hans masih sering meyakinkanku agar tetap tenang. Separuh dari diriku meminta untuk segera menghubungi keluarga, namun aku sudah diajarkan jika informasi apapun sumbernya harus berasal dari Institusi. Hingga kondisi Bang Sultan belum dipastikan aku tidak boleh gegabah dalam memberi informasi kepada keluarga apalagi ibu. Ya, kondisi ibu tidak dalam keadaan baik-baik saja menerima informasi ini.

Malam harinya aku masih tidak merasakan apapun. Aku masih merapikan semua barang yang sempat kuhamburkan siang tadi. Lalu menyimpan pakaian Bang Sultan yang telah disetrika oleh Kanti. Namun saat aku melihat kaos terakhir yang dipakai Bnag Sultan tergantung di lemari saat itulah air di mataku jatuh tanpa bisa kucegah. Sialan karena air mataku jatuh tanpa henti. Rasanya bahkan sulit membuatku bisa bernapas denga cara normal. Dadaku sesak.

Rasanya terlalu sakit untuk kuutarakan. Aku menyesal. Sangat menyesal. Aku hanya berdoa pada Tuhan untuk segera membiarkan dia dan semua TIM nya selamat. Saat memikirkannya aku kembali menangis. Sebuah kesadaran menghampiriku. Kesadaran yang membuatku makin merasa menyedihkan. Rasanya menyesakkan. Aku tidak sanggup mengakuinya. Aku tidak sanggup mengakui kalau aku mulai jatuh.

Sepertinya aku jatuh cinta.

Jodoh Beda UsiaOù les histoires vivent. Découvrez maintenant