Bab 29

2.7K 264 9
                                    

(Oh iya, sebelum kalian baca , bagi kalian yang mau baca karyaku yang lain bisa chat adminku Mak ruri seperti biasa buat pdf diskon 50k) pembelian ini hany berlaku selama 24 jam. Semoga beruntung. Wa adminku 082119314695 an. Ruri rizki.

Bagian 29Dua minggu sebelum pernikahan Sidni, Arma datang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bagian 29


Dua minggu sebelum pernikahan Sidni, Arma datang. Arma merupakan sepupu jauhku yang sejak dulu dijodohkan denganku enam tahun belakangan. Kedatangannya dua hari ke Luwuk awalnya hanya sebatas kunjungan namun semua salahku karena informasi tentang pernikahanku dengan Disa hanya diketahui oleha Ibu. Aku melarang ibu untuk memberitahu siapapun demi menghindari konflik.

{"Lo kok berita baik gitu tidak boleh disebar Le? Apa kata tante-tantemu nanti kalau kamu terburu-buru nikah? Orang akan mikir macam-macam. Tante dan semua keluarga bapakmu mereka udah di sini sejak H-3 sebelum Sidni menikah} kata ibu saat aku memberitahunya lewat telpon tentang niatku menikahi Disa.

{"Begini Bu. Ibu tentu tahu bagaimana kondisi keluarga kita. Terutama Sastri, Sunan juga Sasran. Kalau berita ini sampai ke telinga mereka sebelum harinya, Sultan tidak bisa memastikan Disa akan mau melanjutkan pernikahan, apalagi dengan adanya pengaruh Sastri. Ibu jelas tahu sifat anak Ibu yang satu itu."}

{"Yo tapi kasian Disa, moso nikah ala kadarnya gak ada pesta penyambutan atau perayaan, resepsi. Kamu mungkin gampangin karena Disa bukan keluarga besar."}

{"Itu akan kami laksanakan di sini aja Bu setelah pestanya Sidni. Asal udah dapat doa dari keluarga besa raja udah cukup. Nanti beberapa kami akan melaksanakan resepsi susulan di Luwuk, begitu lebih aman."}

Suara helaan napas ibu terdengar. Aku tahu dia sulit menerima. Tapi sejak dulu aku selalu jadi anak yang patuh hingga saat Ayah memilihkan Selena untukku, aku masih patuh.

{"Yo kalau kamu udah mutusin gitu, ibu bisa apalagi, yang penting kamu sama Disa saling menjaga, saling mengasihi, rukun. Klinik kecantikan Ibu sejak dulu dikelola sepupumu, mungkin udah bisa dikelola sama Disa. Mulai sekarang keamanan Disa ada padamu."}

{Ehm. Jangan dulu bicara soal pengelolaan Bu. Karena Disa harus ikut kemanapun aku pergi. Udah segitu aja dulu, ya. Mohon dibantu pengurusan berkas-berkasnya nanti biar gak ada kendala ya Bu."}

{"Iya. Yang penting kamu bahagia. Makanmu cukup. Adik-adikmu sekarang semua udah besar. Paling Ibu hanya ngurusin Silvis ama Sean aja. Sudah waktunya kamu mikirn masa depan kamu. Dis aitu belajarnya cepet kok Nak. Kamu mau makan apa dia bisa masak, Ibu pernah ajarin dia."}

{Iya Bu. Udah itu aja dulu. Sultan masih banyak kerjaan Bu.}

Telepon dari Arma datang sore hari. Saat aku selesai memimpin apel para tentara baru yang ditugaskan di kabupaten ini. kuminta Qodril menjemputnya di hotel kemudian membawanya ke rumahku. Saat dia datang aku sudah merasa jika akan banyak keganjilan yang terjadi karena Arma adalah bentuk lain dari Sastri. Dia kakak Irma.

"Hay kak, lama gak ketemu,"Dia menyapaku dengan pelukan selamat datang. Qodril melihat kami dengan tatapan wajah tercekik. Reaksinya seolah mintaku menyuruhnya Push up. Pakaian Arma memang lumayan tidak sesuai pada tempatnya. Sulit menjelaskan padanya jika tempat ini bukan Jakarta. Ada banyak aturan yang harus diikuti.

"Kalau kamu masih mau datang ke sini besok, jangan pakaian seperti ini lagi, aku gak enak sama yang lain,"kataku terus terang lalu mengajaknya masuk

"Kakak tahu aku begini karena ingin tampail prima, gimana? Aku tidak mengecewakan bukan? Malah kak Sultan yang selalu mengecewakan aku. Tiap aku tanya kak Sultan selalu mengeluarkan beragam alasan. Apa kak Sultan gak mau ada yang ngurusin?"

Kutatap Arma dengan sorot mata lelah. Kalau orang tuanya bukan orang yang menolong hidup Sastri, aku tak perlu segan seperti ini padanya. Meski kami sepupu jauh tapi keterikatan keluarga kami sudah layaknya saudara. Aku memilih menunda untuk menjawab. Kubiarka dia nyaman dan berkeliling rumahku yang pasti tidak ada seperempat dari semua rumahnya yang tersebar dimana-mana.

Dia mengeluarkan beberapa oleh-oleh dan makanan kesukaanku. Beberapa pakaian juga dia bawa sebagai hadiah. Dan bukan Arma namanya jika barang yang dibelinya tidak bermerk. Hal inilah yang sering dimanfaatkan oleh Sastri.

"Arma, pemberian kamu ini buang-buang uang. Aku tidak mungkin bisa memakai semua pakaian pemberian kamu ini."
"Kaka bisa ngasih ke siapa aja. Bisa ke ajudan kakak yang tadi, biar mereka tahu calon kakak,"jawabnya penuh senyuman menggoda. Ya Tuhan. Arma memang cantik namun dia sama sekali tidak akan masuk dalam radarku jika diminta memilih seorang istri.

"Aku udah nganggap kamu adikku, rasanya tidak pantas bagi kita... bagi kita.. untuk..."

"Kak, Arma udah menunggu enam tahun sampai Kak Sultan siap. Semua anggota keluarga Kakak gak ada yang menolak kehadiran Arma. Arma juga rela ikut kakak kemana saja, termasuk ke pedalaman sekalipun. Apa kakak sama sekali tidak tahu apa saja yang sudah kukorbankan?"

"Arma, aku tak pernah memintamu menunggu, apalagi mengatakan ingin menikahimu. Sama sekali tidak pernah.... Dan..."penjelasanku terhenti Saat Kanti datang dengan minuman dalam wadah lalu manaruhnya di meja sambil melirik kami.

"Pak ini nikahan Bapak di meja...... eh?... astaga.. anu pak, minuman Bapak di meja, maaf.. saya pamit kebelakang dulu."

Aku mendesah pasrah. Kulihat Arma tertawa dan melambai pada kanti. Saat kanti yang mendengar pembicaraan ini maka sebentar lagi informasi ini akan merebak ke seantero kompi lalu kompleks.

"Kakak memang tidak pernah minta Arma menunggu, tapi kakak juga tidak pernah dengan jelas menolak saat ada yang menjodohkan kita."

"Aku udah sering bilang ke Ibuku bahkan ke ibu kamu, Arma...  lalu waktu Sastri bilang kamu mau datang aku pikirnya kamu hanya mau liburan datang ke sini, bukan mau datang bicarain hal seperti ini."protesku.

"Intinya Arma akan menunggu kapanpun Kakak siap,"ngototnya.

"Arma aku sudah punya calon dan kamu harus terima itu.... mau tidak mau,"akuku pelan dalam namun tegas. Tatapan matanya melotot mendengar penjelasanku. Aku sudah menduga ini akan terjadi.

"Kalau kak Sultan bilang begini biar aku pergi maka Kak Sultan harus kecewa, aku tidak percaya apapun selama itu tidak terbukti."

"Ya sudah terserah kamu kalau tidak percaya, oh iya silahkan nyamankan dirimu dan sampaikan ke Hanan ajudanku yang tadi kalau kamu butuh sesuatu,"kataku akhirnya sebelum meninggalkannya masuk menuju kamarku.

Malam harinya hidangan dimeja sangat penuh oleh makanan. Aku tidak tahu jika ternyata Arma memesan banyak makanan. Semua yang tersaji mulai dari ikan bakar hingga macam sayuran bisa untuk makan sepuluh orang bahkan lebih.
"Arma sengaja pesenin Kakak makanan sebelum Arma balik ke hotel, kata Sastri selera kakak belum berubah, masih suka sama ikan. Eh iya ini Arma juga sajiin Gudeg juga buat kakak. Dimakan ya, kak,"jelasnya antuasias. Hanan juga Qodril hingga Hans yang akhirnya datang dari Jogja setelah mengurus persiapan berkas pernikahanku juga telah duduk di meja. Entah apa yang para ajudanku pikirkan, namun aku harap mereka lebih baik diam seperti biasanya.

Dalam rumah ini selain Hanan, qodril, juga Hans tidak ada yang tahu. Namun orang-orang di satuan semuanya sudah tahu tentang persiapan pernikahanku. Ada beberapa foto yang mereka share di grup dan sering menanyakan keberadaan Disa. Namun beberapa orang akhirnya sadar dan tahu siapa Disa. Beberapa kali para Ibu PERSIT menanyai dan mengkonfirmasi padaku secara langsung.

"Makasih ya, Mbak. Makanan ini pas banget, Komandan senang banget ini. Pasti kalau tiap hari dibawain beliau pasti senang,"sela Qodril disertai senyuman dan entah apa maksudnya.

"Iya nih. Pintar banget pak Komandan cari calon istri seperti Bu Arma, serasi banget mereka."Hanan menambahi. Wah. Sepertinya sejak awal aku sudah salah mencari ajudan.

"Hanya Bu Arma yang paling tahu selera Pak Sultan, saya saja sudah ikut dia selama lima belas tahun tidak begitu paham apa-apa saja yang dia suka,"Hans menambahkan. Sebenarnya ada apa dengan mereka bertiga? Apa yang mereka pikirkan? Mereka ingin memancing amarahku?

"Wah Makasih ya kalian baik banget. Aku udah tahu kalau kita akan jadi tim yang solid nanti, Oh iya kak, ada nggak yang bisa mengantar saya ke rumah, eh... siapa sih namanya, Oh iya. Disa. Artis itu lo yang katanya lagi praktek di sini juga, yang dulu kerja di rumah kak Sultan juga. Aku  dititipin pesan sama Sastri buat ketemu dia. Jadi, bisa nggak aku diantar ketemu dia?"

Aku menatap Hanan juga Qodril yang serempak menatapku dengan mulut setengah terbuka.

Jodoh Beda UsiaWhere stories live. Discover now